Jawaban 9

13 4 0
                                    

Ketika Aku menuliskan jawaban di part ini, seketika Aku teringat akan jawaban-jawaban yang sudah kutulis di belakang.

Beberapa pertanyaan muncul dan menagih ku, apakah jawabanku sesuai dengan apa yang kau inginkan? Apakah ada yang keliru dari jawabanku atau ada ketidaksregan dalam caraku menjelaskan?

Aku sempat memikirkan itu kawan. Tapi kembali lagi. Di sini Aku bukan media untuk memuaskan rasa penasaranmu. Di sini Aku bukan orang yang akan memenuhi segala keinginanmu. Di sini Aku juga bukan ingin mengguruimu dengan menjelaskan jawaban demi jawaban dari pertanyaan yang ku buat sendiri.

Bukan itu tujuanku sejak awal. Kau tidak perlu mengetahuinya. Apapun itu, baiklah. Mari kita fokus ke pertanyaan selanjutnya.

"Jika sendiri menghasilkan suasana sepi, apakah kondisi sepi selalu menghasilkan rasa kesepian?"

Sebuah pernyataan yang sudah jelas-jelas terlihat jawabannya kan? Aku tidak perlu menjelaskannya lagi.

Kau pun mesti akan menjawabnya dengan dua kata, "BELUM TENTU".

Sudah kan? Apa lagi yang harus dijelaskan?

Sepi tidak selalu menghasilkan rasa kesepian. Ini sudah ku jelaskan berkali-kali. Jadi Aku tidak perlu mengutarakannya lagi. Tapi Aku justru akan menanyakan satu hal padamu. Jika memang kondisi sepi tak menjamin rasa kesepian itu datang, lalu mengapa? Apa penyebabnya?

"Mengapa kondisi sepi tak menjamin seseorang merasa kesepian?"

Nah, pertanyaan seperti itu yang mungkin membutuhkan jawaban kan? Hehe.

Mengapa sepi tak menjamin kesepian?

Aku selalu percaya bahwa sepi bukanlah salah satu sifat dari kesepian. Sepi bukan indikator wajib seseorang dalam mengalami kesepian. Kesepian tidak selalu menuntut sepi. Kau tahu kenapa?

Salah satu kenapa seseorang merasa kesepian adalah ketika apa yang mereka harapkan pada sesuatu, sesuatu itu tidak terjadi padanya. Dengan kata lain, ketika seseorang memang nyaman dan berharap sebuah kondisi itu sepi, maka kesepian takkan bisa menghinggapinya. Karena jelas, kondisi itu sesuai dengan apa yang diharapkannya.

Sedangkan kesepian tidak begitu. Katakanlah si A berharap di tempat tertentu kondisinya ramai, namun kenyataannya kondisi di sana sepi. Maka kesepian itu pun tak terelakkan karena harapan dan keadaan sekitar tak sejalan.

Ini bukan hanya berlaku pada sebuah kondisi saja. Melainkan untuk banyak hal. Kenyataan yang terjadi tidak sesuai harapan, bisa menimbulkan rasa kesepian.

Mungkin itu adalah rumusku untuk memahami rasa kesepian itu sendiri. Ketika waktu kecil Aku berharap hidup bahagia bersama teman-teman ku. Menghabiskan masa kecil dengan bermain dan bermain. Tapi kedua orang tuaku membawaku pergi. Mereka memisahkanku dengan sesuatu yang sedang Aku senangi. Mereka merenggut kebahagiaan terbesarku. Harapan-harapan yang dipatahkan itulah yang boleh jadi menjadi penyebab kesepian berkepanjangan ini.

Jika Kau memang merasa kesepian saat ini, coba telaah kembali apa yang sudah terjadi sebelumnya. Apakah ada harapan-harapanmu yang dipatahkan? Apakah ada suatu kondisi yang tidak sesuai dengan keinginanmu?

Mari kita contohnya lebih jelas. Ketika kita menceritakan masalah kita kepada orang lain (curhat) dengan harapan supaya dia mendukung kita dan memberikan saran terbaiknya. Namun pada kenyataannya dia malah membuat kita down dengan segala komentarnya. Sehingga kita pun merasa sendirian di sana. Merasa tak ada yang memahami, tak ada yang peduli. Dan yah, tentu rasa kesepian itu pun muncul tanpa aba-aba.

Kau pernah mengalaminya?

Pasti pernah kan?

Contoh lain, misalkan suatu hari kita mendapat medali emas dari hasil perlombaan cabang olahraga. Kita merasa bangga dan tak sabar menunjukkan piala bertuliskan 'juara 1' itu ke ayah dan ibu. Sesampainya di rumah, kita menunjukkan piala itu ke ayah dan ibu kita dengan penuh kebanggaan. Dan kita akan menjamin dua tiga menit setelah kita menceritakan kehebatan kita mengalahkan banyak peserta lain, maka ayah dan ibu kita pun akan memberikan selamat dan kalimat apresiasi lainnya. Atau saat itu juga kita akan diajak jalan-jalan dan membeli banyak makanan. Namun kenyataannya adalah pada saat kita menjelaskan itu semua dengan penuh semangat dan menggebu justru ayah dan ibu kita meresponnya dengan ekspresi biasa saja hanya karena mereka tidak suka pada prestasi cabang olahraga.

Kau pasti bisa membayangkan perasaannya kan? Bagaimana jika Kau berada di posisi itu? Apa yang Kau rasakan? Hal pertama yang pasti dirasakan di hatinya adalah ia merasa sendirian, asing, tak berguna, dan sebagainya sehingga perasaan kesepian pun sekonyong-konyong menyelimutinya.

Apa yang kita harapkan dengan apa yang kenyataannya terjadi, itulah yang menjadi penyebab kita merasa kesepian.

Lantas apakah kita salah karena kita terlalu berharap?

Menurutku tidak.

Tidak ada yang salah ketika kita berharap. Orang-orang berhak mengharapkan sesuatu, mengharapkan apapun dalam kehidupannya. Itu sikap yang normal menurutku.

Jika manusia tidak memiliki harapan dalam hidupnya, lalu bagaimana mereka akan hidup? Harapan memberinya napas dan kekuatan untuk bergerak. Tapi, memang ada beberapa orang yang selalu berprinsip untuk tidak " terlalu ngarep".

Aku pikir itu hal yang sulit untuk diterima.

Jangan terlalu berharap?

Baiklah untuk beberapa hal kalimat itu memang betul. Jangan terlalu berharap. Tapi bagaimana kita bisa menilai bahwa harapan itu diiringi oleh sikap terlalu? Kadang-kadang harapan itu muncul dengan sendirinya di hati kita. Walau kenyataannya harapan bisa dikondisikan ritmenya.

Mereka yang mengatakan "jangan terlalu ngarep" takkan memahami orang seperti kita. Mereka justru akan menilai kita sebagai manusia-manusia yang tinggi ekspektasi. Padahal kenyataannya tidak begitu. Beberapa orang ditakdirkan untuk merasakan segala sesuatu lebih dalam, mereka begitu perasa sehingga ketika mereka berharap pada suatu hal, harapan itu dengan sendirinya membesar.

Ini memang tidak benar, bagaimanapun kita tidak boleh menaruh harapan yang berlebihan pada apapun. Tapi apa yang bisa dilakukan? Perasaan itu muncul begitu saja.

Kau tahu? Letak masalahnya bukan seberapa besar atau kecilnya harapan itu. Melainkan seberapa banyak kita menggandeng rasa syukur dan ikhlas pada harapan kita.

Jika harapan kita dibersamai dengan rasa syukur dan ikhlas, percayalah. Sebesar apapun sebuah pengharapan, kita takkan kecewa mana kala dipatahkan.

Aku tidak mengatakan kalau diriku sudah bisa menerapkan semua itu. Tidak, Aku pun sama denganmu. Aku juga sedang berjuang bagaimana supaya harapan ini tak mempan dipatahkan tiap kali dikecewakan. Dan yah, ini memang tidak mudah.

Jadi, menurutku tidak salah bagi mereka yang menaruh harapan besar pada sesuatu. Memang beberapa hal tidak bisa kita kendalikan dan itu muncul dengan sendirinya termasuk segala sesuatu yang menyangkut harapan.

Aku paham, teman kita atau bahkan kita sendiri pasti pernah merasakan itu kan? Terlalu berharap pada sesuatu sehingga akhirnya dikecewakan.

Orang-orang mungkin akan mengatakan letak kesalahannya adalah di sikap terlalu berharap itu. Tapi menurutku tidak.

Sekali lagi, bagiku letak kekeliruannya bukan di besar dan kecilnya harapan. Melainkan seberapa jauh kita melibatkan rasa syukur dan ikhlas itu ke dalam harapan.

Berguru Kepada SepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang