"Jangan suruh Gala kesini, pa. Dara gak mau dia lihat Dara begini. Tolong biarin dia pergi berobat, jangan biarin dia lihat Dara."
Sejak kesadarannya, Dara selalu menangis. Apalagi saat dokter mengatakan jika ia mengalami kebutaan, Dara semakin menggila dan mengamuk.
Sekarang, gadis itu sudah mulai tenang. Meski Rendra tidak pernah meninggalkannya, Rendra selalu menggenggam tangan Dara dan menemani anaknya.
"Dara malu, Dara gak mau Gala lihat Dara begini."
Rendra melirik kearah ujung brangkar, nyatanya sedari tadi Galadrik tak pernah meninggalkan Dara. Nyatanya ia selalu menemani gadis itu meski berkali-kali Dara mengatakan jika ia tidak mau bertemu dengannya.
"Gala gak ada disini," bisik Rendra berbohong.
"Bilang ke Gala kalau Dara baik-baik aja, pa. Bilang ke dia untuk berangkat ke luar negeri dan berobat. Bilang kalau Dara nungguin hasil operasinya," lirih Dara.
Rendra mendongak untuk menahan air mata, ia melirik Galadrik yang menunduk dengan bahu yang bergetar.
"Iya, nanti papa bilang."
"Pa," lirih Dara.
"Iya, sayang."
"Jangan tinggalin Dara, nanti Dara hilang," ujar Dara bergetar.
"Dara gak akan hilang, papa pegang tangan Dara sekarang. Ada papa disini, Dara gak akan kemana-mana."
Betapa sakitnya hati Galadrik, ia merasa sangat bersedih. Rasa sakit yang datang benar-benar tidak berakhir, nyatanya takdir tidak cukup dengan menyakitinya.
Memilih keluar dari sana, Galadrik membutuhkan udara segar dan tempat tenang untuknya menyendiri. Ia memilih untuk pergi ke taman rumah sakit, di malam ini Galadrik hanya ingin sendiri.
"Kenapa harus Dara?" lirih Galadrik. "Kenapa Dara ikut sakit, Tuhan? Apa penyakit yang ada di tubuhku ini belum cukup? Apa Dara juga harus merasakan sakit juga?"
Air matanya menetes, Galadrik menangis kembali. Mendengar suara Dara yang memintanya untuk tidak datang membuatnya semakin sakit, segitu hancurnya Dara hingga tidak mau bertemu dengannya.
"Gal!"
Suara Dilan menarik perhatiannya.
"Kita nunggu lo," ujar Dilan menghampiri Galadrik.
Galadrik mendongak. "Sudah ada?"
"Udah, anak-anak yang lain udah ada di sana."
"Kita berangkat," ujar Galadrik bangkit.
Dilan menatap punggung ringkih Galadrik, temannya itu semakin kurus dan terlihat pucat. Dilan bisa melihat jika beberapa bagian kulit tubuh Galadrik makin membiru dan itu menakutkan.
Di sebuah gudang kosong yang sudah sangat reot dan jauh dari jalan raya ataupun pemukiman. Itu adalah tujuan Galadrik sekarang. Saat sampai, ia bisa melihat Faresta tengah berdiri di depan pintu bersama Aksel dan Viktor.
"Aakkkhhh!!"
Galadrik melirik keadaan di dalam, ada Alvarios yang tengah bersandar di sebuah tiang dan memperhatikan Yosita yang tengah menghajar Vania.
"Buktinya?" tanya Galadrik.
"Aman," jawab Aksel menunjukkan ponselnya.
"Masuk gih, keburu mati dia," ujar Viktor pada Galadrik.
Tidak membuang waktu, Galadrik masuk di ikuti yang lain. Ia bisa melihat jika Vania sudah sangat lemah, mukanya babak belur akibat pukulan Yosita.
"Karena kita gak mungkin mukul cewek, jadi biar Yosi yang selesaikan," ujar Viktor tersenyum miring. "Ya walaupun gue udah mukul dia sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
GALADRIK [SELESAI]
Ficção AdolescenteBukan hanya kisah tentang remaja bernama Galadrik Wastu Khe Jiwanta, ini adalah kisah tentang manusia-manusia baik yang ada di sekitarnya, dari keluarga, The Rigels hingga manusia-manusia luar biasa yang menempati kelas IPS 7. Bukan hanya tentang p...