Mermaid.5

595 45 0
                                    

Pagi-pagi begini kalau masih ada Ayah dan Ibu, pasti mereka marahin Kakak. Soalnya, kalau Kakak gedor pintu suka rusak dan harus panggil tukang betulin pintu seminggu sekali.

"ADEK!" panggil Kakakku sambil berteriak, lagi.

"IYA, KAKAKKU SAYANG. ADEK UDAH BANGUN, ADEK JUGA LAGI SIAP-SIAP HIH!" sahutku sambil berteriak juga. Lama-lama aku pingin ajak Kakakku baku hantam aja.

"ADEK! KALAU UDAH KITA SARAPAN!" teriaknya lagi. Aku hanya bergumam 'iya'. Aku malas berteriak.

Kini, aku sudah selesai bersiap dan aku pun membuka pintu kamarku. Di depan pintu kamarku masih ada Kakakku yang tengah berdiri menungguku.

"Kenapa?" tanyaku datar. Kakakku menghela nafas kasar lalu menghembuskannya kembali.

"Enggak, ayo kita sarapan," jawabnya. Aku pun berjalan bersama Kakakku untuk ke dapur.

Mungkin dua puluh persen kami sarapan. Tapi, delapan puluh persen kami berdebat di saat sarapan.

"Kak, Kakak kenapa? Tampak sedih je," tanyaku dengan logat bahasa Malaysia bak Upin & Ipin.

Kakakku memijat kepalanya sebentar lalu kembali menyantap sarapannya.

"Diam ya, jangan bikin darah Kakak naik," jawabnya sambil menatap tajam aku yang sedang tersenyum berseri-seri.

"Kalau naik, kenapa gak diturunin lagi? Kakak ini yang gitu aja dipikirin secara detail. Lama-lama Kakak migrain tau," ucapku. Kakakku kini menatap aneh aku.

"Dek, kamu belum minum obat pereda bobrok 'kan?" tanya Kakakku tak kalah aneh dari kalimat bicaraku tadi. Aku baru saja ingin menjawab, Kakak langsung menyahut kembali.

"Pantas saja, otakmu jadi hilang ke bulan," sahutnya sambil memegang dahiku yang baik-baik saja dan enggak demam.

"Daripada Kakak baca buku tentang cinta terus sampai tengah malam. Itu manfaatnya apa, jomblooo?" tanyaku sambil mengepal tanganku kesal. Tatapanku mendekat ke wajah Kakakku. Ergh, geramnya.

"Ya manfaatnya menghalu lah," jawabnya santai sambil mengangkat kedua telapak tangannya bersamaan dengan bahunya yang terangkat juga.

"Aku salah apa punya Kakak seperti Kak Aril?" batinku mengumpat sambil mendatarkan senyumku.

"Udah, daripada debat begini kita bawa aja sarapannya terus pergi berangkat sekolah. Kita hampir telat," ucap Kakakku sambil mengambil kotak bekal untuk membekal sarapannya. Kakakku segera menyiapkannya ke dalam kotak bekal untukku satu dan untuknya satu.

Aku mengangguk dan segera menggendong tasku dengan terburu-buru. Karena jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lebih sepuluh menit. Aku tak lupa memasukkan kotak bekal itu dan segera berangkat bersama Kak Aril.

---

"Belajar yang benar, jangan menghalu terus. Jangan keseringan baca buku cinta. Kurang-kurangin ya Kak, takut ada ujian dadakan. Nanti kalau misalkan ada soal yang suruh Kakak bikin pidato, nanti Kakak malah bikin puisi cinta," celotehku sambil menatap Kak Aril yang tengah duduk di atas jok motor dengan kedua tangannya yang terlipat di atas helm miliknya.

Mode nyimak Kak Aril aktif.

"Iya, iya. Kakak kurang-kurangin deh. Kamu juga yang benar belajarnya. Nanti kalau misalnya ditanya soal sejarah negara eh malah bahas sejarah putri duyung," balas Kakakku tak mau kalah sambil tertawa.

Aku tersenyum kecut sambil mencubit pipi Kakakku. Sekali-kali aku yang cubit. Jangan Kakakku terus. Lama-lama merah pipiku karena banyak bekas cubitan jari tangan Kakakku.

"Aduh! Udah berani cubit ya? Awas! Nanti Kakak balas," ucap Kakakku. Aku pun berlalu pergi beberapa langkah lalu kembali berbalik menatap Kakakku.

"Kenapa lagi, huh?" tanyanya dengan emosi.

I AM MERMAID [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang