"Jidan udah gede, gimana sekolahnya? Nggak nyangka bentar lagi kamu lulus." Eyang mengusap kepala Zidan yang berbaring di pahanya.
Zidan terdiam beberapa saat, menerawang tentang bagaimana hidupnya saat disekolah, "Gitu aja sih Eyang, nggak ada yang berubah."
"Temen kamu banyak ya Jie? Eyang seneng kalo kamu punya banyak temen."
"Iya Eyang," sahut Zidan tersenyum kecut.
"Udah kepikiran masuk jurusan apa nanti pas kuliah?"
"Sastra Indonesia, kayak a Haikal. Jidan kan suka nulis Eyang, pengen banget jadi penulis yang sukses yang bisa nerbitin banyak buku," tutur Zidan dengan semangat.
Melihat Zidan tersenyum lebar, Eyang pun ikut menyunggingkan senyumnya, "Eyang doa in semoga cita cita Jidan tercapai."
"Aamiin."
"JIE LO PUNYA BOLPOIN BERAPA?!" pekikan nyaring Candra langsung menggema di seluruh penjuru rumah.
Zidan dan Eyang seketika langsung terperanjat. Zidan mengubah posisinya menjadi duduk dan menoleh ke atas mendapati Candra yang berdiri santai menunggu jawaban.
"Nggak usah teriak bisa?!" cetus Zidan kesal.
"ENGGAK! BURUAN DIMANA GUE PINJEM!"
Zidan menatap Candra dengan sinis, ia sengaja tak menggubris kalimat Candra. Zidan kesal dengan sifat keras kepala abangnya itu.
Tara dan Rion keluar dari kamarnya masing masing, dan tentunya karena ulah Candra.
"Candra kalo ada perlu sama Jidan ya samperin, jangan teriak teriak soalnya ada Eyang, kasian." Tara angkat bicara memperingati.
"Iya Can! Kalo nggak ada Eyang mah terserah kamu mau ngapain, tapi yuyur Mas Rion juga keganggu sama suara kamu makannya Mas keluar kamar," imbuh Rion.
Candra menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia jadi merasa tak enak dengan kedua abangnya ini. Pasti ia telah mengganggu pekerjaannya.
"Maafin Candra Aa Mas, ini Candra mau turun."
Tara menyunggingkan senyumnya lalu mengacak gemas rambut Candra, "Jangan diulangi lagi, apalagi ada Eyang."
"Yang namanya Candra, nggak mungkin nggak ngulangin lagi a. Kalo emang dasarnya toa masjid mah udah susah!" sahut Haikal yang tiba tiba keluar dari kamar juga.
"Nggak usah mancing keributan kamu Kal!" pekik Rion mendelik.
"Ah Mas Rion mah nggak asik, emosian mulu sama Haikal."
Haikal pundung, tanpa sepatah kata lagi ia langsung menyelonong menuruni tangga. Begitu pula dengan Candra yang menyusul Haikal di belakangnya.
"Yah baper," lirih Rion.
"Makannya kamu juga jangan gitu."
"Rion kan cuma becanda a."
Keduanya berjalan menuruni tangga menyusul para adiknya dan Eyang yang sedang berkumpul di ruang tengah.
"Pinjem bolpoin Jie," ujar Candra.
"Ambil sendiri di laci meja belajar," sahut Zidan santai.
Candra mendelik, "GUE HARUS--"
"Can," potong Tara memperingati.
Candra langsung mencengir, "Kenapa nggak bilang dari tadi Jie? Gue harus naik lagi dong," ujarnya gemas.
"Ya lagian, lo teriak teriak sih. Males gue jawabnya!" cetus Zidan sinis.
Candra menghembuskan napasnya pasrah, tanpa sepatah kata lagi ia langsung melenggang kembali naik ke atas untuk menuju ke kamar Zidan.

KAMU SEDANG MEMBACA
365 Pages
Ficção Adolescente"Mau sekeras apapun lo berusaha, lo nggak bakalan bisa. Karena lo Jidan, bukan Candra." ©arnnisa2022