Jawaban 4

19 7 0
                                    

"Apa yang sebenarnya dialami oleh orang-orang kesepian? Benarkah hanya merasa "sendirian" saja?"

Pertanyaan kali ini mungkin akan membuat kita sedikit penasaran. Dan ingin segera tahu jawabannya. Atau mungkin juga itu seperti pertanyaan-pertanyaan basi yang dibiarkan berlalu begitu saja.

Apakah benar orang-orang yang kesepian itu hanya karena dirinya merasa sendirian saja?

Sebelum Aku menjawabnya, selalu ku katakan bahwa apapun yang kita lihat, belum tentu kenyataannya. Aku ingin selalu Kau, Aku dan kita memahami itu. Itu adalah prinsip untuk menyelami cerita ini jika Kau memang benar-benar ingin memahaminya. Dan ketika Kau sudah bisa menerapkannya dalam keseharianmu, tidak peduli dalam hal apa, maka Kau akan merasakannya sendiri betapa pemahamanmu bertambah semakin luas.

Karena mereka yang menilai bukan hanya dari apa yang dilihat. Akan melihat banyak hal lebih dari yang orang-orang biasa lihat.

Dan sekali lagi, Aku juga tidak akan menjelaskan sesuatu yang teoritis. Seperti ilmu-ilmu di sekolah atau bangku kuliah. Ini hanya sebuah pengalaman yang terjadi dalam diriku dan sekelilingku. Maka Kau tidak perlu menjadikannya sebuah patokan.

Apa Kau setuju?

Terimakasih.

Baiklah, akan ku lanjutkan.

Aku memang tidak tahu apa saja yang dialami oleh orang-orang kesepian selain merasa sendirian. Jika pun Aku tahu,  Aku takkan mungkin bisa menjelaskannya. Jadi jangan harap Kau menemukan jawaban lengkap di pertanyaan kali ini. Tapi Aku ingin menceritakan sebuah kisah. Kisah yang mungkin, barangkali bisa melengkapi kegelisahan yang Kau dan Aku rasakan akhir-akhir ini.

Suatu ketika, ada seorang remaja. Kau boleh melabelinya sendiri laki-laki atau perempuan. Suatu hari di penghujung pekan, Ia tidak keluar kamar sama sekali selama dua hari. Tidak, tidak. Ini bukan kasus kematian apalagi berita bunuh diri. Tidak sama sekali. Lalu apa?

Ia tidak terkena penyakit atau lumpuh dan sebagainya. Ia juga tidak sedang berusaha menjemput mautnya. Ia tidak sedang demam, tidak juga sedang diare. Tapi Ia hanya tak bisa bangun bahkan untuk sekadar mengambil makanan saja. Yang dilakukannya selama dua hari itu hanya lah berbaring dan men scroll media sosial di androidnya.

Remaja itu pun bingung, mengapa ia susah sekali bangkit dari tempat tidurnya. Padahal ia memiliki cukup banyak tenaga. Entahlah, saat itu tubuhnya benar-benar tidak bisa dipaksa.

Melihat perilakunya yang demikian, ibunya beberapa kali menegur. Menyuruhnya bangun, mandi, dan sebagainya. Tapi ia tak mau. Atau bisa jadi memang tidak bisa.

Sehingga lama kelamaan ibunya pun geram, dan menyebutnya sebagai anak pemalas, jodohnya jauh, tidak berguna dan lainnya.

Sebelum ibunya berkata seperti itu, ia sudah menjelaskan bahwa dirinya sedang stres. Dan tidak ingin melakukan apapun. Tapi begitulah, ibunya tak percaya dan hanya menganggapnya pemalas.

Mendengar respon ibunya yang seperti itu, remaja ini pun semakin tidak bisa mengondisikan dirinya sendiri. Seharian penuh matanya sembab, merasa tidak lapar padahal belum makan seharian. Ia benar-benar tak merasakan apapun. Yang dilakukannya hanyalah terus berpikir, berpikir dan berpikir.

Memangnya apa yang salah dari jawabannya? Ia hanya menceritakan apa yang dirasakannya saja. Tapi karena respon di sekeliling tidak mendukung, akhirnya ia pun semakin merasa sendirian.

Menurutmu, apa yang terjadi padanya? Apakah dia benar-benar pemalas? Atau ada sesuatu yang lain?

Kau tahu kawan? Dua hari sebelum dirinya mengurung diri di kamar, ayahnya mengatakan kalau selama ini dia selalu merepotkan orang tuanya, tidak bisa balas budi, dan tidak berguna.

Padahal remaja tersebut tidak demikian. Ia sayang pada kedua orang tuanya. Ia juga tidak ingin terus terjebak dalam kondisi seperti ini. Namun orang tuanya justru mengatakan hal yang menyakiti dirinya. Sehingga ia pun merasa tak ada yang bisa mengerti dirinya, tak ada yang bisa memahami kondisinya.

Ketika ia berusaha mencari pertolongan dengan menceritakan perasaannya pada orang lain, justru mereka semakin membuatnya down. Lagi-lagi ia merasa dipatahkan. Sampai ia berada di titik di mana ia benar-benar merasa sendirian. Sangat sendirian.

Perasaan "merasa sendirian" tak berhenti sampai di situ. Perasaan-perasaan itu membuatnya rapuh memikirkan betapa bodohnya dia, betapa tidak berguna nya dia, betapa sakitnya karena kecewa pada diri sendiri yang tidak bisa melakukan yang terbaik untuk keluarganya, betapa tak berdayanya dia memikirkan kata-kata ayahnya dan kata-kata yang ada di pikirannya.

Perasaan itu terus menggiringnya pada pemikiran yang bahkan tak ingin dipikirkannya sama sekali. Sehingga muncullah label-label di otaknya. 'Aku bodoh', 'Aku payah', 'Aku tidak berguna', 'Aku pemalas', dan Aku Aku lainnya.

Dan titik paling menyakitkannya adalah ketika kita belum selesai menerima segala cacian dari luar, kita juga harus bersusah payah melawan serangan yang ada di pikiran kita sendiri.

Ini mungkin akan lebih simpel ketika semua kalimat negatif dari orang lain kita abaikan saja. Pura-pura tidak dengar. Masuk kuping kanan keluar kuping kiri? Begitu maksudmu kan?

Sayangnya itu tidak pernah sesederhana yang kau lihat. Ini tak semudah memutar balikkan telapak tangan.

Sudah ku bilang, tidak semua orang itu kuat sepertimu. Tidak semua orang bisa bersikap masa bodo terhadap apa yang mereka terima terutama kata-kata dari keluarganya.

Mungkin jika yang mengatakan itu adalah orang lain, ia akan bersikap biasa saja. Namun ketika yang mengatakan dari keluarganya sendiri. Sulit sih. Sangat sulit.

Aku tidak mengatakan jika semua rasa kesepian akan menghasilkan dampak yang sama seperti remaja ini. Tidak, tentu setiap orang mengalami hal yang berbeda. Dan inilah salah satu yang bisa ku ceritakan.

Kesepian tidak pernah benar-benar hanya tentang merasa sendirian saja. Ada sesuatu yang tumbuh dari sana perlahan-lahan hingga membentuk sebuah cabang. Cabang yang mengantarkan kita pada segala kemungkinan, keadaan dan prasangka.

Cabang yang bisa mengantarkan kita pada kebaikan atau mungkin juga keburukan.

Ketika cabang-cabang itu menuju pada hal-hal baik, maka ia akan bertemu dedaunan yang rindang. Ketika cabang-cabang itu mengantarkan kita pada hal-hal negatif, maka hanya ada ranting kering yang hampir patah yang kita temui.

Apa yang membuat kita menuju ke salah satu cabang-cabang itu? Tidak ada yang tahu persis. Karena semua orang juga ingin menuju kebaikan. Tapi tidak semua orang berjalan di jalan yang benar.

Aku hanya ingin mengatakan, tidak peduli yang kita rasakan ini benar atau salah, baik atau benar. Pada intinya adalah perasaan hanya bisa dirasakan. Tidak bisa dihakimi mana benar mana salah, mana baik mana buruk.

Jika saat ini Kau mengalami hal yang sama dengan remaja itu, sulit untuk bangkit dari tempat tidur, bukan berarti kamu malas. Boleh jadi sesuatu dalam dirimu memberontak dan menuntut haknya untuk dikasihi. Mereka yang di luar sana mungkin boleh mengabaikanmu. Tapi Kau, tidak boleh mengabaikan dirimu sendiri.

Terima dirimu, sekalipun ia begitu sulit bangkit dari tempat tidur.

Sungguh, ia bukan sedang malas, mungkin saja dirimu ingin di melas.

Jaga ia, perhatikan dirimu juga.

Berguru Kepada SepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang