24. Nasi Goreng

8.3K 608 3
                                    

Tahun pertama jadi mahasiswa, semester dua.

Faleesha jalan tergopoh-gopoh dengan tas yang melorot di bahunya. Langkahnya lemas, hingga menjatuhkan diri di ambang pintu ruang tamu kost milik Zahra, salah satu teman sekelompoknya.

Kontan, seisi ruangan yang dipenuhi oleh dua orang perempuan dan dua orang laki-laki memakukan pandangan padanya yang baru saja bergabung.

"Fal? Nggakpapa?" tanya Zahra, menyambahinya.

Faleesha tersenyum seraya mengangguk, "Nggakpapa, Ra. Cuma capek aja abis ada empat kelas hari ini, dari pagi." keluhnya yang merasa tulangnya hampir rontok.

Demi mengambil hari libur, gadis itu menyiasati dengan penumpukan mata kuliah di hari tertentu.

Dan keputusan itu amat disesalinya, karena terasa begitu melelahkan.

"Ini udah pada ngumpul semua?" tanya Faleesha membiarkan wajahnya diterpa angin sepoi-sepoi karena duduk di ambang pintu.

Zahra menggeleng, "Belum. Masih kurang Ganendra."

Ganendra? Kapan gue ada jadwal sekelompok sama dia? batin Faleesha bertanya-tanya.

brukkk

Panjang umurnya. Ganendra baru saja membayangi pikiran Faleesha, lalu betul-betul menampakkan dirinya dengan cara jalan sambil bermain hp sehingga tubuhnya terselengkat paha Faleesha yang tengah anteng duduk di ambang pintu.

Lelaki itu mengelus dada, bersyukur karena ponselnya tak menyentuh lantai.

Lantas ditolehkannya kepala, menatap Faleesha tajam, "Ngapain sih duduk disitu?!" omelnya berapi-api.

"Ya lo nya aja yang jalan nggak pake mata." bela Faleesha ikut sewot.

"Jalan mah pake kaki!"

"Ya, pake mata kaki sekalian!"

"Pindah. Kata orang jaman dulu, kalau duduk di tengah-tengah pintu nanti susah jodoh," perintahnya yang diacuhkan oleh Faleesha.

Gadis itu mencibir, "Itu mah ngarang aja."

"Dibilangin juga. Emang mau susah dapet jodoh?!"

Zahra yang berdiri di dekat keduanya pun berusaha melerai, "Udah, yuk. Kita mulai kerja kelompoknya."

Baik Faleesha maupun Ganendra kini kompak mengangguk.

"Hadah hadah, pegel banget gue ampuuun," sembari bangkit, Faleesha mengaduh seraya menguatkan pondasi tubuhnya sendiri.

Mendengar aduhan ala orangtua membuat Ganendra otomatis menoleh.

Ia memutar bola mata jengah, lalu mundur dua langkah tuk mengulurkan tangan, "Sini gue bantuin." katanya tak menatap Faleesha sama sekali.

"Gak usah, gue masih bisa sendiri," gadis itu menepis bantuan Ganendra.

"Halah udah sini," Ganendra tak menerima penolakan. Maka ditariknya tangan Faleesha hingga sang empunya bangkit dan hampir menubruk lantaran kehilangan keseimbangan.

Faleesha berdehem.

"Thanks."

"Ya."

**

Faleesha terduduk lemas dengan pipi yang ditaruhnya di atas meja kayu ruang tamu kost milik Zahra. Perutnya keroncongan, belum diisi sejak siang tadi.

Matanya terpejam.

Haish!!!!! Nyebelin!!!!!! gerutunya dalam hati seraya menendang-nendang kaki ke udara.

Tadi sekitar pukul tujuh, saat sedang dalam waktu istirahat, lelaki itu izin untuk pergi keluar, mengambil uang di ATM.

Faleesha berniat menitip nasi goreng gila yang berada tepat dua ratus meter dari lokasi ATM, karena ia hari ini tak membawa kendaraan sendiri sehingga menyulitkan tuk pergi keluar. Selain itu, motor yang dikendarai Ganendra itu tipe motor kopling, bukan matic yang biasa dikendarainya. Sedang, teman-temannya yang lain pun masih belum terlalu dekat, timbul rasa sungkan tuk meminjam.

Jadi Faleesha betul-betul tak memiliki kesempatan tuk keluar.

"Nen, mau nitip nasi goreng please gue laper banget." Faleesha berjalan mengendap-endap di belakang Ganendra, mengekorinya sampai di pelataran parkir dan baru bersuara saat Ganendra hendak naik ke atas motornya.

Lelaki itu menoleh, menatap Faleesha dengan alis yang saling bertautan, "Lo pikir gue tukang anter makanan?" balasnya sinis.

Faleesha mendesah panjang, "Ya ampun Ganendra orang diminta tolong juga. Yah? Yah? Ini bentar lagi gue bisa terkulai lemas kalau nggak dikasih makan," mohonnya memelas.

Ganendra mulai memasang helm, terlihat tak menghiraukan apapun yang keluar dari mulut Faleesha.

"Nen, tolongin atuh beneran, gue nggak bawa motor jadi nggak bisa keluar." Pintanya lagi, "Nih, gue lebihin deh duitnya, buat lo sekalian," gadis itu baru saja akan mengeluarkan selembaran uang senilai lima puluh ribu rupiah sebelum Ganendra tancap gas tanpa permisi.

Dasar orang paling tega sedunia!!!!! Marahnya dalam hati mengingat kejadian tadi.

"Fal? Mau makan nggak? Aku ada setok mie instan, kalau kamu mau, ayo kita buat." Bak malaikat penyelamat, Zahra datang dan mengajukan penawaran yang terdengar begitu menggiurkan.

Faleesha kembali bangkit dengan semangat yang terisi penuh.

Matanya berbinar, tangannya terkepal di udara, "MAU!!!" teriaknya.

"Mau mau apaan?! Nih nasi goreng lo," entah kapan datangnya, tiba-tiba sebuah plastik bening dengan isi sterofoam putih berukuran sedang muncul di hadapannya, dijatuhkan dari tangan Ganendra.

Faleesha mengerjap-ngerjap, sangsi bahwa ini adalah kenyataan.

Tapi aroma lezat nasi goreng yang menguap di udara menandakan bahwa ini nyata.

Kontan, ia loncat-loncat kegirangan, lalu menarik tangan Ganendra tuk membawanya loncat bersama, "AAAAAA GANEN, GUE TAU LO EMANG BAIK, ORANG PALING BAIK SEDUNIA, NGGAK ADA TANDINGANNYA!!!" ucapnya berputar-putar.

Ganendra membuang wajahnya, merasa malu.

"Ck! Emang gue baik. Udah sana makan."

"MAKASIH."

"Iya."

***


Teman Tapi AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang