35

78 14 0
                                    

" Sayangg... Kamu kenapa..??"

Dari arah pintu Fathan datang dengan muka pucat serta langkah kakinya nampak tergopoh-gopoh dengan tubuh gemetar. Sepasang matanya langsung tertuju ke arah sudut ruangan kamar. Menyaksikan sosok istrinya yang terasa begitu asing memandanginya. Fathan nampak gugup dan panik saat hendak dia meraih tubuh Azzurra, namun Silmi lebih sigap lagi, sontak mendorongnya dengan sekuat tenaga dan menarik kasar tangan laki-laki itu untuk segera keluar dari kamar.

" Kamu apa-apaan Silmi..?? Dia istriku..!"
" Masih bisa kak Fath sebut dia istri??? Ke mana aja kakak sampai kejadian itu bisa menimpa kak Zuu di dalam rumah dan mirisnya di kamar pribadi kalian sendiri???? Apa kakak enggak merasa telah melakukan sesuatu pada kak Zuu??? Jangan pernah lupa kak Fathan, adik kakak ini lulusan hukum. Silmi suruh kakak pulang untuk bertanggung jawab atas semuanya, bukan untuk mendekati kakakku!!"

" Kak Fathan juga kakak kamu kan Silmi..dan Azzurra itu istri kakak.."

" Kamu bukan kakakku!!"
" Terlalu berharga untuk aku panggil manusia jahat dan biadab sepertimu dengan sebutan itu. Bahkan jika kamu ingin memutuskan persaudaraan pun aku enggak akan pernah menyesal sedikitpun Fathan.!"

Bergetar tubuh Silmi saat mengucapkan kata-kata itu. Nampak rona kemarahan dan lelehan air mata kepedihan dan luka yang tak terbendung lagi jelas tergambar di  raut wajah cantiknya. Dengan sorot mata berapi-api Silmi awasi sosok Fathan yang berdiri dengan sikap sedikit serba salah dan nampak panik. Begitu penuh kebencian dan rasa jijik.

" Kamu kan enggak tau yang menimpa Azzurra itu kesalahanku. Kenapa kamu bisa melempar itu ke aku Silmi??"
" Kamu itu suaminya.! Tiap malam selalu pergi dan senang-senang dengan perempuan-perempuan jalang di luaran sana, apa kamu pikir aku enggak tau???!"
" Aku bukan gadis kecil yang masih polos dan lugu. Jangan lupa, umurku udah hampir 24 tahun. Aku udah cukup tau untuk merasakan sesuatu yang tak pada tempatnya. Aku emang bagian dari keluarga kamu, tapi untuk sebuah kesalahan besar seperti yang kamu lakukan, aku sama sekali enggak akan memihak! Kak Zuu perempuan, Silmi jugaa..!!" Hardiknya dengan suara yang cukup keras.

" Kamu itu bertanggung jawab sama kelangsungan hidup kak Zuu. Kamu suaminya. Kalo memang enggak ada cinta lebih baik ceraikan dia daripada kamu sakiti dan kamu perlakukan seperti ini Fathan..!! Iblis kamuu..!!"

Menangisnya tersedu-sedu menahan perasaan sakit yang sangat. Dia tak menyangka, lelaki yang dulu begitu di sayangnya yang begitu di idolakanya, ternyata tak lebih hanyalah pecundang yang bermental bajingan. Manusia laknat yang berkedok sok agamis dan penuh sopan santun. Nyatanya di luar rumah tingkahnya lebih menyerupai binatang. Bahkan seekor binatang pun akan menjaga anak istrinya dari siapapun yang mengganggunya.
Bukan malah membiarkan dia celaka.

" Mulai sekarang, jangan berani-berani kamu dekati kak Zuu, atau kamu akan berhadapan sama akuu..!!"

Setelah itu Silmi melangkah pergi meninggalkan Fathan yang berdiri diam di samping  teras rumah depan. Sementara Silmi berjalan masuk ke dalam  rumah dan kembali ke kamar. Dengan gerakan perlahan dia buka pintu dan menutup pintu kamar kembali setelah dia masuk. Itupun dengan pelan-pelan. Takut jika Azzurra kaget. Sepersekian menit Silmi hanya terdiam memandangi Azzurra yang terduduk dengan muka pucat dan tatapan yang kosong.

" Kakak istirahat yahh..."
" Umi enggak ada yang jagain.. aku enggak sanggup ke Sanaa.."
Silmi terperangah.
Tak menyangka Azzurra akan bisa berkata-kata lagi setelah dari tadi hanya terdiam dan membisu. Dengan spontan Silmi raih jemari-jemari Azzurra dan merengkuhnya hangat. Bersimpuh di hadapannya dengan sepasang mata yang berkaca-kaca.

" Kak Zuu tenang yahh, Silmi yang akan rawat Umi.." Senyumnya tulus. Azzurra hanya menatapi gadis itu dan kembali menunduk. Merapatkan tangan-tangannya di antara kedua paha dengan kondisi badan yang masih gugup dan gemetar.

" Jangan bilang ke Abi apa yang terjadi.. diapun enggak akan perduli.. aku udah selesaikan tugas sebagai anak.. aku udah rusak. Aku udah hancur.. Abi pasti puas melihat pengorbanan aku ini..."
" Kakak..."
Silmi dekap Azzurra dan menangis lirih.
" Silmi janji akan lindungi kak Zuu.. percayalah.." Azzurra senyum. Namun senyuman itu sudah terasa aneh. Bahkan cara dia memandangi Silmi pun sudah tak seperti biasanya.

" Silmi ke kamar sebentar buat jenguk Umi yah.. kakak baik-baik aja di sini.." 
Azzurra hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Hanya itu.
Tanpa berkata-kata lagi. Hanya sepasang matanya menyiratkan luka yang sangat dalam. Ada butiran-butiran air yang jatuh dari kelopak matanya. Dan Silmi bisa mengerti tentang rasa sakit Azzurra yang sangat dia rasakan. Sakit yang saat ini menjadi prioritasnya untuk dia sembuhkan perlahan. Dengan perasaan iba Silmi hanya sanggup memberi sebuah senyum dan kecupan sayang di punggung tangan Azzurra sebelum dia berlalu dari kamar.

Di sepanjang langkah kakinya, gadis itu masih merasa tak percaya dengan semua yang terjadi. Lebih tak percaya lagi dengan sosok Fathan yang selama ini dia tau begitu penyayang dan suka anak kecil. Yang begitu menaruh hormat pada ibundanya dan sangat-sangat menyayangi beliau. Namun dia bisa sebejad itu memperlakukan seorang istri yang menurutnya sudah sangat sempurna. Seperti sebuah mimpi buruk yang sama sekali tak pernah dia sangka-sangka. Keluarga yang begitu kental terbalut kereligiusan sebuah agama, yang begitu sangat menjunjung tinggi sebuah martabat dan harga diri. Ternyata dalamnya sangat bobrok dan penuh duri. Bahkan seorang kiai yang begitu menjadi panutan di masyarakat dan anak santrinya yang begitu berwibawa dan di segani, di hormati semua orang di luaran sana karena nama besar dan kedermawanannya, menyimpan sisi buruk yang keluarga saja yang tau. Dan hebatnya orang-orang di dalamnya mampu menerima itu dan menutupinya demi nama baik. Demi memperjuangkan sebuah gelar dan menjaga harga diri sebagai panutan. Meski tertekan meski tersiksa meski tersakiti sampai bertahun-tahun dan tetap bertahan dengan semua itu. Hanya untuk satu orang yang begitu egois mementingkan diri sendiri dan menjaga keharuman nama besarnya, tanpa memperdulikan sikapnya yang sudah sangat melukai anak dan istri. Dia rela ngelakuin semua itu tanpa berani protes atau berontak. Miris sekali..

Kisah Sedih AzzurraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang