CHAPTER 44

114 15 9
                                    


Jangan lupa vote, komen dan share cerita ini ke teman-teman kalian.

Happy Reading👸

***

Tuguran baru saja selesai, Sakramen Mahakudus sudah kembali diletakkan dalam Tabernakel (rumah roti: sebuah lemari untuk menyimpan Sakramen), umat juga sudah meninggalkan gereja. Menyisakan dua sejoli yang masih diam membisu sembari menatap meja altar, Jonan dan Kalia.

Hingga akhirnya, Jonan berjalan mendekat dan duduk di sampingnya. "Belum mau keluar?"

"Sebentar lagi," kata Kalia. "Kalau balik ke sekretariat sekarang, pasti di suruh Abang tidur, terus Abang bakalan main game sama yang lain atau mungkin berduan sama Iren," lirihnya sambil terkekeh.

"Gue masih enggak nyangka kalau lo adiknya Kak Zio," ucap Jonan.

"Memangnya enggak mirip ya?" Tanya Kalia heran. Rasanya ia terlalu sering mendapat pernyataan seperti itu dari teman-temannya.

"Bukan gitu, tapi masalahnya gue pernah tinggal sama dia selama 3 tahun di Seoul, terus saat gue pulang ke Jakarta, gue ketemu lo. Dan gue enggak tahu kalau lo itu adiknya Kak Zio."

Kalia tertawa pelan mendengar perkataan Jonan, lalu menatap Corpus Yesus yang tergantung indah di belakang meja Altar.

"Lo ingat enggak waktu pertama kali kita ketemu di sini? Lo liat gue nangis waktu itu." Kalia kembali bertanya setelah terdiam cukup lama. Pandangannya belum terlepas dari Corpus itu.

"Iya ingat, yang lo enggak ngaku itu kan?"

Kalia mengangguk sambil tersenyum. "Hari itu... tepat 6 tahun Abang pergi dari rumah. Awalnya gue cuma minta sama Tuhan supaya Abang cepat pulang, tapi setelah itu jadi keterusan curhat dan berakhir nangis. Terus... gue minta supaya Tuhan kirimin gue teman baru, biar gue enggak kesepian lagi. Tapi malah lo yang datang."

"Mungkin aja gue adalah teman baru yang Tuhan kirimkan buat lo hari itu, buktinya kita bisa dekat sampai sekarang," ucap Jonan percaya diri.

"Bisa jadi sih. Tapi aneh ya? Ternyata Dokter Karin itu Nyokap lo. Kayak..."

"Kayaknya kita memang udah terikat sejak lama, tapi Tuhan pilih hari yang tepat untuk pertemukan kita."

Tiba-tiba Kalia tertawa. Seperti ada yang menggelitik hatinya setelah mendengar perkataan Jonan.

"Kenapa lo ketawa?"

Kalia menggeleng. "Aneh aja dengar lo ngomong gitu."

"Enggak cocok ya?"

"Bukan gitu, tapi... aneh aja."

Jonan pun ikut tertawa.

Hingga akhirnya Kalia berhenti dan menghembuskan napas kasar.

"Kata Bunda, dulu waktu masih bayi gue pernah sakit."

Jonan terdiam.

"Medulloblastoma, kanker otak yang biasanya menyerang anak-anak. Letaknya di otak kecil, tapi waktu itu sel kankernya udah hampir ke tulang belakang, jadi katanya gue cuma mampu bertahan selama 12 bulan."

"Berapa umur lo waktu itu?"

"Baru satu tahun. Biasanya sih medulloblastoma ini terjadi pada anak umur tiga atau empat tahun, dan lebih banyak menyerang anak laki-laki. Tapi Tuhan izinkan sel kanker itu tumbuh di otak anak perempuan umur satu tahun."

"Jadi kalian pindah ke Amerika karena lo sakit? Bukan karena Bokap lo mau lanjut S3?" Jonan masih ingat semua perkataan Kalia hari itu di kafe.

"Iya. Sorry, gue enggak bisa jujur waktu itu," lirih Kalia sembari memainkan jemarinya. "Semua Dokter yang keluarga gue temui di Indonesia bilang kalau gue enggak akan bisa tertolong, karena sel-sel pada bayi lebih cepat berkembang, termasuk sel kanker itu. Tapi Ayah dan Bunda enggak mau nyerah, jadi mereka minta tolong Nenek buat bantu biaya pengobatan gue ke Amerika, karena waktu itu... Ayah belum sekaya sekarang. Nenek mau bantu dengan syarat, Ayah harus meneruskan Bisnis keluarga Alganendra. Ayah enggak pernah mau jadi pebisnis, dia lebih suka duduk manis dengan angka dan berbagai rumus di meja kerjanya, tapi demi gue... Ayah langsung terima tawaran itu. Jadi kami pindah ke Boston, dan gue mulai pengobatan. Di sana gue ketemu Dokter Karin."

Alison Zhou And The Beauty Easter | Series 2 Alison Zhou | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang