Chapter 9

729 105 7
                                    

!!WARNING!!

Cringe(?), typo bertebaran, dll.
.
BoBoiBoy hanya milik © Animonsta Studios (Monsta).
.
Cerita ini hanya sebuah karangan (fan fiction), tidak berhubungan dengan cerita aslinya.
.
Cerita ini terinspirasi dari novel "Now Us" karya Aiu Ahra.
.
Happy reading~












"Solar tidak ikut?"

"Enggak, Paman," tolak Solar halus tanpa ada niat membalikkan badannya untuk bertatap mata dengan pamannya.

Paman Raka, paman Solar menghela napas putus asa mendengar jawaban dari keponakannya. Lelah menghadapinya yang terus menolak ajakannya. Sebenarnya dia ingin mengajak Solar menemuinya di tempat itu untuk memperbaiki hubungan mereka. Mengingat Solar benci tempat itu, Paman Raka berusaha untuk tidak memaksakannya walau sebenarnya tidak ingin seperti ini terus.

"Ya, sudah. Paman ke sana dulu, ya. Nanti kalau mau makan, makanannya udah ada di atas meja," pamit Paman Raka sambil menutup pintu kamar Solar.

Solar memperhatikan gerak-gerik pamannya yang sedang menyalakan sepeda motor miliknya di halaman rumah dari jendela kamarnya di lantai atas. Setelah itu, pamannya pergi membawa motornya ke tempat itu.

Heh ...

Solar membalikkan badannya lalu beranjak dari kursi roda meja belajarnya. Ia berjalan menuju tempat tidurnya. Kemudian merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya yang empuk. Pandangan matanya menatap langit-langit kamarnya. Suasana gelap kamarnya mendukung suasana hati pemeran utama di cerita ini.

Solar muak. Ia muak dengan kehidupan lamanya. Ia muak dengan kehidupannya masa kini. Dan mungkin ia juga akan terus muak dengan kehidupan seterusnya.

Tahun ini dia akan keluar.

Solar memejamkan matanya, bersamaan dengan munculnya ingatan masa lalunya. Di dalam ingatannya, Solar duduk di hadapan sebuah kaca bening. Di balik kaca tersebut, duduk seorang wanita yang tersenyum tulus kepadanya. Suaranya yang keluar melalui telepon, bagaikan bisikan seorang bidadari. Sosok itulah yang ia rindukan, sekaligus sosok yang paling ia benci.

Entah kapan terakhir kali ia bertemu dengan sosok itu. Seingatnya, setelah kejadian itu, ia sudah tidak pernah lagi mengunjunginya.

Ah, mengingatnya saja membuat Solar semakin muak. Sambil membenarkan posisi tubuhnya, Solar menutup matanya dan mulai masuk ke dalam bunga tidur.





















"OH, IYA! GUE BELOM SHOLAT ISYA'!"

Dan akhirnya Solar tidak jadi tidur karena melewatkan sholat Isya'.

~o0o~

Kelas ditinggalkan begitu saja oleh Cikgu Papa setelah memberikan tugas matematika sebanyak 20 soal. Beberapa murid bersantai-santai sambil membuat keributan, entah mereka sudah selesai atau berpikir akan menyelesaikannya di rumah. Sisanya masih berkutat dengan soal memusingkan dari Cikgu Papa. Ada yang mengerjakannya sendiri, hingga yang menyontek berjamaah.

Sepuluh menit lagi istirahat, pikir Solar sambil menatap jam dinding yang digantung di belakang kelas. Ia sudah menyelesaikan tugas matematikanya dari lima belas menit yang lalu.

Di samping Solar, tergeletak sebuah tubuh yang entah masih bernyawa atau tidak. Solar tidak peduli dengan hal itu. Satu hal yang ia ketahui, anak itu diam tidak bergerak sambil menggumamkan sesuatu sejak tiga puluh menit yang lalu. Dan selama itu juga, Solar harus mengecek berulang kali jawabannya khawatir ada yang salah hitung karena gumaman Ice yang membuatnya gagal fokus tadi.

Tiba-tiba, Ice duduk dari tidurnya. Rambutnya acak-acakan. Matanya terlihat berwarna merah. Tangannya menyeka air liur yang keluar dari mulut. Persis seperti orang yang baru bangun tidur (memang habis bangun tidur).

"Belom istirahat?" tanya Ice entah kepada siapa, mungkin pada Solar.

"Belum, sepuluh menit lagi," jawab Solar dengan nada yang terdengar ketus.

"Hais, kok lama banget sih. Jam pelajarannya udah lama. Tapi, istirahatnya bentar doang. Pelit banget, sih. Padahal kan otak juga perlu istirahat yang banyak habis mikirin pelajaran ini-itu," gerutu Ice sambil menopang dagunya.

Telinga Solar memerah mendengar celotehan dan keluhan Ice yang tak ada habisnya. "Kalo gak niat sekolah, mending kamu pulang aja! Kasihan ortu-mu udah bayar mahal-mahal biaya sekolah, tapi lu gak niat sekolah! Buang-buang waktu aja!"

Ice menatap Solar yang masih mengeluarkan emosinya. Mata Ice yang senantiasa terlihat malas, kali ini terlihat sendu. Tapi, tak berlangsung lama mata itu kembali cerah setelah terselip pikiran jahil di pikirannya karena Na-chan yang menyelipkannya.

"Kau juga, jika marah-marah terus nanti bakal cepat tua," goda Ice jahil.

"Mitos dari mana itu?! Itu cuma ancaman basi saat kamu lagi marah!"

"Kalau kamu marah-marah terus, otot-ototmu bakal jadi tegang. Lalu, nanti bakal timbul kerutan di wajah. Jadi kelihatan tua," ucap Ice sambil tersenyum miring. "Atau, jangan-jangan kamu lagi PMS?"

"HEH! Sembarangan! Gue laki-laki!" Wajah Solar kian memerah setelah mendengar perkataan Ice. Bersamaan dengan itu, Solar menggebrak mejanya hingga seluruh pandangan kelas tertuju padanya.

"Mampos!" Ice tersenyum jail, senang melihat wajah kawannya satu itu memerah. Bukan karena marah atau kesal, tetapi karena malu menjadi pusat perhatian satu kelas.

~o0o~

"Lar, ayok ke kantin!"

"Tapi, apakah harus mengajak makhluk itu juga, Ri?" Solar menatap tajam orang yang bersembunyi di belakang Duri. Taufan yang tertangkap basah bergidik ngeri ditatap tajam oleh Solar.

"Ayolah, Solar! Ramai-ramai kan seru!" bujuk Duri memelas. Memang susah membujuk Solar apalagi jika suasana hatinya sedang buruk.

Setelah 'diteror' terus menerus oleh Duri, akhirnya Solar menerima ajakan Duri dengan catatan Duri harus mentraktir Solar nanti saat di kantin.

"Bentar, aku ajak yang lain," kata Duri sambil membalikkan badannya.

"Saha?" tanya Solar dengan tatapan datar dan tajam. Dengan Taufan saja ogah, apalagi sama yang lain yang belum tentu Solar kenal.

"Ada deh. Nanti juga tahu kok. Solar tenang saja," ucap Duri sambil berlalu meninggalkan Solar dan Taufan berdua.

Haduh! Jangan tinggalkan aku dengan 'bensin galak' ini, Duri! teriak Taufan dalam batin sambil menangis meratapi nasib. Ia berusaha sebisa mungkin menjaga jarak dengan Solar. Lebih tepatnya menjaga sikap supaya tidak mengganggu Solar sehingga ia tidak akan dipelototi oleh Solar.

Sumpah ni bensin sebelas-dua belas kek si Gledek.




Duri berjalan menuju sebuah bangku yang berada di dekat jendela dan di pojokan kelas. Biasanya di pojokan ini digunakan murid-murid untuk bermain sesuatu secara diam-diam.

"Hai, Blaze! Aku mau ke kantin, kau mau ikut?" ajak Duri kepada penghuni bangku pojokan itu.

Mendengar namanya disebut, anak yang memiliki warna mata jingga kemerahan menoleh ke arah sumber suara dengan semangat.

"Wah, ikut-ikut!" jawab Blaze antusias sambil beranjak dari kursinya. "Bolehkah aku juga mengajak Ice?"

"Tentu! Semakin ramai, semakin bagus!" ucap Duri tersenyum lebar. Matanya tertuju pada teman sebangku Blaze yang berada di dekat jendela. Ia hanya duduk diam sambil memejamkan matanya.

"Kau juga mau ikut, Hali?"












To Be Continued ...

Alhamdulillah ... kelar!
Semoga terasa ya recehan komedi di chapter ini!
Ke depannya, semoga Na-chan bisa up lebih sering, aamiin.
Ikuti terus ceritanya, ya!

-22 Mei 2022-

Now We're Friends [BoBoiBoy Elemental] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang