Part 18

729 76 14
                                    


" Budhe Silmi heran deh sama kak Fath sama kak Zuu, mereka kayak orang yang baru kenal aja. Padahal kan mereka suami istri?? Kak Fath tuh yang kayak siapa aja bersikap sama kak Zuu.. Kan kasihan kak Zuu nya jadi sering bengong.. Apa harus Silmi yang turun tangan agar kakak-kakak Silmi ini bisa lebih romantis, begitu ?"

Begitu mereka pulang dan telah sampai di rumah dengan rasa tak sabar gadis cantik, keponakan dari Fathan yang bernama Silmi itu lansung saja nyerocos dan bercerita ihwal sikap kedua manusia berlainan jenis yang berdiri di hadapannya dengan wajah sungguh-sungguh dan sangat serius.

Ibunya Fathan tak bisa banyak bicara dan hanya mendesah berulang kali.

Dia memandangi putra bungsunya yang berdiri dengan raut santai dan seolah itu bukan hal yang perlu di besar-besarkan.

" Silmi.. Sudah ah jangan godain mereka terus.. "

Akhirnya wanita baya itu menanggapi celotehan gadis itu.
Karena tak bisa untuk berkata lebih.

" Tapi serius budhe..., "

" Sana mandi.. Sudah mau magrib kak Zuu saja sudah selesai dari tadi.. "

Silmi menurut saja.

Meski hatinya masih di liputi tanya penasaran yang sangat sekali.

Aneh saja menurutnya sikap mereka, seolah cinta yang di paksakan. Apa memang karena terpaksa???

Tapi dia tak berniat untuk membahasnya lebih jauh dan beringsut pergi ke kamar mandi.

" Zuu ke dapur dulu bunda, bantu si mbok nyiapin makan malam.. "

" Kamu jangan capek-capek Zuu.. "

" Enggak bunda.. "

Lalu dia segera beranjak pergi.
Tak mau berlama-lama duduk berkumpul dengan Fathan dan kedua orang tuanya yang hanya membuatnya merasa tak leluasa.
Terlebih sikap angkuh abahnya Fathan memaksanya untuk sedikit menghindari berinteraksi.

*****

Serasa terlepas dari berjuta-juta beban yang menghimpit di benaknya begitu Azzurra telah kembali pulang ke rumah orang tuanya.

Dua hari menghabiskan waktu berada di rumah mertuanya seperti berada di sebuah ruang yang memaksanya harus lebih exstra berlapang dada.
Karena sikap Fathan yang lebih seenaknya.

Dia bisa bersikap manis hanya karena atas kemauan Silmi keponakan yang begitu dia sayangi sepertinya, dan sikap ayahnya Fathan yang sedikit melukai sisi hatinya.

Meski harinya tak pernah lepas dari kata sedih namun dengan berada di rumahnya sendiri dia bisa sedikit leluasa bergerak dan tak perlu mendapatkan hal yang lebih pahit lagi selain dari suaminya.

Pukul 21.13 mereka baru sampai di rumah setelah lebih dari 9 jam perjalanan.
Cukup melelahkan.

Begitu berbasa basi dengan kedua orang tuanya Zurra langsung masuk ke kamar sementara Fathan masih asik ngobrol dengan abinya Zurra.
Dengan perasaan penat yang sangat wanita muda itupun merebahkan tubuhnya ke tempat tidur.

Sebentar dia pijit-pijit dahinya yang terasa nyut-nyutan.

Di pejamkannya matanya dan menarik nafas panjang.
Seperti ada satu hal yang membuatnya serasa berat di hati.

Teringat sosok laki-laki di rumah suaminya yang membuatnya sangat syok.

Laki-laki yang ibu mertuanya perkenalkan sebagai kakaknya Fathan.

Dia sedikit mengalami gangguan jiwa dan justru di kurung di rumah.
Bukannya di bawa ke pesikiater untuk membuatnya tak lebih parah dan merangkulnya memberinya exstra perhatian dan kasih sayang, namun justru mereka lebih menyibukkan diri untuk memperhatikan dan memperdulikan anak bungsunya Fathan.

Tak habis ngerti Azzurra dengan pola pikir kedua orang tua suaminya.

Pikiran Zurra menerawang.

Hendak dia tertidur karena kantuk yang mulai datang namun suara notifikasi pesan di whatsapp-nya memaksanya beringsut bangun dan meraih ponsel yang dia taruh di atas meja rias.

Sepasang matanya sedikit berpejar.
Ada ruas senyum yang menyembul meski hanya samar.

" Kakakku cantik udah nyampe rumah kan?? Kenapa diam-diam aja gak kasih tahu adek yang paling imut ini.. "

" Maaf Silmi kak Zuu lupa.. Iya kakak udah sampai rumah alhamdulillah.. Belum tidur ?"

" Gimana Silmi bisa tidur kalo kakak enggak kasih kabar udah sampai rumah dengan selamat ?"

Azzurra sedikit menahan senyum geli.
Silmi memang mudah sekali menularkan aura damai.

" Lebay. "

Balasan chat Zurra dengan menambah emoji senyum.
Silmipun membalas dengan emoji tampang konyol.

Lalu tertawa.

" Imie bobok yah kakak.., udah malam takut gangguin yang malam ini ada hajat besar bikinin Imie calon dedek kecil. "

" Iya Adik cantik.. Selamat malam yah, doain ajah semuanya berjalan lancar.. "

" Apanyaa?"
" Loh itu hajatannya.. "
" Eh iyaa.. "
" Oke bye kak Zurra.. "
" Bye.. Wassalam mualaikum.. "
" Wa alaikum salam.. "

Dan obrolan lewat chattingpun berhenti.

Azzurra tersenyum sembari menanggalkan hijab yang ada di kepalanya dan hendak menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badan setelah sebelumnya melepas gaun yang dia kenakan dan menggantinya dengan handuk berukuran besar yang cukup untuk menutupi sebatas dada dan pahanya hingga selutut ketika suara notifikasi selullernya kembali berbunyi.

Dia sempatkan untuk mengeceknya kembali karena dalam hatinya merasa jika itu masih ada kaitannya dengan Silmi. Dan dugaannya benar.
Sepasang mata wanita muda yang berwajah anggun dan cantik bersahaja itu membias bercahaya.

" Kakak Azzurra dalam tempo beberapa hari lagi Silmi akan datang berlibur ke tempat kakak. Bersiap-siap untuk menyambut yah karena Silmi udah resigh dari kerjaan dan hendak istirahat dulu sebelum mencari pekerjaan baru. "

" Iya adek sayang.. Kak Zuu pasti akan sambut dengan suka cita. Apa perlu sewa barongsai ?"

Emoji tertawa.

" Enggak perlu se riweuh itu yang penting dengan sepenuh hati menyambutnya.. Hehehe.. "

" Iyaa.. "

" Yaudah kalo gitu silahkan kak Zuu bersih-bersih badan sebelum ke peraduan.. "

Azzurra agak tertawa lirih.
Ingin dia membalas dengan kalimat candaan, 'kok tahu??' namun ada rasa sungkan dan malu karena bukan kebiasaan untuk bercanda terlalu.

" Heum.. Iya adek Silmi.. "

" Ok ."

Setelahnya Zurrapun beringsut pergi ke kamar mandi yang terletak di kamar pribadinya.

Kisah Sedih AzzurraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang