Geo dan Dexter sudah kembali ke kosan, Galang berusaha membuat suasana kamar menjadi hangat dengan membawa alat pemanas ruangan. Dexter membasuh kepala dan tubuh bagian atas Geo dengan handuk.
Kulitnya dingin dengan wajah setengah pucat. Dexter berpikir seribu kali seberapa sakitnya Geo kemarin sampai hari ini.
"Lu kemana aja Dex?" Pertanyaan yang sudah diduga terdengar juga akhirnya. Apa yang harus Dexter katakan, Dexter mudah berkata bohong tapi untuk Geo, jangankan untuk bicara bohong karena sekarang pundaknya terasa berat.
"Bukan hal penting gw kemana. Gw pikir lu ga keberatan jauh beberapa saat dari gw.. lu kangen gw?"
Geo juga seringnya berbohong, berbohong kepada sekitar dan kepada dirinya sendiri. Apakah ia mengakui ia begitu membutuhkan hadirnya Dexter didekatnya? Semenjak kenal Dexter kadang gengsinya jadi ikutan tinggi. Apa yang akan Dexter pikirkan tentangnya jika ia berkata dengan jujur?
Geo memilih diam saja. Mau jujur atau bohong, bukankah prilakunya sudah menunjukkan dengan sangat jelas? Dan anggap saja Dexter paham akan hal itu.
"Istirahat ya?" Geo mengangguk, membiarkan Dexter membantunya membaringkan diri secara pelan-pelan. Dari jarak sedekat ini Geo sangat bisa merasakan harum wangi tubuh Dexter. Wangi... Iya, wangi yang membuatnya tenang. Karena biasanya yang cuma bisa Geo cium dari aroma tubuh Dexter cuma rokok dan terkadang bau keringat.
Apakah Dexter mau bertemu dengan perempuannya setelah ini?
Berusaha tidak peduli Geo pun memejamkan matanya dan membiarkan ketidaktenangan yang tidak jelas memeluk raganya. Yang terpenting sekarang ia senang, Dexter masih ada disini. Tidak kemana-mana dan tidak menjauhinya.
Dexter dan Galang pun keluar dari kamarnya Geo. Mereka berdua tidak langsung pergi melainkan tetap diam di ruang tamu sambil Galang sesekali mengintip keluar dengan hati-hati. "Lima orang, gayanya kasual tapi gw kenal disitu ada Jessi. Zara akhirnya tahu tempat ini.."
Iya, Galang dan Dexter menyadari ada yang memantau lokasi kosan ini. Apa Zara pikir Dexter anak kecil yang bisa diikuti dengan mudah?
"Sekarang gimana?lu ga mau ngelibatin anak buah lu tapi Zara jelas punya orang bayaran. Kapanpun kalau akal sehatnya hilang, dia bisa macam-macam sama Geo sekarang." Galang tidak akan berhenti bicara karena Dexter diam selalu. Ini bukan kali pertama Dexter berurusan dengan orang yang punya kuasa juga, tapi kali ini lawannya cuma wanita penuh obsesi manipulatif yang mengatasnamakan keluarga.
"Dex.. bicara sama bokap lu. Ungkapin semua ke dia, kita sadar kita ga bisa main kekerasan disini sebelum pihak Zara yang mulai. Tapi kalau ada satu orang yang punya kuasa buat putusin hubungan maka itu bokap lu. Kita cuma perlu yakini Om Pram."
Dexter menghela nafas dan menatap Galang disampingnya.
"Terus apa jadinya setelah hubungan bokap gw dan sahabatnya itu putus? Zara tetap diam? Harus ada satu fitnah yang bisa membuat Zara tersingkir bahkan di mata keluarganya sendiri.".....
Di sekolah, Geo tidak banyak gerak. Dia cuma malas-malasan saja entah di kelas, di perpustakaan atau kadang di kantin indoor.
Dia asik dengan dunianya sendiri sampai tidak sadar seorang wanita berparas cantik mendekatinya.Wanita itu langsung duduk disampingnya yang akhirnya membuat Geo sadar akan kehadirannya. Siapa? Jelas Geo tidak mengenalnya.
"Lu..Geomara?" Geo mengangguk canggung. Tidak tertarik namun juga bertanya ada apa. Kantin didalam ruangan seperti ini sering sepi.
"Gw Jessie, anak 12 Ipa. Sebenarnya baru pindah kesini sebulan lalu."
"Terus apa hubungannya sama gw?" Geo malas berbasa-basi dengan orang baru tanpa tujuan yang jelas. Apapun tujuannya entah kenapa Geo tidak menyukai Jessie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Enough
Teen FictionWarn : Ini mengandung beberapa adegan bromance/love platonic, Not BL. Jadi yg msh merasa kurang nyaman atau ga suka, silahkan tinggalkan. "Katanya Keluarga adalah kebahagiaan segalanya, katanya keluarga adalah tempat teraman, tempat berbagi suka ci...