Bagian 4

1.3K 140 0
                                    

Erin dan Zidan berjalan memasuki daerah pasar apung dengan Zidan yang menuntun sepedanya.

"Udah lama banget Jidan nggak kesini, dulu sering banget ikut Mama belanja."

Zidan menggerakkan tangannya setelah menatap sekeliling. Ah, rasanya ia sangat rindu suasana sore di pasar apung ini, dulu setiap hari Selasa dan Jumat Zidan tak pernah absen untuk ikut Mama belanja di pasar ini. Menurutnya pasar apung ini cukup seru, ia bisa naik ke atas perahu dengan sang Mama sambil berbelanja.

"Berarti rumah kamu di deket sini juga dong?"

"Deket, di desa sebelah. Makannya aku naik sepeda ke danau itu."

"Itu rumah aku yang diujung," ujar Erin menunjuk rumah yang berada di ujung sebelah kiri.

Sore ini pasar apung ramai pengunjung, di sebelah kiri ada para pedagang kios, sedangkan di sebelah kanan banyak pedagang dan pembeli yang berinteraksi dengan menggunakan perahu.

Zidan menstandar sepedanya setelah keduanya sampai di depan rumah Erin.

"Maaf ya Jie, rumah aku jelek."

Zidan menghembuskan napasnya panjang, "Nggak perlu dilihat dari depannya Er, mau sebagus apapun bentuk rumah kalo didalamnya nggak ada kebahagiaan buat apa. Mending rumah yang sederhana tapi nyaman untuk berbagi kebahagiaan."

Erin terdiam sempat terkesima dengan maksud dari Zidan ini, lalu setelahnya ia mengajak Zidan untuk masuk.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Suara lembut dan senyum hangat seorang wanita yang sedang duduk di kursi roda langsung menyapa kedua remaja yang baru saja memasuki rumah.

Wanita yang kira kira masih berkepala tiga itu mengerutkan keningnya, menatap seorang lelaki yang berada di samping putrinya.

"Ini siapa Er?" tanya Lestari dengan menggerakkan tangannya.

"Saya Zidan Tante, pacarnya Erin," sahut Zidan lalu bersalaman dengan Lestari.

Lestari sempat terkejut, karena dengan tiba tiba Erin membawa seorang lelaki dan ternyata itu adalah kekasihnya. Kenapa Erin tak pernah bercerita?

"Beneran pacar kamu Er?"

Dengan malu malu Erin menganggukkan kepalanya, "Iya Bu, maaf Erin nggak pernah cerita sama Ibu."

"Silahkan duduk nak, Zidan?"

Zidan menganggukkan kepalanya, dan segera mendudukkan dirinya di kursi kayu.

"Mau minum apa Jie?"

"Nggak usah, kamu ikut duduk aja."

Lestari terkekeh kecil, "Kamu grogi ya nak Zidan?"

"Maaf Tante, Zidan baru pertama kali berada di posisi seperti ini soalnya," sahut Zidan tak enak.

Ah, seharusnya Zidan lebih jago lagi mengontrol dirinya agar tak terlihat grogi di depan Ibunya Erin.

"Kamu masih sekolah? Ketemu sama Erin dimana?"

"Zidan sekolah di SMA Persada Tante, udah kelas dua belas dan kebetulan ketemu Erin disana juga," sahut Zidan dengan sopan.

Lestari menganggukkan kepalanya paham, "Sudah berapa lama menjalin hubungan dengan Erin?"

"Baru satu minggu Tante."

"Emm maaf nak, kamu kan tau kalo Erin tuli. Kamu benar benar serius kan sama Erin? Kamu benar cinta sama anak saya? Takutnya kamu ada maksud lain," ujar Lestari lembut.

365 PagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang