"Hm, kalo gitu gak ada jalan lain. Pantau terus keberadaannya. Langsung ditemui 11 orang dia pasti terkejut dan yang jelas ketakutan."
Mereka semua mengangguk, menyetujui ide tersebut.
***
Malam Minggu, hari yang paling ditunggu oleh banyak pasangan. Hal yang paling sering dilakukan tentu saja berkencan. Entah dalam bentuk apapun itu.
Sesuai janji Justin, dia dan Reina pergi ke streetfood. Mereka berdua hampir meratai semua toko. Satu demi satu jenis makanan terus dicicipi. Mereka tidak beli banyak, hanya 1-2 buah. Karena kalau beli kebanyakan takut kenyang duluan. Agak malu sebenarnya membeli hanya 1-2 buah tapi mau bagaimana lagi. Demi makanan rasa malu pun dikesampingkan.
"Cari siapa?" Tanya Justin yang terus memperhatikan Reina.
"Kok gak ada es krim ya?"
Justin menunjuk ke sebuah toko es krim dengan mobil di ujung jalan. Reina menggeleng, bukan itu yang dia maksud.
"Itu ada yang lewat," tunjuk Justin ke tempat bapak-bapak penjual es krim menggunakan kendaraan roda tiga.
Reina menggeleng lagi, "Bukan itu. Beda merk."
"Emang apa yang kamu pengen?"
"Aice, mochi rasa klepon. Kemarin baru coba, jadi kecanduan. Enak banget gilaaa, masih kebayang banget rasa gula jawanya."
"Aice? Gak pernah denger merk-nya"
"Seriusss? Sumpahh?? Wow"
Justin berdiri, "Yaudah ayo cari toko yang jual aice."
Reina menggeleng, "Gak usah deh, yang ada aja." Reina ikut berdiri dan menuju ke bapak-bapak penjual berbagai es krim walls. Ia membeli varian choco magma, klasik, murah dan enak. Walau ia yakin, malam-malam begini makan es krim akan berakhir batuk-batuk.
Justin juga membeli varian es krim yang sama. Mereka kembali duduk di bangku (kursi) taman yang saling membelakangi. Tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan es krim tersebut. Bahkan Reina kurang dari lima menit sudah ludes tak tersisa. Sedangkan Justin masih tersisa 1/6 nya.
Terdengar dering ponsel, Justin dan Reina saling memandang seakan ingin bertanya 'apakah itu ponselmu?'
Reina mengecek ponselnya, tapi tidak ada panggilan yang masuk. Justin pun mengecek ponselnya dan ternyata dering telfon tersebut miliknya. Ia pun mengangkat panggilan tersebut.
"Halo"
"..."
"Apa?!"
"..."
"Baik om, saya ke sana sekarang"
"..."
"Ya"Reina mengernyit kala melihat raut wajah Justin yang begitu panik. "Ada apa?"
Raut wajah Justin masih panik dan tambah rasa bersalah. "Maaf ya, Lily nge-drop jadi aku harus nemenin dia di rumah sakit. Maaf banget gak bisa nganter kamu pulang."
Reina tampak kecewa, tapi ia hanya memberi respon yang (berusaha) biasa saja. "Aaa okey, hati-hati. Titip salam buat Lily, semoga cepet sembuh."
Justin mengangguk dan memeluk Reina sebentar sebagai tanda pamitan. Lalu ia berlari kencang ke arah parkiran motornya.
Reina menatap nanar ke arah es krim Justin yang jatuh di lantai (jalan). Ia kemudian menghembuskan nafas. Ia menyenderkan punggungnya, menatap ke atas dan menutup matanya. "Inget, gak boleh baper. Dia karakter fiksi, ini cuma dunia fiksi," ucapnya dalam hati.
"Gimana mba rasanya kalo pacar lebih prioritasin sahabatnya daripada pacar sendiri?" Ucap seseorang tepat di belakang bangku Reina. Mereka tidak berhadapan (saling membelakangi), mereka tidak saling kenal dan mereka juga tidak tau wajah masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran Tingkat Tinggi
FantasyRena Dewi Aksara, seorang manusia biasa. Hidupnya terlalu lempeng, tak ada yang spesial. Semuanya biasa saja. Kerjaannya hanya membaca novel atau pun wattpad. Di sekolah ia tak menonjol , tak semua mengenalnya. Ia tak masalah. Ia membaca novel berge...