Ting tong!
Bel rumah berbunyi nyaring di ruang tengah, yang padahal saat ini jam masih menunjukkan pukul lima lebih seperempat.
"BANG SAT ITU ADA TAMU KENAPA NGGAK DIBUKAIN?!" pekikan nyaring Candra yang berasal dari lantai dua langsung menggema di seluruh penjuru rumah.
"ABANG LAGI GORENG TEMPE, CAN!" pekik Satria dari arah dapur.
Bugh!
"Kenapa nggak lo aja yang bukain!"
Jordan berjalan menuruni tangga setelah menendang pantat Candra yang hanya menggenakan celana boxer.
"Mas Jojan kampret!" protes sang empu tak terima.
"Ada apa, Can?"
Tara keluar dari kamarnya dengan muka bantal dan tangan yang sedang mengucek matanya tanda bahwa lelaki itu baru saja bangun dari tidurnya.
"Tau tuh, tamu dateng pagi pagi buta gini," gerutu Candra.
Mata Tara yang awalnya masih mengantuk kini langsung membulat terkejut, "Oh iya, Aa lupa."
Tanpa mengatakan apapun lagi lelaki itu langsung berlari menuruni tangga dan menyusul Jordan yang sedang membukakan pintu untuk tamu tersebut.
"Nah ini orangnya yang nyuruh saya pagi pagi datang, Mas," ujar seorang lelaki yang kira kira masih berkepala dua sembari menunjuk Tara yang baru saja menghampiri mereka.
"Iya aku yang nyuruh Mas nya dateng jam segini, kenapa, Jan?"
"Jojan marahin, soalnya ganggu," sahut Jordan santai dengan kedua tangan yang melipat di depan dada.
Tara langsung membulatkan matanya, "Emm maafin adek saya ya, Mas. Maaf juga saya udah ngerepotin nyuruh Mas nya dateng jam segini, barangnya tolong dimasukin sekalian aja."
Lelaki itu tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya, "Baik Mas, tidak apa apa."
"JIDAN CEPET TURUN! LO HARUS LIAT KE BAWAH!" pekikan nyaring Candra kembali terdengar nyaring dari lantai bawah.
Zidan langsung keluar dari kamarnya, ia baru saja bangun dan mendengar teriakan Candra yang se keras toa masjid. Bahkan Haikal dan Rion pun ikut keluar dari kamarnya masing masing sambil menguap, iya mereka tak sengaja menguap secara bersamaan.
"Apaan sih itu toa masjid berisik banget," gerutu Haikal tak terima tidur nyenyak nya terganggu.
"Apaan, Jie?" tanya Rion.
Zidan menggelengkan kepalanya polos, "Jidan aja baru bangun," jawabnya, "udahlah turun aja dulu."
Ketiganya langsung menuruni tangga, dengan Haikal yang ada di garda paling depan. Namun saat hampir sampai di tangga terakhir Haikal menghentikan langkahnya, ia menoleh ke belakang dengan mata melotot dan mulut yang menganga lebar.
"Apaan? Biasa aja mukamu Kal," decak Rion mendorong wajah Haikal gemas.
"Jidan buruan lo turun!" pekik Haikal menarik lengan Zidan untuk menjajarkan langkahnya.
"Apaan sih--piano?! Serius itu piano?"
Zidan menutuo mulutnya tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Ia langsung berlari menghampiri piano berwarna coklat yang ada di samping tangga, terdapat plastik yang membungkus tuts nya tanda bahwa piano itu masih baru.
Tanpa ba bi bu Zidan langsung memeluk Tara yang sedari tadi berdiri disamping piano tersebut dengan senyum lebar yang tercetak di wajahnya.
"Seneng, Jie? Aa sampe mohon mohon nyuruh Mas nya nganter pagi pagi gini biar kamu liatnya masih kayak mimpi soalnya baru bangun tidur, eh malah Mas nya diamuk sama Jojan gegara ganggu," jelas Tara terkekeh.

KAMU SEDANG MEMBACA
365 Pages
Roman pour Adolescents"Mau sekeras apapun lo berusaha, lo nggak bakalan bisa. Karena lo Jidan, bukan Candra." ©arnnisa2022