Part 05

934 86 5
                                    

Author

Pagi itu nampak sangat keteteran Azzurra mempersiapkan dirinya untuk mengikuti apel pagi di kantornya.

Hari senin adalah hari yang sangat melelahkan untuknya karena tugas-tugas kantor yang menumpuk dan belum jika bos harus memintanya untuk menemani seminar.

Azzurra kenakan jaket parasutnya yang berwarna pink muda sebelum dia pamitan sama Abi dan Uminya untuk berangkat kerja.
Mencium tangan adalah hal wajib yang tak boleh terlupakan dan telah menjadi hal yang biasa Azzurra lakukan dari dia berusia dini.

" Zuu berangkat dulu Abi, Umi.. Assalam mualaikum.. "
" Hati-hati di jalan Zuu.. hari Senin biasanya lalu lintasnya padat.." Berkata sang Umi sebelum Azzurra beringsut pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Azzurra menganggukkan kepalanya mengiyakan. Barulah setelah itu Uminya membalas ucapan salam putri satu-satunya tersebut di ikuti oleh Abinya.

" Wa alaikum salam.. "

Sembari keduanya mengikuti langkah kaki anak gadisnya itu sampai di depan pintu utama.

Selesai pamitan gadis itupun agak tergesa-gesa menuju ke motor maticnya yang terparkir di depan rumah.
Untung si mba yang sudah bertahun-tahun membantu mengurusi pekerjaan rumah itu sudah membukakan pagar pintu. Jadi sedikit waktu bisa terselamatkan tanpa harus susah-susah dia menggeser pagar pintu rumah kedua orang tuanya yang cukup besar dan berhalaman lumayan luas.

Gadis itu mengulum senyum hangat  ke arah wanita yang berusia sekitar 40 tahunan itu sebagai ungkapan terima kasih sebelum kemudian memakai helmnya.

" Makasih mba.. Zuu berangkat dulu yah.. "

" Hati-hati di jalan non.. "

" Iya mbaa..Assalam mualaikum.. "

" Wa alaikum salam.. "

Motor yang di naiki Azzurrapun mulai berjalan meninggalkan halaman rumah.
Jalanan yang sedikit ramai oleh bermacam-macam kendaraan membuat Azzurra sedikit mengurangi laju motornya.
Biarlah jika terpaksa tak mengikuti apel pagi karena jarak tempuh dari rumah untuk sampai di kantor juga cukup jauh.

Angin berhembus dengan lembut menerpa wajah dan kulit tubuhnya yang halus di pagi itu.
Cuaca di saat itu lumayan agak mendung. Dan seperti akan turun gerimis . Dan semakin jauh laju motornya Azzurra membelah jalan raya.

Hingga setelah hampir setengah jam perjalanan akhirnya diapun sampai juga di depan kantornya.
Dengan tergesa dia parkirkan motornya dan menguncinya.

Kemudian sambil tergopoh-gopoh memasuki ruangannya dengan tas yang dia bawa di punggung.
Buru-buru melepas jaket yang membalut badannya dan meletakkannya di punggung kursi setelahnya dia segera berlari untuk mengikuti apel pagi.

*******

" Pagi Zurra.. "

Sebuah saapan dia dapatkan dari gadget yang waktu itu tergeletak di atas meja, saat dia telah berada di ruang kerjanya.

Azzurra hanya melihat dari layar di atas sepintas. Dari nomer yang tak di kenal. Tadinya dia tak acuh dengan pesan itu. Namun karena pesan itu sudah seperti membentuk sebuah musik dia mulai merasa terganggu. Sedikit penasaran dia raih benda itu dan mulai membukanya.

Dan ternyata pesan itu berasal dari nomer yang asing yang sama sekali tak di kenalnya.

Dia letakkan kembali gadget itu di atas meja dan melanjutkan kesibukannya. Banyak tugas yang harus di selesaikan. Berkas-berkas laporan keuangan yang harus segera dia serahkan ke pusat juga berkas lain yang benar-benar telah menyita pikiran.

" Udah mulai sibuk dengan kerjaan ?"

Kembali satu pesan masuk dan sekilas Azzurra membacanya.
Dia acuhkan saja karena merasa tak kenal.

" Hei.. kenapa sapaanku kamu acuhkan Zurra ?"

Kesekian kalinya gadis itu menatap layar gadget.
Melihat beberapa pesan yang membuatnya mulai sedikit terganggu.

Siapa orang itu?

Dari mana dia tahu nomer Zurra yang sejatinya hanya keluarga serta teman dekat yang tahu..

Bermacam-macam keheranan mulai melingkupi pikirannya.

Azzurra bukan gadis yang terbiasa bergaul dengan kaum adam.
Sedari kecil dia telah di biasakan orangtuanya untuk menjauhi mereka dan menjaga jarak.
Alasannya karena tak ingin merusak kepribadian dan merusak harga dirinya serta yang paling utama adalah menjaga nama baik keluarga yang memang jelas-jelas berasal dari keturunan ulama besar.
Menjaga pergaulannya dan membangun image sebagai putri dari seorang ulama yang di segani.

Dengan agak takut-takut Zurra mencoba membalas isi pesan yang masuk terakhir kali.

Kalau memang dia hanya laki-laki iseng bisa langsung dia acuhkan dan memblokir nomernya.

" Maaf ini siapa ?"

Isi balasan pesannya.

Tak di sangka hanya dalam hitungan detik langsung kembali terbalas.

" Dari hamba Allah yang sangat mengagumi kecantikanmu Azzurra.. kamu pasti tahu siapa saya.. Fathan.. "

Gadis itu langsung meletakkan gadgetnya di meja.
Mendesah sembari memegangi kedua pipinya dengan siku yang bertumpu di meja.

" Ya Allah.. jika saja abi dan umi bisa mengerti perasaan Zurra.. bukan dia yang terbaik.. Zurra bisa rasakan.. "

" Hei.. "

Satu pesan masuk lagi.

Azzurra mulai gerah.

Dia laki-laki yang terlalu menilai wanita dari fisik luar.
Membayangkan saat pertemuan malam itu, sorot matanya membuat dia bergidik takut.

" Iya.. kak Fathan.. maaf Zurra sedang sibuk sekali hari ini.. banyak tugas-tugas penting harus di selesaikan.. wasalam mualaikum.. "

Dengan hati yang di penuhi rasa tak enak dan perasaan tak nyaman Azzurrapun kembali meraih berkas tugasnya yang masih butuh kejelian dan fokus sepenuhnya untuk menyelesaikannya.

Dia hanya menggelengkan kepalanya sembari sibuk dengan pekerjaan.
Mencoba membuang ingatannya dari sosok Fathan yang menurutnya lebih seperti laki-laki ganjen.

Kisah Sedih AzzurraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang