Cerita ini di pindahkan ke dreame.
Pada hari ketiga, Arka membawa Aska menuju bandara. Mereka berdua pulang dengan privat jet, Aska tadinya enggan untuk pulang, namun saat dia tahu Oma dan Opa nya sudah pulang lebih awal, akhirnya bocah itu setuju dan tidak lagi merengek.
Nara berdiri di depan rumah nya saat sebuah mobil mewah yang sudah Nara kenal berhenti. Arka keluar dari sana dengan Aska di gendongan nya, bocah itu tertidur karena kelelahan.
Nara menghela nafas saat melihat Arka, dia benar-benar tak mengerti dengan jalan nya takdir. Di satu sisi, dia membenci Arka namun di sisi lain nya menyangkal.
"Taruh Aska dikamar." Nara berkata. Arka menurut, dia masuk kedalam kamar dan membaringkan tubuh kecil Aska di tempat tidur.
Saat Arka kembali ke ruang tengah, Nara duduk di atas sofa. Melihat Arka, Nara langsung berdiri berhadapan dengan pria itu.
"Mau langsung pulang?" Nara bertanya, basa- basi.
Arka mengangguk. "Ada beberapa hal yang harus saya selesaikan." Jawab nya dengan senyuman.
Nara tak berkata lagi, bibirnya menipis lalu mengangguk. Mengerti.
Mata Arka menyipit kala meneliti wajah ibu dari anak nya itu. "Nara." Panggilnya.
"Hm-?!"
Tiba-tiba saja, Nara dipeluk oleh sepasang lengan kekar. Tubuh Nara kaku, dia tercengang tak mengerti kenapa pria itu tiba-tiba memeluknya.
"Kangen." Arka berbisik di telinga Nara, kepalanya menyandar pada bahu wanita itu. Memejamkan mata, terlihat sangat nyaman.
Sedangkan Nara tidak tahu bagaimana harus merespon. "Arka." Bisik Nara, berharap pria itu segera melepaskan pelukannya.
"Sebentar." Balas Arka. Tiga hari tidak bertemu Nara, rasanya sangat menyesakan. Rindu nya membuncah kala pertama kali melihat wanita itu setelah tiga hari tidak bertemu.
Menurut, Nara diam. Membiarkan Arka memeluknya untuk waktu yang cukup lama. Tiba-tiba, pria itu melepaskan pelukan nya. Lalu menghela nafas.
"Aku pergi."
Nara mengangguk kaku, dia mengantarkan Arka sampai di halaman depan rumah. Lalu saat mobil pria itu sudah melaju, tak lagi terlihat, Nara kembali masuk kedalam rumah nya.
Jantung Nara berdebar kencang, semburat merah mewarnai pipinya. Nara menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nya. Mencoba untuk tetap tenang.
Aish! Tiba-tiba, dia teringat akan sesuatu. Kemarin, Wanita setengah baya bernama Lidya itu datang kerumah nya yang ternyata beliau adalah mami dari Arka.
Iya, Lidya yang 'itu'. Nara sampai kaget saat Lidya menjelaskan kepadanya bahwa dia adalah ibu dari Arka dan bla bla bla dan dia juga bilang bahwa dirinya sudah tau tentang Aska.
Meski tidak secara spesifik, tapi Lidya tau bahwa putranya yang salah disini. Jadi dia meminta maaf pada Nara atas apa yang terjadi beberapa tahun lalu.
'Saya tau kamu pasti benci banget sama Arka. Saya gak nyalahin kamu, bagaimanapun Arka yang salah. Saya gak bakal maksa kamu buat baikan sama anak saya, cuma kalo bisa demi Aska, kalian cepat-cepat menikah.'
Nara masih ingat apa yang dikatakan Lidya kemarin. Menikah ya? Rasanya itu tidak mungkin. Meski Nara sudah mengizinkan Arka untuk bertemu Aska, meski Nara sudah tidak perduli apa yang terjadi antara Arka dan Wanda... Tapi untuk menikah?
Nara tidak pernah berfikir bahwa suatu hari akan datang dimana dia dan Arka menikah. Tidak pernah, sekalipun selama lima tahun ini.
Benar-benar mustahil.
🍂
Sebuah mobil mewah melaju dengan kecepatan sedang, berhenti di depan sebuah rumah dengan plang bertuliskan 'Panti asuhan' tergantung diatas nya.
Seorang wanita cantik keluar dari dalam mobil. Memakai gaun indah berwarna merah serta topi lebar dikepalanya. Mata cantik nya terhalang kaca mata yang sama indah nya.
Kaki jenjang yang dibalut dengan sepatu ber'hak' itu melangkah dengan anggun menuju seorang wanita tua yang sudah menunggu kedatangan nya.
Di belakang wanita itu, beberapa lelaki berjas hitam mengikuti dalam diam. Tampak seperti bodyguard.
"Aha! Saya sudah menunggu kedatangan Nyonya." Wanita tua itu berseru senang.
Di halaman Panti Asuhan itu, beberapa anak bermain jungkat-jungkit, perosotan serta apapun yang ada disana. Tampak acuh tak acuh seolah sudah tau siapa yang akan wanita cantik itu pilih.
Wanita cantik itu memandang dengan tidak perduli. "Saya mau jemput anak itu sekarang." Ujar nya sambil menurunkan sedikit kacamata yang bertengger di hidung mancung miliknya.
"Iya iya! Biar saya suruh seseorang panggilkan!" Wanita tua berkata dengan semangat. "Maria! Bawa keluar Dipo!" Seru nya pada salah satu pengurus.
Pengurus wanita yang dipanggil Maria itu bergegas mematuhi titah. Dia berlari masuk kedalam panti dengan terpongoh-pongoh.
Tak lama, Maria kembali keluar dengan seorang anak lelaki berusia sepuluh tahun mendekati wanita cantik itu.
"Ini nyonya, namanya Dipo, usianya baru 10 tahun. Pas dengan apa yang nyonya mau." Kata wanita tua itu.
Wanita cantik yang dipanggil 'nyonya' itu membuka kacamatanya, lalu menunduk meneliti setiap jengkal wajah Dipo.
Tampan, hampir mirip dengan kriteria yang dia butuhkan. Mungkin hanya satu yang kurang, manik mata. Huft, itu bisa diatasinya nanti.
"Bagus." Dia mengangguk puas." Bawa anak ini." Saat dia berkata, beberapa pria berjas itu mendekat.
Salah satunya memberi segepok uang pada wanita tua dan yang lain nya menggiring Dipo untuk memasuki mobil.
Dipo hanya diam, dia adalah anak pendiam dan tidak banyak berbicara. Dipo duduk di sebelah wanita cantik itu.
"Kamu cukup pas dengan apa yang saya butuhkan." Kata wanita itu saat mobil melaju.
"Tante mau saya ngapain?" Usianya memang baru sepuluh tahun, tapi Dipo jelas bukan bocah bodoh yang tidak mengerti betapa licik nya dunia.
Wanita cantik itu menarik sudut bibirnya. Tersenyum miring. "Kamu pinter juga. Gak banyak yang saya mau dari kamu. Mulai sekarang, panggil saya mama. Oke?"
Kening Dipo berkerut. "Kenapa saya harus?"
Wanita itu tertawa keras, seolah pertanyaan Dipo adalah lelucon. "Kalo kamu mau saya pulangin lagi ke panti itu ya silahkan. Saya bakal jamin hidup kamu bakal enak setelah ini, cukup panggil saya Mama dan-" Dia mengambil selembar foto di dalam tas mahal nya. "Panggil lelaki ini Papa, oke?"
Dipo mengangguk, menurut.
"Cukup ikutin permainan saya saja nanti, saja juga bakal ngajarin kamu beberapa hal."
"Saya gak ngerti."
"Gak perlu ngerti, cukup ikutin."
Setelah itu sepanjang perjalanan tak ada yang bicara. Wanita cantik itu lebih fokus pada ponsel pintarnya.
Melihat-lihat foto seorang pria tampan bermanik abu yang selalu ada dihatinya. Dia menghela nafas, andai saja dia tidak berselingkuh dan pergi meninggalkan kekasih hatinya, mungkin sampai saat ini mereka masih bersama dan dia tidak perlu melakukan semua ini untuk kembali.
"Mulai sekarang, Nama kamu, Dipo Triyasa Sadewa. Ingat itu baik-baik."
Dipo mendengar, lalu mengangguk tanpa kata.
To be continued.
Wah, wah, bau bau konflik yang sesungguhnya, nih wkwkwk.Komennya buat bab ini.
Link dreame:
https://m.dreame.com/novel/4139066624.html

KAMU SEDANG MEMBACA
[END]Love me again, please!
RomanceTamat di Dreame:) Penulis: zii_alpheratz Arka Juna Sadewa. Lima tahun lalu, Arka tak mengerti mengapa Nara memilih mempertahankan bayi nya alih-alih menggugurkan nya. Saat Arka memberi nya dua pilihan, tetap bersama Arka dan gugurkan kehamilan nya a...