"Lo mau minta dimasukin grup kelas? Nggak salah denger gue?!" tanya Lita sengaja dengan suara keras agar satu kelas bisa mendengarnya.
"Gue juga bagian dari kelas ini," sahut Zidan datar.
"Lah bodoh lo baru nyadar nggak masuk grup kelas apa gimana? Kenapa lo baru minta masuk sekarang tolol kemana aja lo selama ini," ujar salah satu lelaki yang jaraknya lumayan jauh dari tempat Zidan berdiri.
Zidan terdiam beberapa saat, "Ujian udah deket, pasti banyak guru yang ngirim materi ataupun informasi lewat grup kelas."
"Dih buat apaan lo sok sok an mau tau tentang materi sama informasi segala," cibir seorang gadis dengan kunciran persis seperti ekor kuda.
"Belajar."
Tawa seluruh penghuni kelas langsung meledak setelah mendengar satu kata yang keluar dari mulut Zidan, seolah kata 'belajar' yang keluar dari mulut lelaki itu hanyalah lelucon bagi mereka semua.
"Yang bener aja lo mau belajar."
"Udah telat bodoh! Harusnya lo tuh belajar dari dulu biar nggak tambah bodoh."
"Emang dasarnya udah bodoh ya mau gimana lagi."
"Gue mau berusaha, nggak ada salahnya gue nyoba dari sekarang."
Kalimat yang dilontarkan Zidan itu kembali membuat seluruh penghuni kelas meledakkan tawanya, bahkan beberapa ada yang sampai memegangi perutnya sangking puasnya tertawa, karena menurut mereka kalimat tersebut sangatlah lucu dan sayang jika tidak ditertawakan.
Karena lelah berdiri di samping Lita yang tak ada hasil, Zidan memutuskan kembali ke bangkunya yang ada di pojok paling belakang. Menelungkupkan kepalanya di atas meja tanpa memperdulikan sorakan orang orang dengan kalimat kalimat sampahnya itu.
"Dasar bodoh, lo liat deh diri lo sekarang kayak gimana."
"Lo tuh bodoh anjrit bodoh!"
"Mau sekeras apapun lo berusaha, lo nggak bakalan bisa. Karena lo Jidan, bukan Candra."
"Kalo Candra yang mau usaha sih gue percaya, kalo lo yang mau usaha mending ketawain aja palingan juga nggak bakalan jadi apa apa."
"Iya anjir Candra mah emang pinter pake banget, lah dia apaan bisanya cuma diem aja udah bodoh tambah bodoh."
"Kadang juga gue heran kok bisa Candra punya adek kayak dia."
"Dia anak pungut kali."
Brakk.
"DIEM LO SEMUA!"
Zidan menggebrak meja dengan keras yang membuat mulut mulut sampah itu langsung tertutup rapat, kali ini ia menatap teman temannya satu persatu dengan kedua tangan yang mengepal. Kalimat terakhir yang dilontarkan mereka benar benar membuatnya marah dan sakit hati, kata kata itu sungguh tak pantas untuk diucapkan.
Suasana kelas langsung menjadi hening, tak seperti beberapa tempo lalu semuanya kembali tertawa setelah Zidan berteriak. Kali ini semuanya benar benar diam, bahkan beberapa dari mereka langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain saat matanya tak sengaja bertubrukan dengan tatapan tajam Zidan.
Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi Zidan langsung melenggang keluar dari kelas, mungkin untuk yang kesekian kalinya ia akan membolos saat jam pelajaran. Percuma, tak ada gunanya berusaha menjelaskan semuanya pada mereka yang selalu memandang sebelah mata.
"Kamu nggak papa keluar di jam pelajaran gini?" tanya Zidan berusaha meyakinkan.
"Ih nggak papa, kan aku udah bilang kelasku lagi jamkos," sahut Erin.

KAMU SEDANG MEMBACA
365 Pages
Novela Juvenil"Mau sekeras apapun lo berusaha, lo nggak bakalan bisa. Karena lo Jidan, bukan Candra." ©arnnisa2022