☄️14

958 138 14
                                    

"maafkan aku, nyonya. Bukan maksudku seperti tadi."

Geo menundukkan wajahnya, merasa malu kepada Arini atas kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu. Arini menarik nafas lelahnya. Mungkin shok.

"Gapapa, Saya tau apa yang terjadi. Lebih baik kamu pulang dan istirahat." Geo membereskan barang-barangnya, segera berpamitan dengan Arini dan Tasya.

"Jika disana ada Dexter, suruh dia pulang. Saya mau bicara."

"Baik, Nyonya."

Geo pulang dengan ojol yang telah ia pesan. Memang akan lebih hemat jika ia bisa punya motor sendiri, kemanapun tidak terbatas. Geo berpikir apakah ia harus mulai belajar menaiki motor?ya jelas harus bisa mengendarai dulu baru membeli.

Pada siapa ia minta diajarkan?
Dexter? Hm.. lebih baik tidak usah. Geo masih ingat bagaimana rasanya ia teringat Tuhan dan mati kala berbonceng dengan Dexter. Apalagi kalau diajari?ga deh, skip, makasih.

Galang? Geo lebih tidak bisa mempercayai Galang.

.
.



Jiorel menutup pintu apartemennya dengan keras dihadapan seorang gadis yang menangis dengan air mata buaya. Salah satu wanita-nya.

Jiorel memang berhubungan dengan banyak wanita namun hanya sebagai pelampiasan saja, kebanyakan dari wanita itu memeras, menganggap serius atau bahkan ingin menjebaknya.

Saat sakit saja banyak yang mau menjeratnya apalagi jika sekarang ia sudah mulai hidup normal? Jiorel mengecek handphonenya terdapat sebuah pesan.

"Dasar ngerepotin..."

Om Dirgan
|Nak.. Gendis saat ini sedang menonton bersama teman-temannya. Sudah malam, om khawatir, bisa kamu menjemputnya?

Asal melempar handphonenya ke sofa. Sejak kapan dia peduli pada si manja kesayangan Dirgan. Jangan kalian kira Jiorel baru mengetahui sifat itu. Tidak, Gendis dan Auri sama saja kelakuan jeleknya.

"Dia bisa menghabiskan banyak uang untuk kepentingan pribadi, kenapa buat pulang aja make harus ngerepotin gw? wanita ga guna."

Dia hanya memesankan taksi saja untuk Gendis dan memberitahu Gendis jika ia tidak bisa menjemput.

"Aduh.. kenapa gw punya sepupu pada ga guna sih, tau gini mendingan gw sekarat aja."

Pada kenyataannya memang seperti itu kok. Jiorel tidak memaki tanpa sebab. Argi si jarang pulang yang diam-diam cuma mementingkan diri sendiri, Adrian yang tidak pikiran ingin mandiri maunya dinafkahi terus, Gendis si putri manja, Auri si malas. Seluruh usaha jatuh padanya seorang.

Seluruh beban,harapan,citra keluarga ditanggung olehnya seorang.

Yang mana sekarang Jio amat paham mengapa Geo bisa sangat rela membayar kebebasan dengan ginjalnya. Menyerahkan separuh nyawanya demi bisa kembali hidup. Karena dirumah dia tidak pernah merasa hidup.

Kembali ada telpon yang masuk, kali ini ia mengangkatnya. Dari salah satu teman dekatnya, Royce.

"Heh tuan muda! Tolong dong ini salah satu selir lu nangis-nangis ke gw katanya dia bunting. Gimana anjir? Dia yang bunting nanti gw yang dikeroyok tetangga."
Royce tanpa salam langsung mengadukan masalah, terdengar isak tangis perempuan.

"Siapa?"

"Heh.. nama lu siapa?oh.. Natania coy! Ji.."

"Gw ga pernah tidur sama dia."

"Anjir lu!!"

Jio membuka kancing seragamnya dan melepasnya menyisakan kaus putih polos sebagai dalaman.

Never Enough Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang