Bagian 14

802 83 1
                                    

Semua orang berkumpul di ruang tengah namun dengan suasana menegangkan tak seperti biasanya, tak ada candaan, tak ada pekikan dan tak ada pertengkaran. Semuanya menundukkan kepala, terutama lelaki yang memakai kaos hijau neon bertuliskan 'beatbox' di dadanya.

Tara menghembuskan napasnya panjang, "Kenapa semuanya ikut nunduk hem? Udah tau kalo Aa mau marah?" Ucapan Tara memang terdengar santai, namun tak seperti biasanya.

"A Tara jangan marahi Candra, Aa tau kan Candra orangnya kayak gimana. Kalo nggak ada sebab dia nggak bakalan mukulin orang lain," tutur Zidan menatap Tara dengan puppy eyesnya.

"Maafin Jojan karena Jojan yang ngajarin Candra berantem, tapi kenyataannya emang Candra nggak bakalan mulai kalo nggak dipancing a," imbuh Jordan angkat bicara.

Satria mengusap punggung Candra yang ada di sebelahnya, adiknya itu masih menunduk dan ia tau kalau sang empu sedang menyembunyikan tangis. Satria dapat melihat tubuh Candra yang bergetar dengan isakan kecil yang keluar dari mulutnya.

"A jangan marahi Candra, ya," cicit Satria.

"Bahkan sepulang sekolah tadi Candra nangis sangking ngerasa bersalahnya sama Aa," ucap Haikal menatap Candra yang masih menundukkan kepalanya.

Rion menoleh ke arah Tara, "Kita semua nunduk karena kita saling menjaga dan mengingatkan. Kita nggak akan biarin siapapun diantara ketujuh saudara ini berdiri sendiri, kita ini tujuh bersaudara yang harus saling rangkul untuk berjalan bersama sama. Mungkin Candra memang salah, tapi kita nggak akan biarin Candra dimarahi sendirian."

Setelah Rion mengatakan kalimatnya, tiba tiba saja Tara terkekeh yang membuat keenam adiknya bingung. Bahkan Candra yang sedari tadi menunduk kini mendongakkan kepalanya cengo dengan ingus yang sudah menyebrangi mulutnya.

"Aa kok ketawa? Jangan serem serem ah, jangan jangan ini rumah ada hantunya lagi." Haikal bergidik ngeri sambil menatap sekeliling.

Jordan langsung menoyor dahi Haikal gemas, "Lo hantunya, nggak usah nakut nakutin deh."

"Bilang aja lo takut Mas," cibir Zidan santai.

"Kok gue?! Tuh Mas Rion yang penakut."

Rion mengepalkan tangannya diudara, "Mau dibogem kamu Jan?! Jelas jelas yang penakut itu Satria, tengah malem katanya denger pancinya bunyi aja langsung nutup seluruh badannya pake selimut."

"Kaget Mas! Lagian itu ternyata Candra tengah malem bikin mie instan, aneh aneh aja," dumel Satria tak terima.

Candra menyeka ingusnya dan menatap para abangnya malas, "Ini A Tara malah dianggurin, kalian nggak jadi belain Candra? Ini Candra mau dimarahin loh!"

Tara tergelak, tangannya mengacak surai hitam pekat Candra dengan gemas, "Emang siapa yang mau marahin kamu, hem? Aa tau semua adik adik Aa itu baik dan nggak pernah ngelakuin hal yang nggak bener, apalagi kamu yang disekolah aja dijuluki sebagai siswa teladan."

Semua orang menghembuskan napasnya lega, akhirnya Tara sudah angkat bicara kalau ia tak akan marah. Tapi tunggu, masih ada satu hal lagi.

"T-tapi soal beasiswa," cicit Candra lirih.

Tara tersenyum lebar, "Beasiswa kamu nggak jadi dicabut, tapi hukuman kamu masih sama, skors selama tiga hari."

"YEY! LIBUR TIGA HARI!" Candra melompat lompat seperti seorang monyet di Upin Ipin yang kegirangan karena berhasil membohongi sang kura kura.

"Stress, di skors malah seneng," cibir Zidan menggelengkan kepalanya.

"Enak lah Jie, kan bisa santai rebahan di rumah tanpa harus pusing pusing sekolah," sahut Jordan.

365 PagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang