Kini kelima bujang Papa Heri sedang berkumpul di ruang tengah sembari menonton sinetron suara hati istri. Oh ralat, yang menonton hanya Rion saja sedangkan yang lainnya sibuk dengan kegiatannya masing masing.
"Mas, kedip kek kalo nonton. Serius banget mukanya," cibir Jordan yang asik mengotak atik ponselnya hingga dibuat salfok dengan raut Rion yang amat sangat serius.
Rion mendudukkan dirinya di depan tv dengan jarak yang sangat dekat, mungkin hanya sebatas dua jengkal. Matanya memicing sembari memegangi kacamatanya agar tak melorot.
"Diem deh, lagi seru ini. Pasti abis ini suaminya ketahuan nih!" sahutnya semangat.
"Udah tau endingnya bakalan kayak gimana kok masih aja ditonton." Tara yang sibuk dengan laptopnya angkat bicara.
"Tuh Mas pendek, dengerin kata Aa tertua."
"SIAPA YANG PENDEK?!"
Rion mencengkram kerah baju Haikal dengan tangan mengepal yang tertahan di udara, siap siap untuk melayangkan bogem ke wajah Haikal.
"Emang kenyataannya gitu Mas, Mas Rion sama Jidan aja lebih tinggi Jidan."
"Kamu kan emang bongsor Jie!"
"Mas Rion nggak adil banget, Haikal mau dipukul giliran si Jidan cuma di damprat doang," protes Haikal tak terima.
"Jidan masih bayi nggak kayak kamu Kal," jawab Tara.
"Aa, Jidan tuh udah gede. Udah mau kuliah masih aja dipanggil bayi."
Zidan pundung, ia melipat kedua tangannya di depan dada dan memalingkan wajahnya.
Keempat Abangnya malah terkekeh melihat tingkah Zidan, katanya sudah mau kuliah tapi kenapa tingkahnya masih seperti anak kecil gini.
Tara mencubit pipi Zidan gemas, "Udah nggak usah pundung, itu Bang Satria sama Bang Candra udah kelar masaknya. Ayo makan dulu."
"Jidan kenapa tambah gemesin sih utututu."
Haikal mencubit pipi Zidan gemas, lalu menarik tangannya untuk membantunya bangkit. Setelah Zidan berhasil berdiri, Haikal tersenyum miring karena tiba tiba terbesit ide jahil.
Cup!
"A HAIKAL!"
Belum sempat Zidan menjambak rambut Haikal karena telah mencium pipinya tiba tiba. Aa nya itu sudah lebih dulu mengacir menyusul Satria dan Candra yang sedang menyiapkan makan malam.
"Wle wle tangkep dong."
Haikal menjulurkan lidahnya dengan wajah tengil yang sangat amat membuat Zidan muak.
Mungkin saat ini telinga Zidan mengeluarkan asap karena sangking kesalnya dengan Haikal. Ia langsung berlari mengejar Haikal memutari meja makan, sungguh ia tak akan melepaskan Aa nya itu dengan mudah.
"Awas aja a, Jidan jambak sampe botak!"
"Hilih nangkep aja nggak bisa sok sok an mau jambak," sahut Haikal dengan wajah tengil yang mendominasi.
Satria yang datang dari dapur sambil membawa sepiring ikan gurame goreng di tangannya hanya mampu menggelengkan kepalanya, selalu saja Haikal.
"Aa sama Jidan berhenti dulu dong, ini mau makan kasian a Tara sama Mas Rion dari pulang kerja belum makan," ujar Satria lembut.
Zidan pun langsung menurut, hanya dengan Satria Zidan bisa meluluh seperti itu. Ntahlah mungkin Satria memiliki sifat yang lembut seperti almarhumah Mama jadi Zidan juga sangat menghormati Abangnya itu.
Zidan mendudukkan dirinya di samping Satria, melirik tajam Haikal yang masih menjulurkan lidahnya menantang.
"Bang, liat tuh Aa Haikal. Nyebelin banget mukanya," adu Zidan kepada Satria.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Pages
Teen Fiction"Mau sekeras apapun lo berusaha, lo nggak bakalan bisa. Karena lo Jidan, bukan Candra." ©arnnisa2022