part 22

488 53 13
                                    

" Aku membicarakan ini semua dengan baik-baik Zurra.. Kamu tau, selama ini aku selalu diam dengan keadaan kamu. Aku enggak pernah ada keinginan untuk menceraikan-mu. Dan salahku terjadi itu karena ketidak sanggupanmu memberi keturunan."

Azzurra hanya diam terpaku. Sepasang matanya tergaris tajam dan menyala-nyala.. namun semua masih dia pertahankan. Luap kemarahan yang sebenarnya hanya tinggal menunggu waktu. Dia selalu berpikir tentang Abi dan Uminya. Hanya itu yang membuatnya bisa menyimpan rasa biar sesakit apapun itu.

" Kak.., ada masanya seorang suami juga akan mengerti untuk apa dia diberi tanggung jawab menjadi imam di keluarganya? Dan Zuu rasa kak Fath juga ngerti itu. Ilmu agama kakak itu jauh diatas Zuu..,,"
" Nah kamu tau itu.!" Suara lantang laki-laki yang dipanggil kak Fath itu, memotong ucapan Azzurra yang masih belum selesai.
Azzurra hela nafas sepenuh dada. Menekan rasa muak yang coba disembunyikan dari balik wajahnya yang masih saja menyiratkan ketenangan dan kecantikan alami seorang perempuan.

" Zuu tau itu.. karena itu harusnya kakak tau, yang terjadi semalam itu hal yang baik ato bukan?"

" Jangan kamu coba-coba melempar kesalahan kamu ke aku Zuu, aku begini itu karena kondisi kamuu.. berapa kali aku tegaskan itu, apa kamu kurang ngerti?!hah?! Harus dengan cara apa aku buat kamu agar sedikit peka??!"

Sepasang mata Fathan menatap Azzura dengan penuh kemarahan. Hampir saja jari telunjuknya menyentuh kepala wanita itu saat dia berkata-kata dengan tangannya yang terkepal lalu menunjuk ke arah dahi Azzurra. Gerakannya kasar dan penuh tekanan amarah.

" Kak Fath,, tolong jangan keras-keras, nanti Umi dengar.. kakak tau beliau lagi sakitt.." Hampir airmata Azzurra jatuh ke pipi. Dia tahan-tahan, karena dia sangat tau yang akan terjadi ketika suaminya melihat dia menangis. Dan itu sangat-sangat tak Azzurra harapkan. Hanya menabur perih di dadanya.

" Persetan. Mati aja sekalian.!"

" Astagfirulloh kak Fath..jaga bicara kakak...dia Umi Zuu, otomatis jadi orang tua kakak jugaaa.."

" Aarrggghhh!!"

Lalu laki-laki itu beranjak pergi, setelah menggebrak meja makan dihadapan Zurra hingga membuat wanita cantik itu terkejut. Dengan langkah kakinya yang lebar dan cenderung kasar.
Azzurra hanya bisa memegang dadanya dan menghela nafas panjang. Seluruh hatinya seolah dikuliti dengan tajam belati. Rasa yang sangat pedih dia dapati..nyeri tapi tak berdarah.

*****
Azzurra melangkah dengan kaki-kaki yang sedikit terseok. Seperti tulang-tulang dicabut paksa hingga menyisakan daging dan kulit dengan penyangga urat-urat yang sebenarnya memang bukan tugasnya melakukan tanggung jawab itu.
Terus berjalan ke arah kamar Uminya yang terpisah sedikit jauh dengan kamar pribadinya. Harus melewati ruang keluarga yang lumayan luas dan melewati dua kamar tamu. Dalam benaknya begitu banyak hal berkecamuk. Pikiran-pikiran yang mulai menyesak dan membuatnya sesak nafas.

Sudah beberapa hari yang lalu Umi jatuh sakit. Karena kegiatan yang terlalu padat membuat beliau sampai tak memperhatikan kondisi fisiknya. Sementara Abinya juga lebih memperhatikan yayasan pesantren yang dia miliki, peninggalan dari almarhum kakeknya dulu.
Dengan wajah yang sedikit tergurat lelah, Azzurra membuka pintu kamar yang nampak tak tertutup rapat.
Di lihatnya sang ibunda yang masih terbaring dengan sepasang matanya yang masih terbuka. Sembari sebuah tasbih tergenggam dikedua jemari tangannya yang mulai ada lipatan keriput tertangkup di dada.

" Umi enggak tidur??"

Bertanyanya lirih sembari mengambil tempat duduk di tepi pembaringan. Wanita baya itu sedikit terjingkat. Ditolehnya Azzurra yang melebarkan senyum manis. Sebelah jemarinya mengusap-usap kaki wanita yang teramat dicintainya itu.

" Umi capek rebahan terus Zuurra.."
" Tapi Umi harus melakukanya.. Sehat itu penting Umi, agar Umi bisa kembali berdakwah.." Ibunda Azzurra hanya menganggukkan kepalanya. Sorot matanya menatap putri semata wayangnya dengan jeli.

Azzurra serba salah.

" Kamu kenapa Zuurra..?" Suara nya membuyarkan kesalah tingkahan wanita muda itu. " Zuu engga apa-apa Umii.. Kenapa?"
" Jangan bohongi Umi.. Tanpa kamu berkata Umi tau ada yang kamu simpan.. jangan terbiasa memendam kesedihan..itu merusak hati Zurra.."

Perlahan ada bening yang jatuh terburai dari kelopak mata Azzurra yang kala itu masih mencoba menyembunyikan keadaanya dengan tak berani mengangkat wajah dihadapan ibundanya. Ucapan Uminya di rasakan begitu dalam menyentuh ke hati.
Sakitt dia melihat sosok beliau, dan sakit itu lebih terasa ketika dia memikirkan jalan kehidupannya sendiri. Takdir yang harus dia terima dengan segenap lapang dada.

" Zuu hanya ingin mempertahankan pernikaha..aann Um..mii..,, meski sakit ituuu tiap saat haruss Zuu telannn.., Zuu tau Abi enggakk aakaann pernaahh mau taa..uuuu..."

Terbata-bata suaranya menyeka tiap butir airmata yang semakin dia seka justru semakin deras meluncur keluar.
" Zuurraa..." Tatapan Uminya semakin membuat tangis wanita muda itu terpecah dan bersuara..

" Maaf Umii...Zuu udah buat Umi kecewa dengan Zuu.."

Di peluknya anak perempuannya setelah sedikit kesusahan ibundanya beranjak dari tidurnya. Mengusap-usap kepala punggung dan menciumi pipi Azzurra yang telah basah berulang-ulang. Mata perempuan baya itu merebak perlahan.

" Umi tau Abimu seperti apa perangainya Zuurra, anakku.. Maafkan Umi yang tak bisa melakukan apa-apa untuk membelamu.. Umi bisa rasakan sakitmuu..." Tangis tertahannya masih terus mengusap-usap punggung Azzurra sembari memeluknya erat. Membuat tangisnya Azzurra semakin pecah.

" Umi tau Fathan Zuu,,, Umi udah ngerti dia seperti apa.. hanya Umi cukup memendam sakit dihati. Putri Umi satu-satunya diperlakukan semena-mena.."

Perih semakin melingkupi hatinya Azzurra. Membayangkan masa-masa kecil hingga remaja, yang tak pernah sedikitpun melakukan hal yang mengecewakan kedua orang tuanya, hingga sekarang, dan mendapati jalan kehidupannya justru begitu penuh rasa sakit dan terluka.

' Tuhan.. sebegitu sakitkah untuk menjadi sosok yang membanggakan orang tua?? Haruskah selalu ditebus dengan hal yang begitu berat Zuu rasakan..'

Azzurra masih terus ada dalam pelukan ibundanya. Melepaskan penat hati dan pikirannya. Membuang sakit dengan menikmati  kasih Uminya yang seakan-akan begitu saja lenyap saat dekapan itu terasa semakin hangat ditubuhnya kala itu.

Sisa-sisa airmata itu masih ada saat dia terbaring lelap dalam pelukan ibundanya yang diam-diam terus memperhatikan Azzurra dengan mata basah dan berair..

Kisah Sedih AzzurraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang