Part 10

779 83 7
                                    

Author pov

Pagi itu Azzurra telah sibuk di meja makan. Seperti rutinitas sehari-hari setelah dia menikah dan menyandang predikat sebagai seorang istri. Dulu pekerjaan itu dia lakukan hanya untuk sekedar membantu si mbak.
Namun sekarang ini mempersiapkan sarapan pagi untuk suaminya, Fathan adalah sebuah kewajiban yang harus di laksanakan. Wanita muda itu nampak begitu tenang dan anggun. Tapi siapa sangka hatinya penuh di liputi luka dan kesedihan. Toh dia tetap memperlihatkan sebuah senyuman yang tak pernah lekang terukir dari sudut-sudut bibirnya. Azzurra begitu pandai menyembunyikan segala kepiluannya.

Dia agak mencari-cari sosok yang masih belum menampakkan diri.
Hari ini adalah hari pertama keduanya memulai aktifitas kantor.

" Suami kamu mana Zurra ?"

Dari arah ruangan tengah ibunda Azzurra muncul. Dengan menggenakan daster yang longar dan berlengan panjang. Selembar kerudung panjang menutupi rambutnya yang sudah mulai banyak di tumbuhi uban. Azzurra menoleh ke arah suara sembari tangannya masih sibuk membersihkan sendok dan garpu dengan tissu yang ada di atas meja makan. " Umi.. udah selesai ngajinya..?" Lalu bertanya ya tanpa menjawab pertanyaan ibundanya. Sang Umi tersenyum kecil. " Sudah.. Fathan mana Azzurra..?" Sekali lagi bertanya perempuan baya tersebut. Azzurra menggeleng lirih. " Enggak tau umi, dari tadi enggak muncul-muncul.. padahal udah keluar kamar. Udah rapi juga.." " Mungkin masih ada sesuatu yang belum dia siapkan untuk di bawa ke kantor.."

Azzurra tolehkan kepalanya ke arah wanita itu kemudian kembali sibuk. Sedikit menahan nafas.

" Iyaa umi.. mungkin kak Fath masih di kamar umi.. Lagi bersiap-siap.. "

" Heumm.. "

Manggut-manggutnya dengan penuh senyum bahagia.

" Zurra.. "

" Iya umi ?"

" Umi senang sekali melihat kalian.. Sekarang perasaan umi lega karena kamu sudah bahagia mendapatkan suami sebaik Fathan.. Umi dan abi bisa tenang sekarang. Tinggal kalian segera memprogram untuk memberi cucu buat kami.. "

Azzurra hanya mengulas senyum simpul.
Senyum manis yang sangat terpaksa.

" Pagi umi.. "

Lalu suara Fathan muncul dari balik pintu.

Wanita baya yang masih terlihat cantik itu langsung tersenyum dan menyuruhnya untuk duduk dan menyantap sarapan pagi yang sudah disiapkan Azzurra di meja makan.

" Umi kedepan dulu nemeni abi, kalian nikmati sarapannya.. "

" Makasih umi.. Enggak sekalian bareng kita? Abi juga ?"

" Nanti saja.. Kalian yang mau ngantor yang penting sarapan dulu. Yaudah umi kedepan.. "

" Silahkan umi.. "

Wanita itupun berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.

" Sarapan apa pagi ini Zuu ?"

" Nasi goreng sama telur matasapi.. "

" Hem.. Kamu harus belajar memasak lebih banyak lagi.. Menu seperti ini enggak cukup membuat suami betah dirumah. "

Azzurra hanya diam tak menanggapi.
Berdua mereka menyantap makanan tanpa ada komunikasi.

Azzurra terlampau jengah untuk memulai percakapan.
Terlebih tutur kata Fathan yang lebih sering terdengar pedas dan terkesan cerewet membuatnya malas untuk bercengkrama.
Yang terpenting dia telah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri yang sebenarnya.

" Kenapa kamu hanya diam Zurra? Kehabisan ucapankah ?"

Bertanya Fathan kemudian sembari menyantap nasi goreng di hadapannya lengkap dengan lalapan di hadapannya dengan asik.

" Sempurna cuma milik allah.. Kak Fath yang lebih ngerti kenapa aku hanya diam.. "

" Ya karena bisanya kamu cuma masak itu dan itu saja.. Coba jika kamu jago masak seperti wanita yang di acara tv itu sudah tentu aku enggak akan berkomentar. Bahkan akan sangat aku sanjung-sanjung.. "

" Mungkin menunggu saatnya nanti ketika Zuu jadi sheff baru pujian itu terlontar dari mulut kakak.. "

Sedikit dongkol jawaban Azzurra meski dikemas dalam balutan tutur kata yang masih halus.
Hatinya benar-benar marah meski mengelus dada yang mampu dialakukan dengan beristigfar.

" Kamu itu pinter membalikkan omongan mirip abi-mu. "

Lalu ujar ketus Fathan sembari pergi dari ruang makan setelah sebelumnya dia telah menghabiskan sarapan paginya.

Azzurra gelengkan kepalanya dengan wajah lesu dan rasa sesak didada.

Baru dalam hitungan minggu menikah semua sifat asli laki-laki itu telah terlihat aslinya.

' Apa abi dan umi tahu itu??
Gimana Zurra menahan semuanya.. Semua zurra lakukan demi abi dan umi.. Karena Zuu enggak mau kalian sedih dan harus menanggung pikiran jika tahu derita hati Zuu sekarang.. '

Kisah Sedih AzzurraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang