Bagaimana orang-orang kesepian memandang orang lain di luar sana? Sebuah pertanyaan yang tidak penting-penting amat untuk ditanyakan. Tapi mungkin perlu sedikit disinggung.
Beberapa orang di luar sana mungkin akan empati terhadap teman atau salah seorang yang mengeluh kesepian padanya. Mereka akan mengatakan kalimat suportif dan merangkulnya lalu perlahan membuat orang kesepian ini keluar dari zonanya. Satu dua ada yang mengajaknya pergi ke ahli demi memberantas penyakit yang tak terlihat ini. Namun tidak sedikit orang juga menjudge nya dengan berbagai label seperti orang-orang kesepian adalah mereka yang anti sosial, tidak suka bergaul, kurang pengalaman, sulit beradaptasi, dan label-label buruk lainnya.
Padahal sekali lagi ku katakan, mereka yang kesepian bukan berarti ditunjukkan dengan mengurung diri dan tidak bersosial apalagi tidak punya teman.
Memang, secara garis besar mereka yang suka mengurung diri, jarang bersosial itu bisa jadi akan menimbulkan kesepian lama kelamaan. Tapi tidak semua kasus kesepian ditunjukkan oleh sikap-sikap tersebut.
Kesepian bisa hadir di tengah keramaian, kesepian bisa muncul tatkala kita saling beradu tawa bersamaan, kesepian bisa datang kapan saja dan di mana saja. Bahkan jika boleh ku katakan, kesepian biasa melanda siapapun tidak peduli orangnya. Entah dia seorang pengangguran, pemurung, suka melamun, orang-orang yang kerjanya hanya berhadapan dengan mesin, orang-orang yang berhadapan dengan banyak orang. Entah mereka orang biasa atau public figur. Tidak ada yang bisa menjamin siapa dan mengapa seseorang bisa mengalami kesepian. Sekali lagi ku tekankan. Camkan itu!
Aku tidak ingin Kau salah paham lagi kawan. Ini sudah sering terjadi. Dan bagiku cukup. Cukup Kau menilai bahwa kesepian adalah batasan-batasan yang ku sebutkan tadi. Kesepian tidak pernah dibatasi oleh ruangan, kesepian tidak pernah dibatasi oleh profesi, kesepian tidak pernah dibatasi oleh waktu dan lain sebagainya.
Jika saja Kau tahu, Kau mungkin akan mengatakan beberapa kalimat buruk yang akan membuat mereka yang kesepian menjadi down. Semua anggapanmu, semua opinimu, semua yang Kau katakan itu. Aku tahu itu hakmu berpendapat. Tapi setidaknya Aku sudah menjelaskan. Tolong, berpikirlah terlebih dahulu sebelum Kau mengatakannya.
Aku berkata seperti ini bukan untuk meminta belas kasihan padamu atau mencari pembelaan. Apalagi mengaku manusia paling benar.
Jika Kau memang menilaiku sedemian rupa, maka Aku dan mereka yang kesepian di luar sana pun memiliki penilaian terhadapmu.
Kau tahu apa yang ku pikirkan?
Kau pernah berkata bahwa hidup ini cuma sekali. Jangan biarkan masalah-masalah menjatuhkanmu sehingga membuatmu lemah. Lawan semua rasa sakit itu dan jadilah kuat!
Itu kalimat yang pernah Kau katakan suatu ketika. Entah Kau masih mengingatnya atau tidak, Aku tidak peduli. Tapi mungkin Kau sudah lupa pernah mengatakannya.
Kau tahu? Rasa sakit memang seharusnya dilawan. Itu tindakan yang baik dan mungkin sangat tepat. Tapi bagi sebagian orang, mereka yang berusaha melawan rasa sakit, justru rasa sakit itu semakin besar dan semakin kuat menyerangnya balik.
Aku tidak tahu apakah hal ini terjadi juga pada yang lainnya. Tapi bagiku, melawan rasa sakit hanya membuat perasaan itu semakin besar dan membuat penderitaan-penderitaan baru muncul. Akibatnya rasa sakit itu pun semakin besar dan boleh jadi bisa membahayakan kita suatu waktu.
Ada beberapa rasa sakit yang tidak bisa dilepaskan dan terus merangkuli hidup kita. Kita tidak bisa melawan dan menghilangkannya, melainkan harus memeluknya dengan erat. Menjadikannya teman kita yang menemani hidup kita untuk sekian lama.
Kau menganggapku sedang membual?
Aku serius kawan!
Ada beberapa sakit yang terus menjangkit lalu membuat kita tak bisa bangkit. Dan satu-satunya pilihan adalah membiarkan rasa sakit itu terus menjepit lantas hidup kita pun perlahan terhimpit. Terhimpit oleh makhluk bernama kesepian.
Ini memang terdengar aneh. Tapi begitulah kenyataannya. Aku tidak tahu apakah di luar sana juga ada yang merasakan hal sepertiku. Semoga saja tidak. Cukup Aku saja. Biarkan Aku yang menerima penderitaan ini oleh karena diriku sendiri.
Perasaan sakit yang terus ku dekap, membuat rasa sakit itu dari waktu ke waktu berubah. Ia bukan lagi seperti musuh waktu pertama kali Aku mengenalnya. Namun sekarang, ia bagaikan teman yang selalu menemaniku. Diriku sendiri dengan spontan bisa membiasakan diri. Dan perlahan, bukan tangis yang mengiringi tiap kali sakit menghampiri. Tapi tawa yang selalu mampir menepi.
Apakah Aku bisa dibilang gila? Ketika bahagia Aku tertawa, ketika pusing dan banyak masalah pun Aku tetap tertawa. Apa Kau bisa membayangkannya?
Aku mentertawakan diriku karena tertawa di kala merasa menderita. Dan Aku tidak peduli jika pada akhirnya tertawa pun mentertawaiku.
Perasaan inilah yang membuatku menjadi terisolasi sendiri. Dan enggan bertemu denganmu atau sekadar bertegur sapa pada lainnya.
Aku sombong? Aku anti sosial? Aku apa? Apa yang mau Kau katakan? Aku tidak bisa bergaul?
Kau keliru!
Aku bahkan memimpikan agar bisa berbuat baik kepada banyak orang. Aku ingin menoreh tawa di bibir mereka. Aku ingin melontarkan jokes-jokes yang menimbulkan cekikikan mereka. Aku ingin kehadiranku menjadi kabar gembira bagimu dan bagi mereka. Tapi hal itu sulit. Sangat sulit ku lakukan.
Kau tahu? Bahkan seandainya Aku mudah bergaul dengan kalian saja, Aku tidak bisa sepenuhnya bahagia. Aku terlanjur dirantai dalam jeruji kesepian ini. Meski Aku berusaha mencari keramaian di luar sana dan berusaha keras untuk terlihat bahagia, tetap saja. Ada kekosongan dalam jiwa ini kawan. Kekosongan yang begitu luas, ruang hampa yang tak terhitung berapa lebarnya.
Karena Kau terlanjur mengecapku buruk, Aku pun tidak bisa mendekatimu. Apa yang bisa ku lakukan? Ketika Aku menjelaskan apa yang ku rasakan, Kau justru menilaiku dengan banyak kekeliruan. Ini sangat mematahkanku Kawan. Ketika Aku ingin terbang, Kau mematahkan sayapnya. Ketika Aku ingin berjalan, Kau menyerang kakiku. Ketika Aku ingin bangkit dari pembaringan, Kau menyurung tubuhku. Jadi bagaimana Aku bisa bangun? Bagaimana Aku bisa berjalan? Dengan apa Aku ingin terbang?
Kau mungkin tidak menyadarinya. Atau Kau tidak sengaja mengatakan itu semua. Tapi kata tinggallah kata. Sekali ia meluncur, takkan bisa lagi ditarik kembali.
Keyakinanku tentangmu sebelumnya, kini sudah bukan bernama keyakinan lagi. Melainkan kelainan. Yah, Kau menjadi lain dengan mengatakan semua itu. Kau menjadi asing dan Aku pun merasa sendirian. Lagi dan lagi.
Apakah ini salahmu? Atau salahku?Apakah Kau yang ceplas-ceplos? Atau Aku saja yang terlalu berlebihan?
Tak ada yang salah. Baik Aku maupun Kamu. Ini bukan tentang siapa yang salah. Atau bagaimana yang seharusnya. Tapi ini tentang pandangan. Ini tentang penilaian. Ini tentang subjektivitas mu. Dan tentang individualisku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berguru Kepada Sepi
De TodoAku tak pernah menyangka bahwa suatu saat perasaan ini akan tumbuh begitu besar. Ku kira hal ini biasa terjadi, kita merasa hampa di saat-saat tertentu. Kita merasa sendiri walau berada di tengah riuhnya tawa saling beradu. Kemudian perasaan itu den...