16. Baby Daddy

13.7K 883 23
                                    

Faleesha duduk di tempatnya gelisah, memikirkan bagaimana harus memberitahu Ganendra nanti. Tadi, suaminya itu memberi kabar bahwa ia akan pulang sedikit terlambat karena memiliki agenda tuk memangkas rambutnya yang sudah memanjang.

Ia berkonsultasi dengan adiknya, Aqila, mengenai bagaimana dulu ia memberitahu suaminya perihal kehamilan.

Kedua orangtuanya belum mengetahui kabar ini, sengaja ia menyusun rencana akan mengumumkannya sekalian di hadapan kedua belah pihak keluarga.

Faleesha ingin momen ini dibuat semanis mungkin, tapi ia kehabisan ide, sementara ide yang ditawarkan Aqila terasa menyulitkan untuknya.

Jadilah ia pergi ke kamar, menonton serial netflix, berharap ilham kan datang dengan sendirinya.

Selang satu jam kemudian, Ganendra tiba di apartemen dengan senyum yang tak kunjung kempis, melewati ruang makan tuk langsung masuk ke dalam kamar, mencari cintanya yang tengah bersantai menonton televisi sambil bersandar pada kepala ranjang.

"YAAANG!!! INI PANCONG KAMU!!!" teriaknya girang yang bahkan belum melepas kemeja kerja sambil mengangkat tentengan berisi kue pancong di dalam plastik bening.

Faleesha lompat dari kasurnya, berlari kencang menuju Ganendra, "MANAA AKU MAUU!!!" ucapnya hendak meraih plastik bening yang ada di tangan Ganendra.

Namun tiba-tiba, Ganendra meninggikan tangannya, menjauhkan kue pancong setengah matang kesukaan Faleesha dari jangkauannya, "Eitss, janji dulu."

Faleesha lompat-lompat, "Janji apa?! IH SINI AKU MAU!" katanya masih berusaha.

Ganendra tersenyum lebar, "Kaki aku pegel yang, abis bersusah payah beliin kamu ini," keluhnya melempar pesan tersirat. Memang tadi Ganendra berjalan kaki dari kantor menuju tukang cukur langganannya, lalu mampir beli kue pancong di perjalanan pulang. Alasannya berjalan kaki sih, katanya, kalau bawa mobil repot parkir. Tapi jadi menyusahkan.

Faleesha yang sudah terlajur kepengin pun mengangguk, masih aktif lompat-lompat meraih tangan Ganendra yang menjulang, "Iya! Siniii!"

"Satu lagi bayarannya."

"Apa?"

Merasa terganggu dengan wanitanya yang tak berhenti berusaha, Ganendra lantas menekan pundak Faleesha, memintanya untuk diam di tempat, "Stop. Kamu tuh bisa diem dulu nggak?" omelnya garang.

Faleesha nyengir, "Apa apa? Kamu mau apa lagi?"

"Nih," jawab Ganendra seraya mengetuk-ngetuk pipi sebelah kanannya dengan jari telunjuk.

Faleesha menatap lelakinya sewot, "Lo aja belom bersih-bersih ya." tolaknya secara halus.

Ganendra cemberut, "Yaudah, kalau gitu makannya nanti aja pas aku udah selesai bersih-bersih."

"KOK GITU?! KAMU TEGA?!"

Ganendra melirik istrinya sewot, "Ya kamu aja tega."

Bahu Faleesha menurun, wajahnya tak secerah tadi, "Beb, kalau kamu sampe ileran please salahin Papa kamu ya..." bisiknya pelan hingga Ganendra hampir tak dapat mendengar kalimatnya secara utuh.

"Hah? Apaan? Ngomong apa sih?" Ganendra mendekat.

Faleesha menggeleng.

"Yaudah, paling agak pait dikit sama kecampur asap, cuma gapapa aku kuat, aku bisa." tekad Faleesha mengepalkan tangannya di udara.

Ganendra menatapnya dengan kening berkerut, "Lo pikir gue—"

Faleesha tanpa aba-aba memangkas jarak antara mereka dalam waktu sepersekian detik. Lantas didaratkannya mulus bibir merah mudanya di atas bibir tipis milik Ganendra. Tangannya yang bebas ditaruhnya di tengkuk Ganendra, meminta prianya untuk menunduk sedikit demi menyamakan tinggi mereka sekaligus menekan dalam rangka memperdalam ciumannya.

Ganendra meneguk ludahnya.

Dilihatnya Faleesha memejamkan mata, sedang ia masih saja terbelalak lantaran aksi yang tak terduga.

Pelan, Faleesha melumat bibir yang telah lama didambanya.

"Akhwu lephaz yha khalau dhiem ajha." ucapnya disela-sela pangutan.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Ganendra pun ikut larut dalam permainan yang diprakarsasi istrinya.

Lengan kokohnya melingkar di sepanjang pinggang Faleesha, kepalanya berubah-ubah posisi seiring dengan mencari posisi ternyaman bagi keduanya.

Disaat terbawa suasana, Ganendra hampir saja mengangkat tubuh Faleesha sebelum secara sepihak wanita itu menarik diri.

Ganendra membulatkan matanya, "NANGGUNG?!"

Faleesha tersenyum miring, "Aku ambil dua-duanya," katanya berjalan melewati Ganendra dengan bungkusan yang lelaki itu tak sadar kapan berpindahtangan.

**

Ganendra bersiap di atas ranjangnya dengan posisi telungkup. Kepalanya menghadap kepala ranjang, "Fal cepetan!" desaknya yang mulai bosan menunggu Faleesha bergerak.

"Ish! Lagi manja banget dah, lo kan bisa oles-oles sendiri Nen," gerutu Faleesha lompat ke atas kasur.

"Hari ini lagi nggak bisa."

"Kenapa nggak bisa? Tangan lo juga nggak kenapa-napa,"

Ganendra geleng-geleng kepala, "Pokoknya nggak bisa!" kukuhnya tak mau tahu.

"Nih." tiba-tiba, Faleesha menyodorkan sebuah alat dari arah belakang kala Ganendra tengah asyik berselancar menjelajahi lini masa aplikasi burung biru.

Lelaki itu sama sekali tak merubah arah pandangnya, hanya dirabanya sekilas barang yang ditaruh Faleesha di atas telapak tangannya, "Ish ya ampun tolongin sih Fal, kan tadi udah dibeliin kue pancong." keluhnya.

Faleesha terkekeh, "Apa sih?"

Dengan cepat, Ganendra membalikkan tubuhnya. Benda yang diberi istrinya tadi pun digenggam erat-erat tanpa tahu benda yang sebenarnya ada di dalam sana, "Kamu mah gitu sih,"

"Apa? Aku kenapa?"

"Ya ini, aku dikasih minyak angin sendiri suruh ngolesin kan?"

Faleesha tertawa keras, "Iya. Coba pake sendiri."

Ganendra berdecak, "Ck! Emang tega banget lo jadi istri. Orang tinggal diginiin aj....." kalimatnya tergantung kala tersadar benda yang sejak tadi ada di genggamannya bukanlah sebuah minyak angin roll on yang selalu menjadi andalan dikala sakit menyerang.

Itu adalah test pack digital berwarna biru-putih dengan kata 'pregnant' tercetak besar dan jelas di sana.

Ganendra membeku. Ia tertegun.

Lantas ditatapnya Faleesha dengan pandangan bertanya, "Ini...??????"

"Hi baby daddy." sapa Faleesha melambaikan tangannya girang.

Ganendra spontan menutup mulutnya dengan telapak tangan. Mata bulatnya membesar.

Faleesha tak menangkap raut bahagia di sana, hanya ada tanda kekhawatiran yang tersurat.

"Kamu... nggak seneng?" tanya Faleesha dengan jantung berdebar.

Keduanya beradu tatap.

"Fal... kamu tadi loncat-loncatan!!!! YA AMPUN ANAKKU PASTI MABOK KEGONCANG-GONCANG DI SANA. TANYAIN FAL, DIA GAPAPA KAN?!"

Ganendra merendahkan diri, menempelkan kepalanya di perut istrinya yang masih rata, "Halo? Adek? You okay?" tanyanya dengan ekspresi penasaran yang menggemaskan.

Faleesha tersenyum, mengelus rambut hitam Ganendra, "Okay, Papa. Kan abis makan kue pancong dua kotak," sahut Faleesha mengikuti permainan Ganendra.

Ganendra tersenyum lebar.

Lelaki itu kembali tegak, membawa Faleesha erat dalam dekap, "Ikan hiu makan terasi, I love you terimakasi," katanya menahan laju air mata yang mendesak.

Faleesha mengelus punggung lebar Ganendra lembut.

Malam itupun ditutup dengan kebahagiaan yang membuncah meluap memenuhi seisi ruangan, diiringi hujan kecupan sekaligus rapalan doa agar makhluk kecil yang tumbuh di sana kan sehat sampai waktunya nanti hadir di dunia.

***

Teman Tapi AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang