☄️12

893 140 9
                                    

"loh.. kamu geomara, kan?" Geo yang sedang mengscan barang-barang yang ditaruh oleh pelanggan pun mendongakkan kepalanya melihat siapa yang bersuara.

"Iya, maaf kenapa bisa tahu nama saya?"

Dia paman tua, lalu tertawa dengan suara pelan dan tiba-tiba menepuk pundaknya. Jujur saja Geo tidak mengenal siapa paman tua ini. "kamu anaknya Dirgan kan?"

Geo tidak bersuara ataupun mengiyakan pertanyaan itu tetapi paman ini tidak mau berhenti membahasnya. "Bilang dong ke papamu, datang lagi ke perkumpulan. Biasanya papamu itu cerita di kantor ataupun di tempat ngumpul. Tentang kakak kamu si Gendis. Bangga banget dia sama kakakmu."

Geo hanya menunduk dan terus bekerja membungkus barang-barang ke kardus berharap paman tua ini segera pergi. Tetapi Geo punya telinga yang akan selalu mendengarkan.

"Dia juga banggain kamu loh ge, katanya kamu itu mandiri terbukti hari ini paman melihatnya langsung. Papa kamu itu selalu bilang, dia berharap Geomara bisa menjaga kakaknya kalau dia mati nanti. Dia selalu khawatir ga ada yang jagain gendis kalau dia udah ga ada. Dia menaruh banyak harap sama kamu."

Paman itu sekali lagi menepuk-nepuk pelan kepalanya dengan tatapan yang teduh. "Kamu emang anak yang baik."

Geo menghempas tangan paman tua itu. "Mohon maaf, saya bahkan engga tau siapa nama om. Anak baik? Om cuma dengar dari mulut papa. Aku bukan anak baik! Anak baik mana yang memutuskan pergi dari rumahnya? Definisi anak baik dimataku dan dimata papa berbeda. Om jangan sok tahu sama kehidupan saya. Ini belanjaan om, makasih sudah belanja."

Geo tidak mau memperdulikan paman tua itu lagi. Dia mungkin terkejut, dia mungkin tersinggung namun seperti tadi. Geo enggan peduli.

Kata-kata dari paman tua itu lebih dulu menggigit hatinya.

"Jagain gendis? emang dia kira Tuhan ciptain gue buat jadi babunya?"

Memasuki jam istirahat kerjanya. Geo hanya memakan roti dan minum air putih saja sambil melihat ke jalanan malam di depannya. Kalau dipikir-pikir kehidupannya setelah keluar dari rumah tidak jauh berbeda.

Dia memang semakin merasakan yang namanya banting tulang dan sedikit makan namun setidaknya Geo tidak lagi mendengar ucapan-ucapan, perilaku-perilaku dan kepura-puraan yang menyakitinya seperti saat di rumah.

Orang lain bilang jangan pernah sesekali membandingkan dirimu dengan orang lain, namun bagaimana jika orang lain lah yang menilai dan akhirnya membandingkan dirimu dengan yang lain?
Maka pasti orang lain itu akan bilang jangan pernah mendengarnya dan memasukkannya ke hati.

Tetapi sejak awal kita memang tidak pernah ingin mendengarnya kan? Dan telinga tidak sepenuhnya bisa ditutup dan hati tidak sepenuhnya bisa diabaikan. Kalau terasa sakit, yasudah akan sakit.

Geomara sudah meyakinkan dirinya berkali-kali bahwa sekarang dia bukanlah bagian dari keluarga lamanya. Seorang diri saat ini. Ada kalanya dalam hati Geo ingin seseorang mengisi hatinya.

Geo ingin ada seseorang yang bisa ia cintai setulus hati, siapapun itu. Jika bisa seperti itu, maka Geo akan berjanji kepada Tuhan. Segala luka yang ia rasakan ini akan ia lupakan dan ia akan berbahagia tanpa meminta hal yang berat.

Tetapi Geo pernah mendengar dari seseorang, Tuhan itu sebenarnya suka cemburu. "Iya.. aku tidak akan terlalu berlebih-lebihan dalam mencintai makhluknya. Sesungguhnya hidupku hanyalah milikmu ya Tuhan. Aku tidak ingin menjadi penjaga Gendis, aku mau membantunya namun aku tidak ingin menjadi bawahannya. Apa yang papa pikirkan adalah bagaimana aku akan menjaganya namun yang terlihat dimataku adalah bagaimana aku harus selalu tunduk pada Gendis. Tuhan.. "

Geomara mendongak melihat ke atas langit berwarna hitam kelabu. Tanpa bintang, hanya bulan sendirian sama sepertinya.

"Tuhan.. apakah engkau marah padaku?karena aku memutuskan tali persaudaraan. Maafkan aku Tuhan, aku selalu ragu bahwa aku tidak sanggup. Namun aku selalu percaya dan selalu meminta. Pertolonganmu tidak pernah terlambat."

Never Enough Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang