Kini jam sudah berlalu dengan cepat. Aku dan Jack menenangkan diri di lorong yang jarang dilalui oleh orang-orang. Sepi dan nyaman. Aku bisa mendengar suara angin berbisik di telingaku yang tertutup oleh helai-helai rambut hitamku.
Kami saling menatapi lapangan yang menjadi jalur lalu lalang para siswa dan siswi. Kedua mata kami terkunci, fokus menikmati pemandangan pepohonan rindang yang tinggi menjulang di sekitar lapangan.
Aku melipat kedua tanganku di tumpuan jendela lalu menyandarkan pipiku di telapak tanganku. "Eddelwiss, kenapa Venus memanggilmu Wissa?", tanya Jack tiba-tiba.
Jujur, aku terkejut ketika dia bertanya seperti itu. Tapi aku berusaha untuk menutupinya. Aku hanya menatap kosong lapangan yang berada di bawah sana. "Entah, aku juga tidak tahu", jawabku.
Sebenarnya, nama Wissa itu tidak terlalu penting. Tapi, karena nama Wissa itu aku pakai untuk memperkenalkan diriku pada duyung lain maka aku tidak ingin Jack tahu akan hal itu. Bisa saja aku bertemu dengan duyung lain di sini dan mereka memanggilku dengan nama Wissa. Dan Jack akan tahu kenapa sebagian orang memanggilku Wissa.
Kalau memakai nama Wissa saja aku setengah mati untuk menutupi alasannya kenapa, akan lebih gawat lagi jika aku mengenalkan nama asliku pada duyung lain. Ah, aku akan menutupinya mati-matian kalau begitu.
Jack pun menyenderkan badannya ke dinding. Sunyi kembali mengisi di antara kami. Hanya ada desiran angin mengusik pipi.
Sekelebat burung terbang melewatiku dengan cepat. Aku langsung melirik ke burung tersebut. Dia sudah terkapar lemah karena menabrak dinding.
Kulihat ada sobekan kertas yang diikat di kaki burung itu. Aku mencoba mendekat, membuka kaitan tali itu dan mengambilnya. Setelahnya, burung itu berubah menjadi asap dan hilang dalam sekejap.
Aku terkejut ketika burung itu menghilang. Aku segera melirik Jack yang ada di belakangku. "Kenapa kamu terkejut seperti itu?", tanya Jack sambil menatapku.
"Tadi ada burung yang terbang ke sini, lalu dia menabrak dinding dan sekarang dia menghilang menjadi asap", jawabku lalu berdiri tanpa mengalihkan pandanganku darinya.
Alisnya menurun. "Apa yang kamu bicarakan Eddelwiss? Tidak mungkin ada burung yang bisa terbang menembus jendela", ucapnya.
"Apa kamu tidak melihatnya terbang di sisi matamu Jack?", tanyaku sambil menyentuh sisi mataku. Dia menggeleng perlahan, pertanda dia memang tak melihat burung itu melesat di dekatnya.
Apa?Dia sedari tadi tidak melihat burung itu?
Kenapa bisa?
"Eddelwiss?", panggilnya.
"Apa ada masalah yang terjadi?", tanyanya.
"Ah, aku gak apa-apa. Aku baru ingat sesuatu, aku ke kelas duluan ya", Jack mengangguk lalu aku pun melangkah pergi dari lorong itu. Menuju ke kelas untuk menyatukan kembali sobekan petunjuk dari burung itu.
Aku masih bertanya-tanya. Kenapa Jack tidak bisa melihatnya?
---
"Hm, coba kita satukan", aku mulai menata sobekan-sobekan itu seperti keping puzzle. Tak lama, aku sudah menyatukan semua sobekan yang ada. Dan mulailah nampak beberapa kalimat tertinggal di sana.
"Satu detik, menetes percikan darah"
"Satu surat, di kala kau lengah"
"Satu petunjuk, di kala kau terlelap"
"Suatu hari, aku akan menculiknya"
"Ini bukan mimpi, ini nyata!"
"Lindungi dia sebelum Sang Kegelapan melahap jiwanya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I AM MERMAID [END]
FantasyApa yang terbesit di pikiranmu ketika mendengar Putri Duyung? Sebagian pasti mengira kalau putri duyung itu hanyalah sebuah mitos belaka atau misteri yang masih belum terpecahkan, karena manusia baru mencapai beberapa persen dalam menjelajahi lautan...