Akhirnya setelah berkutat dengan angka angka yang dijelaskan dipapan tulis selama tiga jam pelajaran kini telah berakhir, bel dua kali berbunyi yang menandakan waktunya istirahat. Ah, Zidan sudah tak sabar untuk menuju ke koperasi karena sudah lama ia tak menghabiskan waktu istirahat disana.
Setelah guru yang mengajar pamit keluar dari kelas Zidan langsung bangkit dari duduknya. Namun belum sempat kakinya melangkah, tiga buku tulis sudah mendarat mulus di mejanya yang penuh coretan spidol itu.
"Sejarah lo sekelompok sama gue dan lo nggak pernah ikut nimbrung, jadi tugas lo rangkumin materi halaman seratus lima yang ada di buku paket," ujar Lita dengan santai, "btw itu punya Rastya sama Verra sekalian."
Tanpa menunggu jawaban dari sang empu ketiga gadis itu langsung melenggang meninggalkan Zidan yang mengernyit heran. Ada ya gadis yang seperti itu, memperlakukannya dengan semena mena seolah memang tak perlu mendengar alasan apapun dari mulut Zidan bahwa lelaki itu harus tetap menuruti keinginan mereka.
"Bahkan gue nggak masuk grup kelas apalagi masuk grup kelompok, di sekolah pun mereka nggak pernah bilang gue disuruh dateng ikut ngerjain tugas," dumel Zidan sembari memasukkan tiga buku tulis tadi di dalam ranselnya.
Lelaki itu tertawa hambar, "Kalaupun gue disuruh dateng juga paling dianggurin sih soalnya gue kan bodoh."
Ah, sudahlah tak penting juga terlalu memikirkan cemoohan orang orang yang selalu memandangnya sebelah mata. Jika terus memikirkan kata kata mereka bagaimana ia bisa kembali bangkit? Bukankah tekadnya sudah bulat jika ia ingin bekerja keras mulai sekarang?
"Eits, mau kemana lo?"
Zidan langsung menghentikan langkahnya dan reflek mundur ke belakang setelah sampai di depan kelasnya, ia terkejut dengan suara Lukas yang tiba tiba menghadang jalannya. Ah, seharusnya ia sudah terbiasa dengan hal itu, sudah hampir satu bulan Lukas dan Praja selalu mendatangi kelasnya sebelum ke kantin mereka pergi ke kantin.
Oke, sepertinya lagi lagi rencana istirahat di koperasi kali ini gagal.
"Kantin kan?"
Praja tersenyum lebar, "Iya dong."
Zidan mengernyit, kenapa tiba tiba saja Praja tersenyum lebar? Bahkan setiap kali Zidan bersama mereka Praja hanya akan menatapnya datar atau tersenyum miring.
"Jie, kenapa lo sama mereka?"
Tunggu, bukankah itu suara Candra yang berasal dari belakang tubuhnya, Zidan langsung menoleh dan ternyata benar dugaannya disana Candra berdiri tepat di belakangnya dengan kening yang mengerut. Ah, sepertinya ia tau alasan Praja tersenyum lebar ke arahnya tadi.
Zidan menoleh, "H-hah?"
"Jidan mah udah lama temenan sama kita, iya kan Jie?" Praja merangkul bahu Zidan dan tersenyum miring kepada Candra.
Candra menautkan satu alisnya tak mengerti, kenapa tiba tiba saja Zidan berteman dengan seseorang yang pernah berusaha menjebaknya? Ah, Candra merasakan ada yang tidak beres disini.
"Ah iya, l-lo mau ngapain kesini?" tanya Zidan dan lagi lagi ia gugup.
"Gue mau nyamperin adek gue, nggak boleh?" tanya Candra menaikkan satu alisnya.
Zidan tersenyum kikuk, "Boleh lah, cuma tumben aja gitu."
Candra langsung menarik Zidan yang membuat Praja mengurai rangkulannya, Candra membawa Zidan agar menjauh dari kedua lelaki dengan seragam yang dikeluarkan itu.
"Lo nggak mau jelasin?" tanya Candra lirih.
"Jelasin apaan? Apa yang perlu dijelasin anjir."
Candra melirik Praja dan Lukas yang melipat tangannya di depan dada, "Lo temenan sama berandal?"
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Pages
Teen Fiction"Mau sekeras apapun lo berusaha, lo nggak bakalan bisa. Karena lo Jidan, bukan Candra." ©arnnisa2022