Bonus Chapter 4: Lapangan Basket

6.6K 446 16
                                    

7 tahun yang lalu

Teriakan penonton dari tepi lapangan bergema riuh. Tepukan ramai dikumandangkan dari sisi kanan dan kiri, tempat masing-masing suporter mengambil posisi.

Faleesha berdiri tepat di belakang net pembatas lapangan basket dengan lingkup taman fakultas. Ia datang bersama teman-temannya sore ini, lepas menghadiri kelas terakhir di semester ini.

Tubuhnya mendekat, sedang jari jemarinya ditautkan di antara jaring-jaring, bergelayutan ringan memasrahkan diri pada angin yang berembus.

"Angkatan kita belum tanding ya?" Tria membuka percakapan.

Faleesha menoleh, mengangkat bahunya tanda tak tahu, "Kurang tau. Coba aja tanya panitia," sahut Faleesha menunjuk salah satu koordinator lapangan—seorang perempuan berambut pendek dengan gulungan rundown dalam genggaman.

Tria lantas mendekat, bertanya mengenai waktu pertandingan angkatannya yang dijadwalkan akan bertanding sore ini melawan siapapun yang menang di antara dua angkatan lain yang tengah beradu di tengah sana.

"10 menit lagi ya, Kak." jawab perempuan berkacamata itu tersenyum ramah.

Tria mengangguk, kembali menyambahi Faleesha tuk menyampaikan informasi.

"Ke kantin dulu yuk, gue haus banget." ajak Tria yang langsung disanggupi Faleesha.

Keduanya keluar dari kerumunan, berjalan santai dengan semilir angin menerpa wajah.

Di perjalanan menuju kantin, Faleesha menangkap sosok yang begitu dikenalnya, berjalan di aspal yang sama, hanya berbeda arah. Ia arah datang, sedang Ganendra arah kembali.

Gadis itu spontan mengalihkan diri, mencoba mengangkat topik apapun asal ia terlihat sibuk sehingga tak terlihat terpaku pada Ganendra.

Langkah kian membawa keduanya dekat.

Terus hingga akhirnya berpapasan.

"Mau kemana?" lelaki yang datang bersama Devian itu menyapa. Penampilannya sore ini luar biasa menarik perhatian.

Sore ini, Ganendra dibungkus dengan kaus basket warna kuning cerah dengan logo klub di dada atas sebelah kanan. Di bagian belakang, tercetak nomor punggung '17' dengan nama 'Nendra' yang nyentrik diukir menggunakan benang putih pinggiran hijau.

Kaus gombrong yang tak berlengan itu dipadunya dengan skinny jeans hitam dan sneakers putih.

Kepalanya ditutup topi warna biru dongker, dan kemeja abu-abu polos tersampir di bahu, menyembunyikan separuh dari strap tas hitamnya yang hanya dicantol sebelah tangan.

"Mau ke kantin." jawab Faleesha sedikit mendongak lantaran perbedaan tinggi keduanya.

Ganendra mengangguk, "Nonton basket?"

"Nggak tau."

Tria menoleh, menatap Faleesha dengan arti pandangan emang-iya-kita-nggak-jadi-nonton????

Faleesha tersenyum simpul, balas menjawab enggak-ini-cuma-bercanda lewat tatapan mata.

"Kok nggak tau? Nonton dong, masa angkatan sendiri tanding nggak nonton."

"Lo main emang?"

Ganendra mengangguk, "Main. Makanya nonton, biar semangat." cicitnya.

"Yaudah, liat nanti. Gue mau ke kantin dulu, haus."

Ganendra manggut-manggut.

Tanpa aba-aba, pemuda itu melepas topi yang melekat di kepala, mengalihkan kepemilikan pada Faleesha lewat topi yang langsung disematkan di kepala gadis yang tengah berdiri kebingungan.

"Nitip topi. Nanti pulang basket gue ambil lagi. Sekalian pake aja, panas soalnya." ucapnya dalam sekali tarikan nafas kemudian berlalu tanpa memberi kesempatan bagi Faleesha tuk sekadar menyampaikan sepatah kata sebagai reaksi.

Devian yang baru akan membuka mulut itu dipaksa melipir, ditarik menjauh oleh Ganendra yang sekilas diliriknya tadi bersemu malu.

"FAL JANGAN LUPA NONTON!" teriak Devian dari kejauhan melambai-lambaikan tangan.

Faleesha menatap keduanya tanpa bicara. Sialan, yang dipinjemin topi, yang kecantol hati gue.

"Emang panas ya Fal?" seruan Tria menyentak Faleesha, menarik gadis itu kembali ke realita.

Kompak, keduanya mengedarkan pandangan, turut menatap langit yang kelabu.

Mendung.

Matahari hanya mengintip malu di balik awan. Sinarnya bahkan tak sempat menembus lapisan.

"Mendung deh perasaan." jawab Faleesha ikut sama bingungnya.

Tria mengendikkan bahu, "Bukan perasaan doang Fal, emang faktanya mendung. Dah yuk, kita lanjut."

**

Babak pertama pertandingan telah berakhir selaras dengan tiupan peluit yang nyaring.

"Istirahat dulu 7 menit ya." sang wasit, pemuda berkaus polo warna putih yang juga anggota himpunan itu membubarkan kedua tim yang langsung kocar-kacir menyambahi tasnya masing-masing, mengaliri tenggorokan dengan sebotol air mineral yang telah dipersiapkan sebelum pertandingan dimulai.

Namun lain hal dengan Ganendra. Lelaki itu justru pergi menghampiri Faleesha dengan nafasnya yang terengah juga peluh bercucuran.

"Fhal," panggilnya.

Faleesha mendongak.

Ganendra lantas memberi isyarat tuk memberinya minum dengan gerakan tangan.

"Hah? Kok mintanya ke gue? Aduh, nggak ada..." gadis itu disergap panik.

"Yhaudh—"

"Bentar, gue cariin ke panitia. Itu dia ada bawa galon deh, gue mintain sebentar." Faleesha menyela, bangkit lalu berjalan cepat menuju kerumunan panitia.

"Halo, sori mau nanya, ini minum boleh bagi nggak ya?" ditunjuknya galon berwarna biru dengan dagu.

"Oh, boleh Kak. Mau berapa?"

"Satu aja. Makasih ya."

"Iya Kak. Woi Andin, mana gelas plastiknya?!"

Usai mendengarkan perdebatan kecil antar panitia mengenai keberadaan gelas plastik yang hilang, akhirnya segelas air mineral yang kan menandaskan dahaga dipersembahkan.

"Makasih banyak yaa." kata Faleesha lagi, balik arah tuk kembali pada Ganendra yang kini tengah menguraikan kakinya.

"Nih." Faleesha menyodorkan segelas air mineral hasil pintaannya tadi.

Mata Ganendra berbinar cerah, "Makasih Fal."

"Iya. Semangat tandingnya, cetak skor yang banyak yaa. Gue mau balik dulu, laper nih dari siang belom makan."

Ganendra sontak menoleh, "Pulang?"

"Iya."

"Kakak-kakak, game dimulai satu menit lagi ya. Boleh kumpul lagi ke tengah lapangan." belum sempat Faleesha berpamitan, Ganendra berdiri sebab seruan dari wasit telah disuarakan.

"Nitip barang-barang, gue mau main dulu, jagain ya." tanpa persetujuan, lelaki itu melimpahkan tas hitamnya ke dekapan Faleesha lalu melenggang pergi sambil berlari kecil menuju tengah lapangan.

Faleesha melotot, "Ganen!!!! Gue mau pulang!!!"

Ganendra menoleh, melempar senyum lebar hingga matanya menyipit, "Nitip Fal, jangan pulang dulu."

"ISH! Emang ini tas isinya apa?!"

"Penting pokoknya. Jagain. Jangan dibawa pulang."

***

Teman Tapi AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang