Bonus Chapter 1: Paham

9.8K 554 5
                                    

"Kalau ada apa-apa telpon aku ya," ringan tangan Ganendra terangkat di udara, membelai lembut pipi kanan Faleesha dengan telapak besarnya yang hangat. Faleesha mengangguk, menatap kedua bola mata cintanya yang teduh itu dalam-dalam.

Seulas senyum terbit di wajah Ganendra. Pria itu lantas mendekat, meringkas jarak antara keduanya, mengecup kening Faleesha lama seakan hendak mencurahkan betapa ia dapat diandalkan bagi wanitanya yang tengah dirundung kerisauan.

Dan pagi yang manis itu diakhiri dengan pelukan. Beberapa saat setelahnya, mobil sedan putih yang dikendarai Ganendra perlahan menghilang ditelan jarak. 

Senyum yang sebelumnya terpaku di wajah Faleesha perlahan luntur. Bahunya menurun, pandangannya kembali mengawang, kesulitan menapaki tanah kenyataan.

Langkahnya gontai digiring kembali ke kamar tempat dimana Zevanya tengah tertidur nyenyak dalam boks bayi di sudut ruangan.

Dipandangnya lekat-lekat makhluk kecil berwajah bulat yang tengah memejamkan matanya tenang disana. Kontan, perasaan Faleesha kembali berkecamuk hanya dengan menatap buah hatinya yang terlelap. 

Wanita itu mendongak, menatap langit-langit kamar seraya menahan laju air mata lagi sesak yang memenuhi dada. 

Entah perasaan apa yang belakangan ini hinggap di dirinya. Sebuah rasa yang menggerogoti inti diri perlahan dari dalam. 

tok tok tok!

Kepala Faleesha beralih menatap pintu kayu warna putih yang menjadi pembatas antara kamar utama dengan koridor lantai dua. Buru-buru ia seka air mata, "Siapa?" tanyanya seraya berjalan mendekat.

"Aing." alis Faleesha bertaut, suara itu terdengar tak asing di telinganya, namun asing jika sudah didengarnya pagi-pagi begini.

"Saha?"

"Aduh gue nggak tau lagi bahasa sunda, segitu doang kemampuan gue Teh, udah mentok. Buruan buka." 

Faleesha tertawa. Itu jelas suara Aqila, adiknya. 

"Ngapain lo pagi begini udah namu ke rumah orang?" begitu pintu dibuka, Faleesha segera melancarkan sapaan sewotnya.

Aqila terkekeh, "Disuruh A Ganen kesini."

"Bercanda."

"Serius. Diminta temenin, katanya lo suka ngelamun belakangan ini, suka nangis tiba-tiba. Nah gue kan bisa liat yang gitu-gituan, jadi mungkin dia khawatir elo kesambet Teh." 

Dahi Faleesha mengkerut. Matanya tajam meneliti kebenaran dari ucapan Aqila yang sayangnya sama sekali tak ditemukan kebohongan terukir disana.

"Anak lo mana?"

"Masih tidur. Laki gue libur hari ini, nanti dia aja yang jagain, gue mumet juga lah jagain bocah terus." celetuk perempuan berkacamata itu santai seraya mendorong tubuh Faleesha agar menyingkir dari jalannya, "Minggir Teh, gue mau nengok ponakan gue yang lucu." 

Faleesha menepi, membiarkan Aqila berjalan memasuki kamar utamanya yang belum sempat dirapikan.

Aqila berdecak sambil geleng-geleng kepala, "Berantakan amat ni kasur, abis perang apa?"

"Sembarangan kalau ngomong!"

Aqila mengangkat bahunya acuh, "Ya kan nanya. Siapa tau udah mulai." 

"Gue mau mandi sebentar deh. Itu anak gue kayaknya dua puluh menit lagi bangun. Sekarang masih tidur, jangan lo bangunin! Awas ya!" ancam Faleesha menunjuk Aqila tepat di depan wajahnya.

Wanita itu mundur satu jengkal, "Iye, gue juga ngerti kali repotnya ngeredain anak yang nangis."

"Bagus. Tuh, sekalian beresin kasur gue biar kerja lo nggak setengah-setengah."

Teman Tapi AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang