"Suami kamu mana Zuu..?"
Di tengah-tengah sarapan pagi Kyai Moehid sempat bertanya pada putri semata wayangnya yang di waktu itu juga menemani sarapan bersama sepepunya Silmi" Dia masih molor paman. Tadi pagi baru pulang. Sehabis subuh.." Serobot gadis yang bernama Silmi itu sembari asik menikmati sarapan paginya. Nampak lelaki baya yang masih gagah dan terlihat muda dari usianya tersebut melirik ke arah Azzurra yang pura-pura tak mendengar dan tetap sibuk dengan makanan di hadapannya. Meski dalam hatinya dia merasa begitu cemas dengan reaksi abinya nanti.
" Zuu.., benar apa yang di katakanya??" Azzurra segera mengangkat wajahnya. Karena suara berat lelaki itu sudah cukup untuk membuatnya mengambil sikap serius menatap wajah ayahandanya yang duduk persis di hadapannya.
" Mungkin Abi..karena tadi Zuu sedang sholat subuh jadi tak begitu tau persis.."
" Kamu itu istrinya.. apa kesibuknmu terlalu padat hingga suami pun kami tidak tau kapan dia pulang ke rumah? Kalian satu kamar, bagaimana bisa kamu tak tau..(?)" Ayahanda Azzurra masih tetap asik menyantap makanan yang berada di hadapannya. Namun ucapan beliau tetap terdengar cukup menekan dan membuat Azzurra serba salah. Hendak dia menceritakan yang sejujurnya tentang apa yang telah dia tutupi dengan rapat-rapat soal perangai buruk Fathan, namun bibirnya tak sanggup untuk terbuka. Takut akan resiko yang nantinya harus dia tanggung jika benar-benar hal itu dia ungkap. Terlebih kesehatan Uminya begitu dia pikirkan. Pada akhirnya Azzurra hanya meminta maaf sembari menundukkan wajahnya dalam-dalam.
" Maafin Zuu Abi, karena masih lalai sebagai istri kak Fath.."
" Bukan pada Abi kamu harusnya minta maaf, tapi suami-mu Fathan..." Lalu ujarnya seperti tak perduli untuk berkata yang lebih lunak dan menjaga hati, putri semata wayangnya.
Justru Silmi yang begitu menahan raut kekesalan mendengarkan percakapan mereka. Niat dia agar Abinya Azzurra menegur menantunya yang menurut dia sudah tidak berjalan pada jalurnya, namun alih-alih mendapat pembelaan dari ayahandanya, tetapi malah mendapat kata-kata yang lebih seperti sebuah penghakiman.
" Paman, enggak seharusnya kak Zurra yang mendapat kata-kata seperti itu dari paman.., tapi kak Fathan. Dia udah lalai menjadi suami yang harusnya bertanggung jawab sama istrinya. Lahir batin.." Kyai Moehid memandangi Silmi dengan ekor matanya. Dan itu cukup membuat Azzurra was-was memperhatikan gadis yang masih sangat muda itu. Sementara Silmi cuek saja. Dia hanya mengangkat bahu lalu melanjutkan kesibukannya menyantap sarapan pagi. Dan suasana nampak sedikit tegang. Apalagi celetukan-celetukan Silmi yang lebih banyak memancing ketidak sukaan ayahnya ketika beliau memandangi sosok Azzurra yang hanya bisa diam seribu bahasa." Kak Fathan itu kolokan orangnya. Sama kek Abah. Masih suka sesuka hati dan enggak perduli sama bibi. Coba saja, kalo bibi bukan perempuan yang tahan banting, pasti beliau udah menguggat cerai Abah. Apalagi kakak pertama kak Fathan yang selalu membuat Abah marah-marah tiap kali pulang dari aktifitasnya, keluyuran enggak jelas. Kasihan bibi, merawat om sendirian. Ketika kambuh cuma bisa menangis karena enggak sanggup berbuat apa-apa dan membiarkan dia merusak semua barang-barang di rumah. Sementara mengurungnya di kamar juga bibi enggak tega..."
" Abah itu laki-laki yang tegar Silmi. Beliau masih bisa mengurus keluarganya dengan baik meski istrinya sudah sepuh dan Ndak pernah mengurusinya. Kalo jaman sekarang, laki-laki akan cari pelampiasan dengan menikahi wanita lain yang bisa merawat dia dengan sepenuhnya."
" Jadi paman membenarkan sikap buruk Abah yang suka ninggalin bibi??? Menelantarkan beliau dan berlaku kasar pada om Fadli???? Kenapa justru perempuan ya yang harus pasrah di perlakukan seperti apapun oleh laki-laki?? Iya kalo dia enggak ngerti agama, Silmi masih bisa sedikit memaklumi. Itu enggak di benarkan sama sekali dan sangat Silmi tentang. Apalagi ini, pelaku-pelakunya adalah orang-orang yang memahami soal agama dan telah menempa bertahun-tahun di pesantren dan menguasai segala ilmu tajuid. Bahkan hal-hal dalam memperlakukan setiap wanita juga mereka sangat tau. Mirisnya justru yang mendalami hal itu yang lebih dominan menjadi tersangka dan pelaku perampasan hak perempuan. Mereka bukan engga ngerti hukumnya di mata Tuhan. Tapi merasa jika mereka udah berilmu tinggi dan menjadi orang pilihan dengan segudang ilmu agama serta kitab yang udah mereka kuasai, jadi merasa jadi hamba yang semaunya berlaku. Mensejajarkan diri dengan rasul, tapi tingkahnya minim dari beliau yang di agung-agungkan. Apa hal begitu itu patut di bela dan di benarkan paman???" Silmi merasa tak puas dengan jawaban ayahandanya Azzurra. Dia berani protes dan menyampaikan semua isi kepalanya yang sama sekali tak sejalan dengan lelaki baya tersebut. Nampak kiai Mohied bertampang tegang. Rautnya sedikit menahan marah sembari melempar tatapanya ke arah putri tunggalnya Azzurra yang hanya bisa diam seribu bahasa sembari menunduk dalam." Kita tidak tau sisi kehidupan yang lebih dalam dari keluarga mereka. Jadi Ndak baik suudzon dan mengambil sikap untuk mendiskriminasikan mereka dengan penilaian sepihak.."
" Tapi Silmi tau banget keluarga Abah dan bibi. Tau sekali cara beliau memperlakukan om Fadli dan bibi seperti apa. Juga tau sebenarnya seperti apa tabiat kak Fathan. Silmi pikir itu duluuu.. masa mudanya. Ketika punya istri akan berubah. Apalagi memiliki kak Zuu, surga dunia akhirat buat diaa. Tapi ternyt..,"
" Zuu, Abi ke ruang baca dulu, kalau ada yang nyari Abi, kamu tinggal samperin Abi ke sana.."
" Iyaa Abi.."
Dan tanpa meminta persetujuan Silmi yang masih menggantung ucapannya lelaki itu beringsut pergi. Sedikit menahan masqul.
Silmi mendengus lirih. Rupanya gadis itu agak kesal dan tak terima dengan sikap Abinya Azzurra. Namun melihat isyarat dari tatapan mata wanita muda itu dan sebuah gelengan kepala lirih, gadis itu pasrah dan diam saja saat Abinya telah melangkah pergi." Jika Abi sudah bersikap begitu, berarti beliau enggak nyaman dengan obrolannya adik.."
" Silmi hanya coba buat belain kakak.."
" Makasihh sekali, tapi kak Zuu masih bisa menghadapinya.. Silmi tenang aja.. kakak kuat kok." Senyum Azzurra membuat hati Silmi tersentuh.
" Kakak.. misal Silmi yang jadi kak Fath. Akan Silmi bahagiain kak Zurra.. beruntung memiliki istri yg udah cantik lahir batin. Mandiri dan kuat. Lembut dan sangat perempuan. Silmi aja enggak bisa seperti kak Zuu.. Silmi ini seperti Andro kalo di dunia pelangi."
" Dunia pelangi??? Itu di mana..!" Raut Azzurra penasaran. Silmi tertawa. Sedikit serba salah. Lalu sembari memeluk Azzurra dia berbisik agar tak perlu membahasnya lebih jauh. Azzurra menurut saja meski dahinya berkerut dan matanya menyiratkan ketidak mengertian atas ucapan gadis itu. Tapi hal itu tak di ambil hati. Mereka berdua melanjutkan makan di tempat masing-masing tanpa ada kiai Mohied Hasyim dan istrinya yang sudah terbaring lemah beberapa tahun ini di karenakan penyakit strok yang menggerogoti kesehatannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Sedih Azzurra
RomanceAzzurra.. Sebuah kisah nyata, bagian kehidupan dari seorang perempuan cantik berhati lembut dan memiliki kesabaran yang BESAR.. Sebagian kecil hidupnya yang terisi warna bahagia, namun cukup memuaskan memberinya luka dan airmata. Perempuan tegar yan...