Candra berjalan menuruni tangga sambil menguap berkali kali, tangan kirinya memegangi dahi sambil memijatnya pelan. Mata lelaki itu tampak sayu dengan kantung mata yang terlihat sangat jelas menandakan bahwa lelaki itu kurang cukup tidur.
"Lo begadang?" tanya Zidan menatap lelaki yang berjalan ke arahnya itu.
Candra masih tak membuka suara, lelaki itu menghampiri adiknya dan berbaring dengan menjadikan paha Zidan sebagai bantal.
"Anjir panas! Lo demam Can!"
Zidan panik setelah menempelkan tangannya di dahi Candra yang terasa panas, apalagi saat mata sayu itu menatapnya dengan tatapan lelah.
"Diem Jie, gue mau tiduran," lirih Candra saat Zidan berusaha untuk bangkit.
Sekarang adalah hari Sabtu namun semua orang tak ada di dalam rumah. Tara, Rion, Haikal, dan Satria sedang berguru dengan Jordan di halaman depan, sedangkan Zidan hanya menonton tv di ruang tengah ia hanya malas saja berguru dengan Jordan kalau pada akhirnya ia tetap tak bisa berantem. Kalau Candra, setelah sholat subuh tadi ia kembali tidur di kamarnya, katanya sih masih mengantuk.
"Lo terlalu keras sama diri sendiri Can, jangan belajar sampe malem itu kantung mata lo jelas banget kalo lo akhir akhir ini begadang," tutur Zidan sembari menyibakkan rambut Candra di dahi lelaki itu.
"Kalo ngomong lain kali liat diri lo sendiri."
Zidan mengernyitkan dahinya bingung, "Hah? Maksud lo apaan?"
"Lo pikir gue nggak tau lo juga belajar sampe malem," jawab Candra, "jadi, yang terlalu keras sama diri sendiri itu siapa?"
Candra menatap manik mata Zidan yang berusaha menghindari tatapan matanya, lelaki itu sadar ada gelagat aneh dari adik bungsunya yang sepertinya tak ingin ia membahas tentang topik tersebut.
"Emm gue ambilin air hangat bentar buat kompres dahi lo."
Zidan menurunkan kepala Candra dari pahanya dengan pelan, lalu setelahnya ia langsung melenggang menuju ke dapur.
"Bisa bisanya dia nggak ngantuk sama sekali? Bahkan gue sampe demam gini," gumam Candra sambil memijat dahinya yang terasa berdenyut.
Tak menunggu lama Zidan datang dari arah tangga dengan selimut yang ada di tangannya.
"Katanya mau ambil kompres, kok selimut?"
"Biar lo nggak dingin gue ambilin selimut dulu, baru abis ini gue ambil air kompresannya."
Zidan menyelimuti tubuh Candra yang berbaring di sofa sebatas leher, "Di sofa sempit, pindah dikamar lo aja dah biar lo nya nyaman."
"Udah disini aja, lo bawelnya melebihi Bang Sat dah."
Zidan hanya membalasnya dengan tatapan sinis lalu segera melenggang untuk mengambil air kompresan di dapur, setelahnya ia kembali menghampiri Candra yang menatapnya tanpa berkedip.
"Apaan dah ngeliatin gue gitu amat."
"Lo... nggak ngantuk?" tanya Candra terdengar serius.
Sang empu mengernyitkan dahinya tak mengerti, "Enggak, emang gue kenapa?"
"Lo begadang."
Zidan memutar bola matanya malas menghiraukan kalimat Candra, ia mencelupkan handuk kecil di air kompresan dan memerasnya. Lalu setelahnya ia menempelkan handuk kecil tersebut di dahi Candra.
"Jie, lo begadang kan? Belajar sampe jam dua pagi."
Kali ini mata sayu Candra menatap manik mata Zidan dengan lekat, seolah pertanyaan yang baru saja dilontarkan itu harus benar benar dijawab.

KAMU SEDANG MEMBACA
365 Pages
Novela Juvenil"Mau sekeras apapun lo berusaha, lo nggak bakalan bisa. Karena lo Jidan, bukan Candra." ©arnnisa2022