Udara siang hari di bulan ramadhan, tentu berbeda dengan udara-udara di bulan lainnya. Keheningan yang ada di dalam bulan suci ini pun tidak sama dengan keheningan di bulan-bulan lainnya. Aku bisa memastikannya.
Kau pun juga setuju kan? Tak ada raga yang abai akan perubahan suasana di bulan ini. Tak ada jiwa yang tak peka terhadap kondisi alam di bulan ini.
Baiklah.
Kali ini bukan dinginnya subuh yang menemaniku berbincang. Melainkan udara sejuk di tengah terik mentari yang menyilaukan.
Bersama langit biru yang terhampar luas dengan sedikit awan pudar, juga daun-daun yang bergoyang dibelai ramahnya angin, Aku duduk di sini sendirian bersama sepi.
Tidak peduli sedang berada di mana Aku kali ini, yang jelas langit adalah atapku, dan pohon-pohon juga tanaman lainnya sedang asyik memperhatikanku. Mungkin mereka penasaran apa yang kali ini sedang Aku pikirkan.
Sejenak Aku berpikir, benda mati yang selalu ku lihat setiap hari. Pohon, dedaunan, ranting-ranting di kayu bambu yang menjulang, batu kerikil di pinggir jalan, rumput-rumput di sela-sela selokan, sisa air hujan yang tergenang di tengah jalan, kompor yang redup dan berkobar, suara sanyo air ketika dinyalakan, kursi dan meja di ruang tamu yang terduduk bosan, tembok yang berdiri kokoh, tiang-tiang yang tak bosan-bosannya mematung, semuanya seakan terasa hidup. Mereka melakukan aktivitas sebagaimana yang kita lakukan sehari-hari.
Mereka juga bisa merasakan warna-warni kehidupan ini. Ketika hujan mereka kedinginan, ketika terik mentari berada di ujung kepala mereka akan kepanasan, ketika pohon-pohon ditebas mereka akan kelimpungan, ketika batu-batu diinjak mereka akan kesakitan, Ketika badai bertandang di malam hari, semua yang tertimpa merasakan kegelisahan. Dan lain sebagainya.
Ini mungkin saja, dan kebetulan mata kita tak bisa menjangkaunya. Bisa jadi kan?
Tunggu dulu. Jangan terlalu mudah mempercayai apa yang ku katakan. Aku hanya bicara atas apa yang ku yakini saja. Jadi, jangan menganggap ini sebagai kebenaran yah. Tapi jika Kau merasakan hal yang sama, itu bukan kabar buruk. Juga bukan berita yang baik.
Bayangan dan pikiran-pikiran itu terus berputar di kepalaku sekarang. Sehingga sebuah pertanyaan lagi-lagi muncul karenanya.
Jika benda-benda mati itu sama sepertiku, bisa merasakan sakit dan gelisah. Apakah mereka juga bisa merasa kesepian?
Mmmmmmm
Rasanya tidak mungkin. Dedaunan yang bergelantung di pohon takkan mungkin merasa sendirian. Kerikil yang teronggok dihempas kaki-kaki manusia takkan mungkin kesepian karena mereka merasakan penderitaan yang sama. Tanaman puteri malu yang mendadak menciut tiap kali disentuh juga tidak akan merasa kesepian. Sepertinya memang tidak.
Aku tidak berharap menemukan jawaban atas pertanyaanku di atas perihal apakah benda mati itu sama kesepiannya sepertiku. Tapi pertanyaan itu membawaku kepada pertanyaan lainnya. Pertanyaan yang mungkin sebagian besar orang akan menjawabnya dengan pemikiran yang sama. Atau bahkan malah semuanya punya jawaban yang sama.
Kemungkinan besar sih iya.
Kau tahu? Tidak peduli sebanyak apa kesamaan jawaban yang akan mereka katakan, Aku hanya ingin bertanya apakah semua orang pernah berada di fase di mana mereka merasa kesepian? Apakah ada manusia yang tidak pernah merasa kesepian? Apakah manusia-manusia yang mengaku kuat di luar sana tidak pernah mengalaminya sedikitpun?
KAMU SEDANG MEMBACA
Berguru Kepada Sepi
Ngẫu nhiênAku tak pernah menyangka bahwa suatu saat perasaan ini akan tumbuh begitu besar. Ku kira hal ini biasa terjadi, kita merasa hampa di saat-saat tertentu. Kita merasa sendiri walau berada di tengah riuhnya tawa saling beradu. Kemudian perasaan itu den...