Di malam purnama yang indah ini, aku tengah berdiri di ujung tebing yang tinggi. Terjal dan juga curam. Bagaimana tidak, di bawah tanah tebing yang kupijak ini, terdapat laut luas membentang.
Siap memelukku dalam keadaan basah dan menenggelamkanku ke dasar dengan suhu dingin di malam yang sendu ini. Entah apa yang ada di pikiranku.
Apa aku akan berakhir di dalam bawah air itu?
Mungkinkah ini mimpi?
Kulihat kedua kakiku dengan rasa takut. Tanpa alas sendal ataupun sepatu, kakiku tetap berpijak.
Apakah ini nyata?
Aku bisa melihat kakiku berpijak di ujung tebing. Kakiku tak bisa bergerak sedikit pun, apa karena kakiku gemetar takut untuk melangkah, menyelamatkan diri dari maut di ujung tebing ini?
Atau akan ada seseorang dari belakang, menarikku dengan cepat sebelum aku terjatuh ke bawah laut, dan seseorang itu akan memelukku karena aku tak pulang ke rumah malam ini?
Aish, berhentilah berhalusinasi seperti itu, mana mungkin itu akan terjadi padaku.
Sekarang, sedikit demi sedikit, tanah yang kupijak mulai terkikis. Berjatuhan bagai butir debu ke bawah sana. Diterimanya oleh laut dengan bunyi gemuruh gelombang.
Apa sebenarnya yang ingin aku lakukan di sini?
Menenggelamkan diri?
Atau hanya ingin memandangi indahnya kanvas kegelapan yang tengah memperlihatkan begitu indahnya ciptaan Sang Pencipta?
Tapi jika alasanku di sini bukan di antara dua pemikiranku tadi, kenapa aku tidak segera pergi dan kembali pulang?
Entahlah, seakan-akan aku terkekang di atas sini. Aku tak bisa berbalik dan berjalan menjauh untuk kembali pulang. Aku merasa ragu untuk mengambil langkah mundur dan berbalik pergi.
Bulan bersinar terang dan bintang menyebar, menghiasi malam yang gelap dan juga sunyi. Ditambah dengan lampu-lampu remang, yang menghiasi tepian pantai di bawah sana.
Dengan semilir angin malam yang mengusik tubuhku, yang tengah mematung di ujung tebing maut ini, rasanya aku tak ingin berpaling pergi dari tempat yang bisa menjatuhkanku kapan saja.
Kulirik rembulan yang tengah bersinar. Kugapai perlahan bintang yang berkelap-kelip dengan tanganku. Ya, memang, bintang itu tak 'kan bisa kuraih dan kupegang sebab dia berada di tempat yang sangat jauh dariku.
Aku mengedipkan sebelah mataku agak lama, dan aku mendapati bintang itu dengan jari jempol dan telunjukku yang membentuk capitan.
"Aku mendapatkanmu walau hanya dalam anganku, bintang kecil," gumamku.
Kubuka kembali mataku yang terkedip tadi dan tersenyum kecil. Tanganku yang membentuk capit kini berubah menjadi lambaian tangan. Kuturunkan perlahan tanganku ke sisi tubuhku.
Tiba-tiba, kurasakan kakiku mulai melemas karena yang kupijak saat ini hanyalah tanah yang terus terkikis, yang siap menerjunkanku tanpa aku ketahui nanti atau sekarang. Entah kenapa, aku begitu nyaman berdiri di ujung tebing ini.
Mungkinkah aku akan menjatuhkan diri ke air itu?
Kulihat dengan ketakutan saat gelombang laut yang terus bergulung dan menabrak tebing bagian bawah. Itu membuatku menelan ludahku sendiri, karena pemandangan dari atas sini membuatku gemetar. Tanganku mendingin dan kakiku rasanya ingin bersimpuh pasrah.
Apakah aku depresi?
Selama ini aku selalu sedih, tapi aku tak tahu apa sebabnya. Ah, mana mungkin hanya masalah itu aku menenggelamkan diriku sendiri ke bawah sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
I AM MERMAID [END]
FantasyApa yang terbesit di pikiranmu ketika mendengar Putri Duyung? Sebagian pasti mengira kalau putri duyung itu hanyalah sebuah mitos belaka atau misteri yang masih belum terpecahkan, karena manusia baru mencapai beberapa persen dalam menjelajahi lautan...