part 25

680 56 42
                                    

Azzurra

Jarum jam telah menuju ke angka 06.00 wib saat aku sudah mulai sibuk dengan rutinitasku dirumah. Hari ini hari dimana aku bisa menghabiskan waktuku untuk berkumpul dengan keluarga setelah 5 hari berkutat dengan pekerjaan kantor.

Memasak sebenarnya adalah hal yang paling aku suka. Namun entah kenapa aku masih tak percaya diri untuk melakukan itu, karena juga selama ini lidah orang rumah sudah terbiasa dengan masakan yang diracik sama si mbanya yang bekerja dirumah untuk bantu-bantu. Dalam hal memasak juga tak ketinggalan. Jadi aku hanya bisa sekedar bantuin mbanya buat mengupas atau iris-iris apapun itu, terkadang juga bantu untuk menumis. Selebihnya semua si mba yang mengerjakan.

" Zuurra.."
Dari dalam kamar Umi kudengar suara panggilan yang cukup jelas menyebut namaku. Aku tergesa menuju ke kamar dari asal suara itu.. nampak Umi masih terbaring dengan tasbih terselip diantara jari-jari tangannya yang tertangkup didada.

" Umi memanggil Zuu..?" Bertanyaku mendekat kearah beliau yang memandangiku dengan wajah sayu.
" Abi kamu manaa..?"
" Lagi keluar Umi..mungkin ke pesantren.. Umi butuh apaa, biar Zuu yang lakukan.."
" Tidak Zuu.. Umi hanya merasa tak enak badan.. Umi lihat tadi Abi kamu masih asik baca-baca disebelah tempat tidur..kog tau-tau sudah pergii.."

Aku hanya bisa menghela nafas panjang. Abi memang tak begitu memperhatikan Umi. Beliau benar-benar hanya sibuk dengan dunianya dan kesibukannya sendiri.

Kupijit-pijit kaki Umi yang terasa begitu ringkih dan kurus. Tak tega aku melihat itu semua. Sementara Abi dengan egoisnya hanya memperdulikan murid-murid mengajinya. Apa harus seperti itu menjadi sosok ulama yang banyak murid????

Sampai keluargapun tak diperdulikan sama sekali. Hingga jatuh sakitnya Umi-pun Abi terlihat datar-datar aja reaksinya. Tak menunjukkan raut kecemasan atau kuatir.

" Umi kan masih ada Zuu.. Zuu akan temani Umi sepanjang hari ini.. Nanti biar Abi, Zuu yang tegur.. keseringan membiarkan Umi sendirian.."
Berkataku dengan rasa yang menyesak didada. Ingin aku marah dan memprotes cara memperlakukan dan sikap Abi yang selama ini sebenarnya telah begitu mengusik hati dan benaknya. Namun semua itu hanya bisa Zuu pendam dihati saja meski sangat menyiksa dan membuatnya hampir gila jika disaat-saat tertentu apa yang Abinya lakukan terhadap Uminya. Seharusnya bukan seperti itu yang ada. Mereka hidup berumah tangga sudah sekian tahun. Bahkan dari Zuura belum lahir hingga sekarang berusia 25 tahun.

Aku masih asik menikmati, membaca buku Erbe sentanu sembari menemani Umi yang kembali khusuk dalam zikirnya ketika si mba muncul dari balik pintu setelah terlebih dulu terdengar suara ketukan beberapa kali dari arah pintu.

Tok tok tok

" Iyaa mbaa..."
" Hapenya non Zuu bunyi terus dari tadi.."
Begitu kata si mba memberitahu. Akupun mengangguk. Pamit sama Umi sebentar sebelum akhirnya beringsut pergi dari situ dan menuju kekamar pribadiku.

Hape yang sedari tadi tergeletak diatas meja yang masih aku isi batraipun aku cabut dari colokannya dan memencet tombol panggilan diterima.
Sepasang mataku sedikit berbinar, melihat deretan huruf yang tertera dilayar hape.

" Kak Zuu.."
Dari seberang telefon nampak suara lirih merdu yang sejenak membuat dadaku menggeliat. Suara itu, suara milik Silmi..

" Silmi..ada apa? Abah sama Bunda baik-baik aja kaann..?" Bertanyaku dengan hati yang diliputi sedikit kecemasan.
Karena kak Fathan dari yang kemaren pamit untuk pulang ke rumahnya hingga kini belum kembali.

" Iisshh kakakkk...belum-belum udah parno pertanyaannyaa.. aku ada didepan rumah kak Zurraa.."

Aku sedikit terbengong dengan isi dikepalaku yang masih sedikit goyah.

(Untuk mencerna ucapan Silmi butuh waktu sejenak).

" Maksudnya gimana.., kak Zuu belum paham.."
Rona diwajahku mungkin terlihat polos. Entahlah..

" Ya allah kakakkkkk.. ini Silmi ada digerbang depan rumaaahh.. mau berapa lama lagi dibiarin disini??sampai gosong??"

Aku tersenyum dan sedikit menahan tawa.

" Astagfirullohh... Silmii,, maaf kak Zuu agak ngeblank ini..yaudah kakak ke depan.."
" Heum. Cepetan!"

Aku tergesa menuju pintu utama rumah untuk kemudian menghampiri pintu gerbang yang masih tertutup.
Dengan langkah kaki yang kupercepat, tergesa kubuka gerbang rumah yang sebenarnya tak terkunci. Hanya tertutup rapat saja.

" Kak Zuuu...!!"
Begitu pintu terbuka, langsung terlihat sosok gadis itu yang dengan senyum lebarnya nampak berdiri dengan sebuah ransel cukup besar terjinjing dipunggungnya. Senyum lebar yang begitu menawan menurutku.

Aku tersenyum penuh suka cita. Begitu saling berhadapan kitapun reflek saling berpelukan. Melepas kangen setelah lama tak bertemu.

" Masuk adek.. kenapa cuma berdiri didepan aja? Padahal pintu engga dikunci lohh.."
Berkataku sembari mengajak Silmi untuk masuk.
Gadis itu tertawa-tawa saja.
" Aku sengaja, biar kak Zuu jemput aku disini.."
" Manjaa.."
Kataku sedikit menahan senyum.

Silmi kembali tertawa.
Sembari mengerling jenaka. Aku hanya menggelengkan kepala, menahan senyum sembari menuntun tangannya untuk mengikuti langkah kakiku menuju ke dalam rumah. Aroma wangi yang sama yang dulu pernah begitu lekat di indera penciumanku. Semerbak harumnya yang sempat membuat terpana..

" Apa kabarnya Abah sama Bunda Silmi..?"
" Baik.., alhamdulillah baik kakak.."
" Mama papa Silmi??"
"Sama kakak.., enggak kurang satu apapun.." Aku senyum.

" Kakak tambah cantik dari yang terakhir Silmi ketemu.." Tertawanya sambil sedikit mengerlingkan mata. Aku hanya menahan senyum saja, memperhatikan gerakan mata dan bibirnya yang menurutku disitulah letak pesonanya yang pastinya banyak membuat laki-laki jatuh cinta. Selain gestur badannya. Gerak geriknya yang enak di pandang, bikin gemes. Dia pandai mencuri hati orang.

" Udah jangan belajar ngegombal yahh, nanti kak Zuu enggak bisa bobo pules lohh.."
Bercandaku sembari terus menuntunnya ke dalam rumah. Manja sekali perilaku Silmi selama ayunan langkah kaki kita.
" Aku enggak bisa ngegombal lohh.. eh tapi kalo kak Zuu bilang seperti barusan, senengnyaa akuu.." Ujarnya sedikit berbisik-bisik di telinga. Hingga merinding yang aku rasakan. Bukan apa-apa, suaranya yang begitu berbeda. Entah apa..
Aku merasa ada yang membuat hatiku menghangat saat ini.
Jujur kehadiran Silmi memberikan semangat untuk aku melewati setiap menitku yang terkadang begitu melelahkan dengan banyaknya beban yang ada di hati.

Aku merasa Allah masih memberiku sedikit bahagia dengan mendatangkan dia di tengah-tengah konflik rumah tanggaku bersama kak Fathan.

Kisah Sedih AzzurraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang