Bagian 24

744 76 8
                                    

Seperti biasa malam ini para bujang Papa Heri berkumpul di ruang tengah, terkecuali Candra dan Haikal. Walaupun berkumpul di tempat yang sama namun mereka melakukan kesibukan yang berbeda beda, Jordan yang sedang berkutat dengan laptopnya karena sebentar lagi akan sidang skripsi, Tara dan Rion yang kebetulan tidak ada yang dikerjakan alhasil hanya menonton sinetron tv, dan Satria yang menjadi guru Zidan karena Candra yang sudah berjanji ingin mengajari Zidan ternyata malah kencan dengan sang pacar. Yap, Candra malam ini keluar untuk kencan dengan Olin, Haikal pun sama ia keluar dengan Dira tapi bukan kencan soalnya mereka cuma teman.

"Kayak gini bener nggak, Bang?" Zidan menunjukkan hasil pekerjaan di atas kertas yang bertuliskan rentetan rumus dan jawaban.

Satria meneliti jawaban Zidan dengan kening yang bergelombang, berkali kali matanya menyipit untuk melihat lebih jelas dan sedikit berpikir. Jujur saja, tulisan Zidan benar benar membuatnya pusing, tak hanya kecil tapi juga acak acakan dan menggabung persis seperti cacing kepanasan.

"Gimana, Bang?" tanya Zidan karena Satria tak kunjung memberinya jawaban.

Sang empu yang semula memperhatikan tulisan itu kini berganti menatap si penulis, "Minimal yang gede dikit Jie kalo nulis, sumpah dah ini kecil banget gandeng gandengan pula Abang harus mikir dulu bacanya walaupun ini cuma angka."

Jordan yang ada disampingnya tergelak, "Coba liat Sat, sejelek apa tulisan si Jidan."

"Jelek jelek gini yang penting bisa nulis," cibir Zidan tak terima.

"Buset dah bisa rabun ini mata gue." Jordan menggelengkan kepalanya dan langsung mengembalikan hasil tulisan Zidan kepada Satria.

"Nggak papa Jie, Abang masih bisa baca kok. Tapi kamu nunggu dulu bentar soalnya ini baca sambil mikir," ujar Satria membela.

"Tuh Mas, Bang Sat masih bisa baca, lo nya aja yang rabun!"

Jordan melotot tak terima, "Heh! Enak aja mata gue masih sehat ya."

"Iya mata kalian masih sehat, yang rabun cuma mata Mas Rion." Rion menoleh dan angkat bicara dengan santai.

Zidan dan Jordan langsung terdiam seribu bahasa, namun beberapa detik berikutnya mereka mencengir kuda memperlihatkan sederet gigi rapihnya.

Jordan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "Maaf Mas, nggak bermaksud," cengirnya.

"Mas Jojan yang mulai, Mas," imbuh Zidan yang langsung mendapat toyoran dari sang empu yang tertuduh.

"Jidan yang ngatain Jojan padahal."

"Jangan diperpanjang, udah itu skripsi kamu disave dulu kalo mau ngobrol takutnya ilang ntar kamu nangis," ucap Tara berusaha menghentikan percekcokan.

"Badan gede gini kok nangis," cibir Jordan yang kembali berkutat dengan laptopnya.

Zidan menyatukan bibirnya rapat dan mengeluarkan napas lewat mulut dengan sedikit dorongan hingga menimbulkan bunyi 'prett'.

"Hilih pas malem ada Paman itu lo nangis kok," cibirnya.

"Itu nangis terharu bocil, beda."

"Gue--"

"Udahlah kalian cekcok mulu dari tadi, ini punya kamu masih ada yang salah dan harus dibenerin, Jie." Satria angkat bicara setelah selesai mengkoreksi pekerjaan Zidan.

Zidan mengambil alih hasil pekerjaannya, "Oh cuma salah dua, bentar deh Jidan benerin lagi."

"Assalamualaikum!" pekikan nyaring yang dilontarkan oleh seseorang yang baru saja memasuki rumah itu reflek membuat seluruh penghuni rumah menutup kedua telinganya rapat rapat.

365 PagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang