"Apakah mereka yang mengaku kesepian benar-benar merasa kesepian?"
Pertanyaan di atas mungkin tidak terlalu penting-penting amat untuk dibahas. Tapi bagiku, semua yang menyangkut kata 'kesepian' selalu berhasil menarik perhatian.
Sebelum menjawab pertanyaan ini, pertama-tama Aku ingin memberimu beberapa contoh. Contoh yang pertama, suatu ketika Amel menghubungi teman-temannya di telfon. Katanya, "Eh, otw yuk. Aku kesepian banget nih di kos."
Contoh kedua, datang dari Fely. Suatu ketika Fely sedang berkumpul dengan beberapa temannya di rumah salah satu dari mereka. Suatu ketika waktu hampir menjelang maghrib dan salah satu dari mereka pun mengajak untuk pulang. Namun Fely enggan untuk beranjak. Ia masih ingin di sana untuk beberapa waktu lagi. Ketidaksetujuannya untuk pulang, ia lontarkan melalui kalimat, "Duh, kalo udah kumpul gini rasanya nggak pengen pulang deh. Males banget kalo di rumah Aku tuh."
Apa yang Kamu pikirkan dari kedua cerita singkat itu? Coba bandingkan keduanya.
Amel mengaku kesepian karena di kos sendiri. Sedangkan Fely tidak mau pulang tiap kali bermain ke rumah temannya.
Kau pasti menemukan perbedaan di antara keduanya kan?
Aku tidak mengatakan kalau Amel tidak kesepian. Aku juga tidak akan mengatakan kalau Amel kesepian. Tapi yang ingin ku tekankan di sini adalah cerita dari Fely.
Kau mungkin pernah menghadapi salah satu temanmu yang bersikap demikian kan? Atau mungkin Kau sendiri pernah mengalaminya?
Apapun itu, kalau boleh jujur. Aku pernah mengalami kondisi seperti Fely, di mana rasanya begitu bahagia ketika kita berkumpul dan main ke luar bersama teman dan tak ada pikiran satupun untuk pulang.
Kau tahu kenapa? Aku juga tidak tahu. Pulang memang selalu tentang rumah. Tapi rumah tidak pernah selamanya menunjukkan makna nyaman.
Aku tidak memukul rata bahwa orang-orang yang mengalami kesepian itu selalu tidak betah dengan rumahnya. Tapi yang jelas, mereka yang kesepian tidak pernah mengatakan bahwa dirinya kesepian. Mereka lebih memilih untuk menunjukkan sikapnya seperti Fely.
Untuk beberapa hal, perasaan tidak ingin pulang biasanya karena setiap kali berada di rumah, mereka merasa sendirian dan kesepian. Kesepian ini boleh jadi disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak harmonis. Misalnya seperti, antar anggota keluarga tidak saling mendukung dan merasa tertekan. Atau juga oleh sebab lainnya.
Aku selalu tertarik pada teman-temanku yang mengatakan hal seperti Fely. Mereka yang merasa tidak ingin pulang dan bertemu rumah tentu sedang mengalami masa yang tidak baik-baik saja.
Kau tahu? Ketika rumah adalah tempat yang dinobatkan sebagai tempat ternyaman di dunia itu tidak lagi terasa nyaman, maka itu adalah salah satu gejala masalah besar.
Bayangkan saja, ketika seharusnya kita merasa aman dan nyaman karena ada tempat untuk bernaung, bahkan untuk menuju ke sana saja harus diliputi rasa takut.
Aku pikir tidak ada tempat bernaung sebaik rumah, sebaik keluarga. Bahkan ketika kita memiliki sahabat yang benar-benar pengertian dan memahami kita. Tidak, semua itu tidak akan ada yang bisa menggantikan peran keluarga dan rumah. Tidak ada makhluk sebaik ibu yang menegur kita tiap kali salah, tak ada sorot mata setajam mata ayah yang bisa membuat kita bungkam. Tak ada sentuhan sehalus dan semenentramkan selain sentuhan dari tangan ibu. Tak ada perhatian yang menyenangkan selain perhatian yang tak terucap dari seorang ayah. Tapi beberapa orang tidak beruntung merasakannya.
Beberapa orang harus rela tak mendapatkan kebahagiaan itu dan menderita di luar sana karena rasa sakit yang disebabkan oleh keluarga mereka sendiri.
Mereka yang terluka karena keluarga bukan berarti keluarga itu buruk. Kadang-kadang bahasa cinta di antara mereka telah gagal dipahami oleh satu sama lain. Sehingga timbullah banyak kesalahpahaman yang membuat di antaranya saling menyakiti. Sehingga salah satu dari mereka harus menjadi korban dan memilih untuk mencari tempat nyaman di luar sana.
Padahal sungguh, seburuk apapun kondisi keluarga kita. Rumah selalu menjadi tempat ternyaman pertama dan satu-satunya yang pernah ada.
Jika memang keadaannya sangat buruk, bukan berarti selamanya ia akan jadi masalah. Boleh jadi itu adalah jalan agar hubungan yang ada semakin erat suatu saat nanti.
Aku pernah berada di posisi di mana rumah seperti neraka. Aku tidak ingin bertemu ayah maupun ibu. Aku muak dengan semua keadaan yang ada. Aku bosan dengan masalah yang itu-itu saja.
Intinya hidupku tidak ingin bertemu dengan siapapun. Aku membenci keluarga dan rumah. Aku membenci segalanya.
Yah, Aku pernah mengalami fase itu. Dan fase itu tidak berlangsung hanya sebentar. Perasaan kecewa, marah, benci, kesal dan perasaan-perasaan negatif lainnya berlangsung cukup lama. Hingga Tuhan membawaku pada suatu waktu. Waktu yang menyadarkanku bahwa tak ada tempat senyaman rumah, tak ada orang baik sebaik keluarga.
Jika Kau memang sedang berada di posisi sangat sangat mengutuk rumah dan sama sekali tidak ingin pulang, Aku sangat memahaminya.
Aku hanya ingin mengatakan Kau kuat, Kau hebat karena sedang berada di masa-masa tersulit yang tidak semua orang bisa melaluinya.
Ini tidak mudah, sangat tidak mudah. Tapi apa Kau tahu? Percayalah, rumah yang Kau sangka neraka itu adalah rumah yang suatu saat akan Kau akui sebagai surga. Sebagai anugerah terbesar yang pernah Tuhan beri.
Bukankah untuk mencapai sebuah puncak gunung kita harus bersusah payah mendakinya terlebih dahulu? Bukankah untuk mencapai pulau impian kita harus bersusah payah mendayung dan berlayar?
Tidaklah sebuah kesulitan itu hanya untuk sebuah tujuan yang membahagiakan? Tidak ada yang benar-benar mengalami kesusahan berkepanjangan. Itu hanyalah jalan berliku yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan. Selalu untuk kebahagiaan.
Maaf, Aku harus berbelok dari pembahasan awal kita.
Apakah mereka yang mengaku kesepian benar-benar merasa kesepian? Tergantung konteksnya. Mungkin memang mereka sedang kesepian dan mungkin juga mereka hanya merasa sepi. Sehingga ingin mencari keadaan yang lebih ramai.
Karena yang ku tahu adalah kesepian lebih dari sunyi itu sendiri. Kesepian lebih hening dari keheningan itu sendiri.
Kesepian memang tidak selalu bisa ditampakkan. Karena kesepian adalah kebungkaman dari diam itu sendiri.
Tak ada yang tahu bagaimana kesepian itu hadir selain mereka yang merasakan dan mengalaminya sendiri. Jadi Aku pun tidak tahu persis, apakah mereka yang mengaku kesepian benar-benar merasa kesepian. Yang jelas kawan, Baik Aku maupun Kau. Kita sama-sama tahu apa bedanya kesepian dengan kegabutan yang sudah pernah ku singgung sebelumnya kan?
Kita tentu bukan hanya bicara soal apakah mereka kesepian atau tidak. Tapi lebih dari itu, siapapun yang mengatakan hal semacam Amel dan Felly kepada kita suatu saat nanti, maka kita tidak boleh meninggalkannya. Temani ia yang mengeluh meski hanya bosan/gabut. Karena boleh jadi, kesepian berasal dari dua hal tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berguru Kepada Sepi
RandomAku tak pernah menyangka bahwa suatu saat perasaan ini akan tumbuh begitu besar. Ku kira hal ini biasa terjadi, kita merasa hampa di saat-saat tertentu. Kita merasa sendiri walau berada di tengah riuhnya tawa saling beradu. Kemudian perasaan itu den...