Bagian 15

715 78 2
                                    

Setelah keluar dari UKS, Zidan memutuskan untuk menuju ke kelasnya dengan berjalan santai di koridor, mau buru buru pun percuma karena kelasnya pasti sudah ada guru dan ia akan berakhir mendapat cemoohan dari teman sekelasnya karena dianggap lemah, haha ia sudah hafal betul.

"Erin?" Zidan menyipitkan matanya kala melihat salah satu gadis yang sedang hormat di bawah tiang bendera.

Lelaki itu terkekeh geli, "Ternyata Erin bisa terlambat juga."

"Heh bocah bodoh!"

Zidan terperanjat mendapati Praja dan Lukas yang tiba tiba berada di belakangnya dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana, tak lupa dengan seragam sekolah yang awut awutan membuat aura badboy nya semakin menonjol.

"Apa?"

"Ikut gue ke kantin," jawab Praja sedikit ketus.

"Tapi gue harus ke--"

Bugh!

Zidan mundur beberapa langkah kebelakang setelah Lukas melayangkan bogem mentah di perutnya tanpa aba aba. Zidan langsung memegangi perutnya dengan meringis, rasa nyeri langsung menjalar di perut lelaki itu.

"Lo udah pikun apa pura pura pikun, kemaren lo udah sepakat bodoh!" Lukas menoyor kepala Zidan dengan kasar.

"Pukulin aja sepuasnya Kas, mumpung nggak ada Abang kesayangannya."

Lukas langsung meledakkan tawanya puas, "Oh iya kan Abang kesayangannya lagi di skors. Atau mau dicabut beasiswanya kalo lo nggak mau nurutin apa kata Praja?!"

Dengan cepat Zidan langsung menggelengkan kepalanya, "Gue ikut ke kantin."

"Bagus." Praja tersenyum puas dan langsung melenggang dari tempat.

Dalam diam Zidan mengepalkan tangannya kuat, namun beberapa detik setelahnya ia menghela napas pasrah dan kepalan tangannya perlahan mengendur. Dengan langkah gontai lelaki itu mengikuti langkah Praja dan Lukas yang sudah jauh di depannya.

"Pesenin minum, pake duit lo."

Oke, Zidan menuruti perintah Praja memesankan minuman di kantin untuk Praja dan juga Lukas. Daripada ia menyahuti yang akan berakhir mendapat bogeman, lebih baik langsung saja menuruti kemauan lelaki berandal itu.

Tak lama Zidan datang dengan nampan ditangannya yang berisi dua gelas coklat panas, tanpa mengatakan apapun ia langsung menyodorkan coklat panas kepada Praja dan Lukas.

"Duduk," titah Praja sambil menyeruput coklat panasnya.

"Gue?"

"Ya masa gue yang udah duduk dari tadi?!" sahut Lukas tak santai.

Zidan mendudukkan dirinya di depan Praja dan Lukas yang sedang menyeruput coklat panasnya, "Apa?"

"Lo emang dasarnya tolol atau gimana sih? Lo peduli banget sama si Candra tapi lo bahkan nggak peduli sama diri lo sendiri."

Zidan terdiam mencerna ucapan yang keluar dari mulut Praja secara tiba tiba itu, "Ucapan lo bikin ambigu, gue nggak ngerti maksud lo apaan."

Lukas berdecak sebal dan menoyor dahi lelaki di depannya ini, "Bener bener bodoh lo! Lo tau kan kalo Praja mau singkirin Candra, lo malah halangi dia dan biarin lo aja yang disiksa, lo emang bodoh banget ngelakuin hal kayak gitu buat Candra."

"Candra abang gue."

Praja terkekeh pelan, "Lo terlalu peduli sama Candra tapi apa dia pernah peduli sama lo?"

Zidan menganggukkan kepalanya, "Pernah--"

"Candra tau kalo lo selama ini depresi yang setiap hari harus bawa obat nggak guna itu?"

365 PagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang