BAB 20|| PENDEKATAN DION

5.3K 446 4
                                    

OJEK yang mengantar Nara pulang kerumah, berhenti tepat di halaman rumah Nara. Wanita itu melihat sebuah mobil terparkir tak jauh dari depan rumah nya, kening nya berkerut saat melihat Dion berdiri di depan pintu. Kemungkinan tengah menunggunya.

Saat melihat sebuah motor berhenti tak jauh darinya, Dion bergegas mendekat dan mendapati Nara disana. Dia membantu Nara menurunkan beberapa.belanjaan nya.

"Mas Dion kenapa disini?" Nara bertanya dengan bingung. Seingatnya dia tak memiliki sift di restoran sekarang.

"Saya cuma mau main." Dion menjawab sambil tersenyum, mengambil alih belanjaan Nara di tangannya.

"Ah... Ha ha." Nara tertawa dengan pelan-kaku seperti ucapan Dion itu adalah sebuah lelucon. "Ini, pak." Dia memberikan ongkosnya pada tukang ojek.

Setelah mengucapkan terima kasih, tukang ojek itu melajukan motornya pergi dari rumah Nara. "Biar saya aja yang bawa, Mas." Nara tak enak, dia hendak mengambil kembali belanjaannya di tangan Dion, tapi lelaki itu menghindar.

"Gak pa-pa, Na. Saya bawakan."

Nara mengangguk kaku, mengeluarkan kunci rumah dari dompetnya dan membukakan pintu rumah.

"Sini, mas. Taruh disini aja."

Dion menurut, dia menaruh kantung belanjaan itu diatas meja ruang tengah. "Mas Dion nya duduk dulu aja. Saya buatin minum." Lagi, Dion mengangguk lalu duduk diatas sofa.

Nara melenggang pergi menuju dapur dengan membawa kantung belanjaan, dia mengambil gelas dalam rak dan membuatkan secangkir kopi untuk Dion.

Tak butuh waktu lama hingga Nara kembali dengan cangkir di tangan nya. "Minum, Mas. Maaf saya cuma punya ini."

"Gapapa kok, Na." Senyum Dion begitu lebar hingga sudut matanya menyipit.

Nara mengangguk, dia duduk di sofa yang sama dengan Dion.

"Askanya dimana? Sekolah?" Tanya Dion dia celingak-celinguk mencari keberadaan Aska.

"Aska dibawa papa-nya." Jawab Nara, tak menyadari sesaat setelah mendengar kalimat Nara, tubuh dion menjadi kaku.

"Pa-papa?" Beo Dion. "Kamu menikah?"

"Ha ha ha." Nara tertawa, tawa canggung. "Papanya Aska bukan berarti suami saya."

"Ah..." Kepala Dion mengangguk-angguk. "Kemana?" Tanya Dion lagi, dia mengambil cangkir kopinya, menyeruput dengan pelan.

"Amerika."

Uhuk! Dion hampir tersedak. "Amerika? Papanya Aska orang amerika?"

"Gimana ya, mungkin belaster?"

"Pantas Aska ganteng. Warna matanya juga beda dengan orang-orang di indonesia."

"Iya." Nara tersenyum tipis.

Detik berikutnya, ruangan itu hening. Dion lebih sibuk dengan segala kecamuk di benaknya sedangkan Nara hanya mengangkat bahu tak perduli.

"Kamu gak pernah bilang kalau papanya Aska kembali." Dion bersuara, kali ini nada bicaranya berbeda.

"Saya juga gak nyangka kalo dia akan kembali."

[END]Love me again, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang