35. Pengalaman Pertama

10.9K 639 5
                                    

Setelah kurang lebih lima hari berada di rumah sakit, Faleesha akhirnya diperkenankan dokter untuk pulang. Keduanya diselimuti perasaan bahagia yang membuncah karena kini keluarga kecil mereka kehadiran makhluk kecil yang menggemaskan, Zevanya.

Tepat pada pukul dua siang, SUV abu-abu milik Ganendra memasuki pelataran parkir. Dengan semangat yang membara, lelaki itu bergegas menurunkan barang-barang bawaan mereka selagi Faleesha sibuk dengan Zevanya.

Dua hari lagi, Ganendra akan pergi selama dua minggu ke Lombok untuk urusan bisnis. Selama itu pula, akan ada Ibu juga Ibu mertuanya yang membantu mengurus Zevanya di rumah.

Permintaan ini khusus diajukan Faleesha karena ia berpikir akan lebih mudah jika belajar dari ahlinya. Yah, meskipun selama kehamilan ia sudah belajar, tapi siapa tahu nanti di kenyataan, teori tak semudah realita.

Ganendra sebenarnya enggan pergi, namun tak ada lagi yang dapat diandalkan di kantornya untuk mengurus proyek ini. Ditambah, atasannya tak begitu percaya dengan kemampuan kawan-kawan sejawat yang lain. Jadi mau tak mau, ia mesti berangkat.

Selepas memijakkan kaki di kamar, Faleesha berbisik di telinga Zevanya, "Zeva, ini rumah kita, kamar kita."

Ganendra yang baru saja selesai menaruh cucian kotor di ruang cuci pun melangkah lebih cepat, merangkul Faleesha sesaat telah mencapai kedua cintanya, "Ngomongin apasiii?" tanyanya penasaran seraya mengecup pipi Faleesha ringan.

Faleesha terkekeh, "Lagi perkenalan sama Zeva, kalau ini udah sampe rumah, ini kamar kita." Jelas Faleesha dengan senyum yang tak urung kempis.

Sudut-sudut bibir Ganendra ikut melengkung membentuk senyuman, "Selamat datang, Zevanya." ikut lelaki itu menyapa pada bayi yang tengah terlelap nyaman dalam dekapan Faleesha.

Gemas, Ganendra lantas memangkas jarak antara ia dan putri pertamanya, memberi kecupan bertubi-tubi di pipi gembul Zevanya lantas diakhiri dengan mencolek hidung yang ramping nan mancung itu, "Ini mah anak Mama ini, hidungnya nggak kayak Papa, pasti gara-gara pas bikin Mamanya lebih dominan."

Faleesha menoleh cepat, mendelik, "Apa-apaan?!" tanyanya sewot.

Ganendra terkekeh girang, "Fakta, yang. Emang kamu lupa siapa yang hmpphhh,"

Buru-buru Faleesha menutup mulut besar Ganendra yang jelas akan menguraikan cerita yang tentu membuatnya malu.

"Ada bayi, jangan ngomong sembarangan!" tegurnya mencubit pinggang Ganendra keras.

Lelaki itu meliuk-liuk kesakitan seraya mengaduh, "Aw! Sakit, Fal. Orang bener kok, aku lagi ceritain asal mula Zevanya kebentuk—aduh aduh! Iya, udah, nggak ni aku mingkem."

Ganendra membuat gerakan seakan tengah mengunci bibirnya.

Faleesha lantas menadahkan telapak tangannya, "Mana kuncinya? Sini aku buang jauh-jauh."

**

Mata Faleesha masih lengket tatkala langkah kakinya membawa diri hingga ke sudut kamar, tempat dimana Zevanya diletakkan di boks bayi yang jauh dari jangkauan pendingin ruangan karena menjaganya tetap hangat.

Wanita itu memicingkan mata, mencoba menyesuaikan pandangan lagi keseimbangan, "Iya sayang, ini Mama disini." gumam Faleesha menepuk-nepuk paha Zevanya pelan, mengirimkan sinyal bahwa bayi itu tak perlu khawatir karena tangisnya yang keras berhasil mengantarkan sang Ibu lebih dekat.

Diangkatnya tubuh dengan bobot tiga kilogram itu masuk dalam dekapan.

Faleesha kemudian berjalan menuju tempat tidur, menyandarkan punggung di kepala ranjang, mencari posisi ternyaman karena ia hendak menyusui Zevanya yang berteriak kehausan.

Teman Tapi AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang