Chapter 1

2.3K 141 21
                                    

- Now We're Friends -

Cringe(?), typo bertebaran(?), cerita sedikit amburadul, dll.
.
BoBoiBoy hanya milik © Animonsta Studios (Monsta).
.
Cerita ini hanya sebuah karangan (fan fiction), tidak berhubungan dengan cerita aslinya.
.
Cerita ini terinspirasi dari novel "Now Us" karya Aiu Ahra.
.
Happy reading~



































"Solar tidak bosan?" tanya seorang remaja berusia 14 tahun namun memiliki wajah layaknya anak berusia lima tahun. Iris matanya yang berwarna hijau, menatap langit-langit kamar yang bersih tanpa ada kotoran yang menempel.

Remaja yang baru saja ditanyai—yaitu Solar—berhenti membaca bukunya. Ia lalu melirik tempat temannya yang berwajah polos itu tengah berbaring ria di atas tempat tidurnya.

Rintikan hujan di luar terus berguyuran membasahi tanah di bumi. Derasnya hujan membuat hawa menjadi dingin. Duduk di depan TV sambil menyelimuti diri dengan selimut adalah hal yang paling menyenangkan di kala hujan turun. Lalu, ditemani makanan dan minuman hangat yang sudah tersedia di samping kita. Apalagi tiada beban tugas sekolah, ataupun omelan emak yang mengusik telinga kita.Ya, itulah nikmat tiada kira yang Allah berikan.

Tapi, tidak bagi Solar. Mau sedang hujan atau tidak, ia lebih suka membaca buku fisika atau kimia yang tebal keduanya bisa menyamai ban mobil. Apalagi, ujian sudah dekat. Akan lebih baik jika ia mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian ketimbang leha-leha tidak jelas.

"Tidak," jawab Solar singkat, padat, dan jelas.

"Kenapa?" Wajah polos itu mulai menatap penuh kepada Solar walau Solar sedang tidak menatap dirinya. Ia memutar tubuhnya yang awalnya telentang menjadi tengkurap.

"Ujian sudah dekat, Duri," sahut Solar kembali fokus pada buku yang dibacanya.

"Ah, tapi 'kan masih dua minggu lagi."

"Bukan berarti kita tidak bisa belajar mulai dari sekarang, 'kan?"

"Hhmmm ... Terserah Solar-lah!" Duri merajuk sambil berguling-guling di atas tempat tidur. "Duri capek debat sama Solar."

Solar menghembuskan napas lelah. Ia menutup bukunya lalu menolehkan kepalanya ke arah Duri yang berada di atas tempat tidur. "Terus, maunya Duri apa?" tanya Solar mencoba bersabar terhadap perilaku temannya.

Duri yang mendengar pertanyaan Solar, langsung bangkit dari tidurnya. Ia menghadap Solar seraya memeluk bantal bulat yang empuk. Wajahnya terlihat sumringah dengan mata yang berbinar-binar penuh harapan.

"Ayo pindah kelas!" ajak Duri semangat.

Petir yang menyambar di luar, bagaikan sound background yang menggambarkan bentuk keterkejutan Solar mendengar ajakan Duri yang benar-benar di luar perkiraan BMKG.

"Kenapa? Mau ngapain juga?" tanya Solar dengan nada ketus. Ia tidak habis pikir darimana ide aneh itu datang.

"Memangnya, Solar tidak bosan di kelas A terus?"

Solar terdiam. Ia mencoba memahami pertanyaan Duri. Otaknya berpikir sejenak mengenai keadaan kelasnya saat ini.

Kelas yang ditempatinya saat ini cukup nyaman. Ada 15 bangku yang bisa ditempati dua murid. Ada papan tulis putih berukuran besar dan papan tulis kapur dipasang bersebelahan di depan kelas. Terdapat loker penyimpanan untuk masing-masing murid yang diletakkan di belakang kelas. Juga tiga buah kipas angin untuk menyejukkan udara dan menghalau rasa panas.

Kelasnya adalah tempat berkumpulnya murid-murid unggul. Setiap ada pertanyaan—bagaikan ada hujan uang—mereka saling berebutan untuk menjawabnya. Lawan yang tangguh, menurut Solar. Tetapi itu malah membuat persaingan semakin seru untuk berebut peringkat tertinggi.

"Tidak. Memangnya kenapa?" Solar heran dengan pertanyaan Duri yang terus menerus mengaitkan kata "bosan".

"Teman-teman di kelas A itu terlalu serius. Mereka hanya peduli dengan belajar. Sulit untuk mengajak mereka bermain dengan kita."

"Mereka hanya ingin melakukan apa yang mereka inginkan untuk mendapatkan puncak tertinggi, Duri," tutur Solar lalu menolehkan kembali kepalanya ke arah bukunya yang sempat terjeda dibacanya. "Bukankah saat ini kita sedang bermain?"

"Solar asyik sendiri membaca buku sedari tadi. Bagaimana ini bisa disebut 'bermain'?" cibir Duri memberikan tatapan datar.

"Kita kan memang sedang bermain, bermain kata-kata."

Ingin rasanya Duri memukul kepala Solar dengan bant—tidak, dengan kursi dan meja yang ada di kamar ini. Tapi, jika Duri melakukan hal itu, bukan Duri namanya.

Lagipula perbuatan itu tidak baik, batin Duri mengurungkan niatnya. Jadi, Duri memutuskan untuk mengatakan maksud sebenarnya dibalik seluk-beluk pertanyaannya tadi.

"Duri hanya ingin berteman dengan yang lain," ungkap Duri yang sebenarnya.

Teman? batin Solar lalu menengok ke arah Duri. Wajahnya menggambarkan dengan jelas kebingungan yang dialaminya. Tadi bosan, sekarang teman. Mau lo apa, sih?!

"Bukankah akan lebih seru saat kita bermain tidak hanya berdua saja?" lanjut Duri seraya tersenyum dengan menampilkan giginya yang putih berseri.

"Ya, sudah. Lo saja yang pindah kelas," sahut Solar simpel.

"Ih! 'Kan Duri ajak Solar! Biar kita bisa main bareng-bareng!"

"Istirahat 'kan bisa ketemu."

"Ah ... Tapi 'kan Duri mau Solar juga berteman dengan yang lain."

"Ya, sudah. Kenalkan saja mereka padaku nanti."

"Aahh!" Duri menjadi frustasi untuk membujuk Solar karena Solar begitu pandai mengelaknya. "Maksud Duri, jika kita pindah kelas bersama-sama, kita 'kan bisa berteman lebih dekat dengan yang lain. Bisa terus bersama-sama. Bisa menderita bersama juga saat ujian!"

"Dan, Solar gak perlu khawatir. Duri 'kan hanya ingin berteman dengan yang lain, bukan untuk meninggalkan Solar," lanjut Duri diikuti senyuman lebar.

Solar menghela napas lelah. Nampaknya Duri akan terus mendesaknya untuk ikut pindah kelas bersamanya. Lihatlah bagaimana caranya yang terus berusaha membujuknya untuk ikut pindah kelas.

Tujuan Duri pindah kelas hanya satu, yaitu berteman dengan yang lain. Tapi, Solar sama sekali tidak tertarik dengan apa yang yang berhubungan dengan "teman". Apalagi dengan sifatnya yang suka menyendiri, tidak suka bersosialisasi, ditambah ambisinya yang begitu kuat dalam belajar, membuat dirinya tak pernah berteman dengan siapapun.

Ia berteman dengan Duri pun karena Duri sudah menemaninya sejak kecil. Duri-lah yang selalu menemaninya dan terus bertahan di sampingnya. Hanya dia satu-satunya teman bagi Solar.

Solar menghembuskan napas panjang. Ia mempertimbangkan sekali lagi jawaban yang akan keluar dari mulutnya. Karena ini benar-benar akan menentukan masa depannya di kelas delapan.

"Ya, ya. Terserahmu." Akhirnya, Solar memutuskan untuk menyetujui permintaan Duri. Toh, cuma pindah kelas. Urusan pertemanan, pikirkan belakangan saja.

"WAAAH!!!! TERIMA KASIH, SOLAR!!!" pekik Duri kegirangan mendengar persetujuan dari mulut Solar. Ia langsung memeluk leher Solar dari belakang saking senangnya dan sebagai ucapan terima kasih.

"Woi! Gue kagak bisa napas!"







































To Be Continued ...

Alhamdulillah ... Akhirnya kelar juga TwT
Maaf cuma pendek (tapi mikirnya kek sungai Nil)

Semoga para Readers suka dan mau bertahan di cerita Na-chan yang masih bisa dibilang amatir ...

Sekali lagi, maaf jika ada kesalahan pada tulisan saya 🙏🙏

Oh, iya special thanks for my friend -asteroidgirl

Sampai bertemu lagi di next chapter!

Update : 5 April 2022
Revisi : 2 Januari 2024

Now We're Friends [BoBoiBoy Elemental] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang