Credit Scene

5.3K 471 15
                                    

"Sayang, coba sebut pa-pa." Ganendra bertopang dagu, mencoba meraih perhatian putri pertamanya—Zevanya—yang tengah asyik bermain blok warna-warni di atas matras empuk warna krem.

Gadis kecil itu mendongak, menatap sang Ayah dengan mata besar yang membulat.

"Coba ngomong pa-pa. Pa-pa." Ganendra kembali mengulang ucapannya, menuntun Zevanya yang telah membuka mulut.

"Ha-Ha." bibir mungil itu bersuara, lancar meniru contoh yang diberi Ganendra.

Spontan, Ganendra bertepuk tangan heboh, matanya berbinar-binar, diliputi rasa bahagia yang membuncah, "ANAKKU!!!" teriaknya langsung berhambur memeluk tubuh gembul Zevanya.

Zevanya memekik girang, menyandarkan kepalanya pada pundak Ganendra dengan pipi tembamnya sebagai penyangga.

"Apasiii Papa sama Zeva heboh bangettt." dari arah dapur, Faleesha yang baru saja selesai mempersiapkan sarapan Zevanya itu ikut bergabung, berjalan hati-hati seraya mencapit nampan kayu berisi semangkuk makanan bayi olahan juga segelas air mineral di antara jari jemarinya.

Ganendra kembali menegakkan diri, menatap Faleesha dengan senyum yang tak urung kempis, "Yang, dia sekarang udah bisa bilang 'Papa' tauu!" sementara putri mereka kembali pada dunianya, Ganendra berceloteh.

Faleesha ikut tersenyum, "Oh ya? Coba dong, aku mau denger."

"Oke. Liat ya yang." pinta Ganendra yang direspon dengan anggukan oleh Faleesha.

"Zevanya coba bilang papa lagi. Pa-pa." pria itu kembali melancarkan aksi kedua. Namun bayi yang minggu depan genap berumur sepuluh bulan itu masih nampak terlena dengan balok warna-warni yang diempas-empaskannya ke matras.

Tak menyerah, Ganendra lantas menjentik-jentikkan jarinya, "Sstt! Sstt! Beb! Zevanya, sini nengok ke papa dulu."

Faleesha menautkan kedua alisnya, "Digituin udah kayak manggil burung aja,"

"Ya biar dia fokus sama aku—"

"MAMMAMAMA!!!!" mulut Ganendra terkatup usai sebuah teriakan girang menelusup indra pendengarannya.

Kompak, Faleesha juga Ganendra menaruh perhatian pada Zevanya yang kini tengah mengangkat tangannya yang dikepal itu tinggi-tinggi, "Mamma mam."

"Dia... udah bisa ngucapin Mama duluan?" lelaki itu mencicit, jelas kecewa dari nada suaranya.

Faleesha terkekeh, mengusap-usap punggung lebar Ganendra yang bak kehilangan separuh semangat hidupnya, "Iya. Dari kemarin-kemarin juga udah lancar bilang Mama. Nggakpapa ya, yang? Kan sekarang udah bisa juga nyebut Papa." ia mencoba memberi semangat.

Ganendra menarik nafas dalam, "Yaudah deh. Emang nasib Papa si pencari duit, jadi jarang ada setiap saat untuk sayangku."

"Aku kan juga cari duit,"

"Ya tapi kamu kan tetep bawa-bawa Zeva tiap saat, Fal. Kamu ke toko, bawa Zeva. Kamu ke rumah Mama, bawa Zeva. Coba aku? Aku cuma bisa ketemu dia di rumah." eluh Ganendra mengerucutkan bibir tipisnya.

"Mau emang kerja bawa-bawa Zeva? Nggakpapa kalau mau, kita atur aja jadwalnya."

"Hehehehe nggak usah yang, kamu aja yang nongol tiap saat buat Zeva juga udah cukup."

"Yeee, bilang aja lo nggak mau repot ganti popok segala macem."

Ganendra menggeleng cepat, "Nggak gitu Fal. Bener deh, ganti popok mah kan aku biasa. Cuma itu, kalau dia haus gimana?"

"Ya kasih minum."

"Ya kalau haus susu kan aku nggak bisa kasih. Nah, udah, bener udah kamu aja yang megang. Asal dia tau siapa Bapaknya tuh udah cukup kok buat aku Fal, nggak usah jadi kata pertama juga ikhlas." lerai Ganendra menepuk-nepuk pundak Faleesha ringan.

Teman Tapi AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang