Chapter 2

1.1K 129 20
                                    

- Now We're Friends -

Cringe(?), typo bertebaran(?), cerita sedikit amburadul, dll.
.
BoBoiBoy hanya milik © Animonsta Studios (Monsta).
.
Cerita ini hanya sebuah karangan (fan fiction), tidak berhubungan dengan cerita aslinya.
.
Cerita ini terinspirasi dari novel "Now Us" karya Aiu Ahra.
.
Happy reading~







































Waktu terus bergulir. Detik berganti menjadi menit, menit menjadi jam, jam menjadi hari. Ujian berhasil dilewati dengan susah payah—kecuali Solar yang memang sudah siap dari jauh hari. Lalu disusul libur panjang yang selalu diharapkan setiap murid. Dan kini, tahun ajaran baru telah dimulai.

Rasanya baru kemarin aku di kelas tujuh, batin Solar sambil menaikkan kakinya satu persatu menginjak anak tangga menuju ke lantai dua. Begitu sampai di atas, Solar berbelok ke arah kanan, tempat kelas-kelas delapan berada. Tak perlu waktu lama, Solar sudah sudah berada di depan pintu kelas barunya, karena tidak begitu jauh dengan tangga yang ia naiki.

Ia pandang papan tanda yang bergantung di atas pintu. "Kelas 8B", begitulah tulisan yang tertulis di papan tersebut. Inilah kelas yang akan menjadi tempatnya mencari ilmu selama kurang lebih satu tahun. Kelas tempat ia akan mendapatkan pengalaman baru. Kelas tempat ia akan menemani Duri mencari ... 'teman' baru. Ah, Solar tidak peduli dengan hal itu.

Mungkin, jika saja ia tidak memenuhi permintaan Duri, sudah pasti Solar tidak akan pernah menginjakkan kakinya di koridor ini. Karena kelas 8A berada di satu koridor dengan kelas tujuh. Ia harus mulai membiasakan diri dengan hal ini.

Solar memegang kenop pintu kelas lalu mendorong pintunya yang terbuka sedikit. Beruntung pintunya sudah tidak terkunci. Jadi, dia tidak harus bersusah payah mencari satpam untuk meminta kunci padanya. Karena satpam sekolahnya itu tak selalu berada ada di pos satpam. Repot jika ia harus keliling satu sekolah hanya untuk mencari satpam.

"SOLAR!" Tiba-tiba terdengar seruan seseorang yang memanggil namanya dari kejauhan sebelum Solar membuka sepenuhnya pintu tersebut.

"Astagfirullah! Tanaman Duri bisa ngomong!" Dan tentu saja Solar yang diteriaki langsung terlonjak kaget dan melatah tidak jelas.

"Eh? Beneran tanaman Duri bisa ngomong?" Bukannya heran atau tertawa dengan latahan Solar, Duri malah bertanya dengan tatapan berbinar, berharap tanamannya memang bisa bicara.

"Ya Allah, Duri! Kaget tahu!" seru Solar kesal sambil menampar bahu Duri sebagai pelampiasan. Ia bodoh amat dengan Duri yang mengaduh sakit dan lebih memilih membuka pintu kelas yang kembali menutup. Ia kemudian masuk ke dalam kelas yang bisa dibilang masih gelap. Mungkin karena ini masih jam enam lewat lima menit.

"Maaflah! Duri refleks manggil pas liat Solar tadi," kata Duri sambil menyatukan kedua tangannya, memohon maaf kepada Solar. Solar hanya memasang ekspresi datar seraya berjalan menuju jendela.

Tangan Solar menyibak gorden yang masih tertutup agar cahaya bisa masuk untuk menerangi kelasnya. Seketika ruang kelas mulai terlihat berkat cahaya matahari. Tapi, mereka malah terkejut mengetahui ada makhluk lain selain mereka berdua begitu berbalik badan.

Makhluk itu—maksudnya, seorang remaja laki-laki terlihat sedang 'tidur' dengan menelungkupkan kepalanya di balik kedua tangannya yang dilipat di atas meja. Remaja itu dud—tidur di bangku yang terletak di pojok kelas.

Karena indera perasanya masih berfungsi, refleks remaja itu bangun dari acara 'tidurnya' karena terkena sinar matahari.

"Hm?" Ia membuka matanya perlahan yang menampakkan bola mata berwarna air laut yang begitu jernih. Kemudian pandangannya tertuju ke arah Solar dan Duri yang masih diam mematung di dekat jendela. Ia mengucek-ngucek matanya yang masih belum bisa melihat dengan jelas.

"Eh? Halo?" sapa Duri mencoba mencairkan suasana. Mata hijaunya menatap ke arah pemilik mata biru laut yang masih mengumpulkan kesadarannya. Kemudian, tangan Duri melambai-lambai ke arahnya untuk menarik perhatiannya.

Selesai mengucek-ngucek matanya, si pemilik mata biru tersebut menatap ke arah Duri dengan tatapan datar. Lalu orang itu bangkit dari bangku yang baru saja ia gunakan untuk 'tidur'. Ia kemudian berjalan menghampiri Solar dan Duri yang masih berdiri diam di tempat yang sama.

Solar dan Duri sempat bertatapan dengan pemilik mata biru tersebut. Bisa dilihat pemilik mata biru tersebut memiliki rambut lebat dengan poni yang hampir menutupi sebagian matanya. Wajahnya masih terlihat begitu mengantuk walau matanya menatap datar ke arah Solar dan Duri.

Bukannya menyapa balik atau hanya sekedar tersenyum pada mereka berdua, si pemilik mata biru itu hanya berlalu meninggalkan mereka berdua yang terdiam di dalam kelas.

"Beneran nih, Duri? Kita sekelas sama anak kayak gitu?" ujar Solar dengan tatapan geram kepada pemilik mata biru tadi begitu ia sudah cukup jauh pergi dari kelas. "Attitude-nya benar-benar nol!" cibir Solar dalam hati dengan perasaan kesal.

Siapa juga yang tidak kesal saat menyapa orang lain, orang tersebut tidak menyapanya balik? Bisa-bisa ia dikira sok kenal atau sok tahu. Untung saja ini tidak terjadi di dalam keramaian. Kalau iya, malunya pasti langsung meresap ke sendi-sendi tulang.

"Bukankah iya? 'Kan dia ada di kelas ini dari tadi," sahut Duri santai. Seolah menganggap perilaku pemilik mata biru padanya bukanlah apa-apa.

"Ya, bisa saja 'kan dia nyasar, terus ketiduran di sini," tutur Solar merangkai skenario random.

"Hahahaha ... Gak tahu juga sih, Lar. Kan Duri gak bisa baca pikirannya."

"Kumohon, Ri. Panggil aku Solar! Bukan 'Lar'. Itu bukanlah namaku."

"Eh, tapi kan nama Solar itu SOLAR. Ada kata 'Lar'-nya di situ. Jadi, gapapa dong kalau dipanggil 'Lar'. 'Kan tetap bagian dari nama Solar."

"Tahu, ah! Capek debat sama kamu, Ri." Solar membalikkan badannya lalu memilih duduk di bangku dekat dengan jendela tadi. Selain pencahayaannya yang bagus, bangku ini juga tidak berada di tengah kelas, sehingga dia tidak akan menjadi pusat perhatian atau terjebak di antara keramaian. Bangku ini juga berada di posisi paling depan (Maklum, mata Solar minus) sehingga ia bisa melihat papan tulis dengan jelas.

"Hehe ... Berarti poinnya imbang, dong!" Duri langsung duduk di bangku sebelah Solar. Wajahnya terlihat sumringah sambil mengingat kejadian sebelum ujian, di mana ia juga capek berdebat dengan Solar.

Solar hanya bisa menghela napasnya. Sepertinya dia harus mencatat di kepalanya apabila menghadapi Duri, memerlukan mental dan pikiran yang kuat. Apalagi jika Duri sudah mulai membujuknya. Pasti kesabarannya semakin tipis.

"Iya, iya. Kali ini kamu yang menang."
































To Be Continued ...

Muehehe ... Alhamdulillah, selesai!
Maaf pendek lagi chapter-nya 🙏🙏
Di bagian ini, sudah ada tokoh baru! Silakan menebaknya dan jika sudah tahu jawabannya, bisa ditulis di kolom komentar.

Ngokhey, see you in the next chapter (bener gak nih English-nya? Sori, gak pinter bahasa Inggris)

Update : 6 April 2022
Revisi : 3 Januari 2024

Now We're Friends [BoBoiBoy Elemental] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang