[83]. KEHIDUPAN DI PESANTREN

8.4K 806 71
                                    

"Pernahkah kalian hidup tapi selalu ngrasa sendiri? Seperti tidak ada yang mendukung padahal kita dekat dengan teman kita."

-AUBUL-

🌟🌟🌟

***

~HAPPY READING~

Setelah 2 jam perjalanan yang begitu melelahkan bagi Aqeela, akhirnya mereka bisa datang ke pesantren dengan selamat. Lagi-lagi Aqeela merasakan kedamaian dan ketenangan saat memasuki pesantren ini. Ini kedua kalinya Aqeela datang ke sini setelah pernikahannya.

Ia menatap sebuah nama yang besar dan tertampang jelas disana, yang dulu tak ia ketahui. 'PESANTREN AL-FAIRUZ'. Nama yang ia rindukan selama 13 tahun ini.

Setibanya di sana, banyak para santri putra dan santriwati menyambut mereka dengan ramah dan sopan seakan mereka adalah orang paling terhormat. Santri Putra menyalami tangan Anjas dan Pak Imam ta'dzim. Melihat hal itu membuat Aqeela tersenyum hangat.

Aqeela tersentak pula saat segerombolan santriwati menghampiri dan menyalaminya ta'dzim. Ia menerima dan termenung dengan mata berkaca-kaca. Selain terasa damai, Aqeela merasa diperlakukan dengan sangat baik di sini. Ia bahkan dihormati dan kedatangannya dinantikan.

Melihat istrinya mulai sensitif, Anjas menghampiri Aqeela dan mengelus bahu Aqeela lembut sebelum Aqeela menangis keras.

"Jangan nangis dulu, malu." Bisik Anjas membuat Aqeela menganga tak percaya. Ia pun menepis tangan Anjas yang merangkulnya itu dan menatap Anjas dengan tatapan permusuhan.

"Kakak aja yang diem! Ngrusak suasana aja!" Sewot Aqeela.

Ngaca, Qeel. Bukannya itu kebiasaannya situ? Malah ngatain suaminya.

Anjas terkekeh dan merangkul kembali bahu Aqeela untuk menuntunnya menuju Ndalem. Di depan Ndalem, terlihat keluarga Ndalem sedang menunggu mereka.

"Assalamu'alaikum." Ucap mereka pada keluarga Ndalem sambil menyalimi tangan mereka.

"Waalaikumsalam." Jawab keluarga Ndalem.

"MasyaAllah, cucu Nenek, Aqeela. Kamu cantik banget, nak." Kagum Nenek Ima pada Aqeela, bukan hanya Nenek Ima tapi semua.

Semua orang menatap Aqeela kagum, meskipun memakai cadar, tapi aura kecantikan Aqeela seakan bersinar hingga membuat siapapun betah menatapnya.

"Semoga kamu betah tinggal di sini ya, sayang."

"Aamiin, makasih, Nek." Ucap Aqeela tulus.

"Ayo, masuk-masuk, semuanya."

🌟


Sudah satu Minggu, Anjas dan Aqeela tinggal di pesantren. Semua berjalan dengan sangat baik, Aqeela mulai beradaptasi dengan orang-orang dan santriwati sekitar. Jadi Aqeela tidak canggung-canggung lagi untuk meminta bantuan maupun berbincang pada siapapun di pesantren. Bahkan ternyata Nenek Ima orang yang sefrekuensi dengan dirinya, jadi Aqeela nyaman-nyaman saja di sini.

Bu Novi dan Pak Imam sudah pulang ke sekolah 3 hari setelah mengantarkan anak-anaknya. Mereka harus mengurus anak murid baru di sekolah itu. Dan Bu Elsa sudah tidak tinggal lagi di sekolah, ia tetap menjadi guru namun sudah tidak tinggal di penginapan sekolah lagi. Karena anaknya sudah lulus sekolah, tugasnya di penginapan untuk menemani Aqeela selesai.

Walaupun masih satu Minggu, banyak hal yang terkesan untuk Aqeela. Satu Minggu itu adalah 7 hari dimana Anjas mengajarkan banyak hal pada Aqeela tentang kehidupan dan keagamaan. Seperti halnya seorang Ayah, Suami, dan Guru, Anjas benar-benar membuat Aqeela memahami tentang sebagian bahasa Arab, dan semua yang Aqeela tidak ketahui.

SUAMIABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang