"Lo kira ancaman lo bakal ngaruh ke gue? Enggak, Dara. Gue gak akan mundur dan akan tetap berusaha untuk dapatin Galadrik," ujar Vania tersenyum miring.
"Lo beneran gak punya harga diri, ya. Miris gue lihat lo," balas Dara menggeleng pelan.
Vania tertawa, jika waktu di rumah sakit ia hanya diam dan membalas sebisanya, sekarang waktunya ia memperlihatkan pada Dara siapa dia sebenarnya.
"Dara, lo mungkin ratu di sini, tapi lo harus sadar kalau kerajaan lo baru aja kedatangan ratu baru yang akan buat hidup lo gak berharga lagi," bisik Vania tersenyum miring.
"Lo terlalu percaya diri, Vania. Gue rasa kita gak perlu musuhan begini, lo bisa ikut di jadiin ratu dengan bersikap baik dan lupain rencana buruk lo untuk rebut Galadrik," ujar Dara terbilang sangat sabar.
"Kenapa, takut?" tanya Vania. "Ah, apa lo baru sadar kalau ternyata gue bukan cewek lemah yang bakal takut sama ancaman lo? Gue rasa lo harus tau kalau gue jauh lebih bahaya dari lo, Dara."
"Lo harus tau kalau gue udah sering pindah sekolah karena ternyata gue terlalu kuat untuk gabung sama manusia lemah yang bisanya nangis dan ngadu," bisik Vania lagi dan tersenyum evil.
"Aaggrhh," ringis Dara saat Vania mencekiknya dan mendorong Dara ke dinding hingga tangannya tergores ujung keramik wastafel.
"Gue muak liat kelakuan sok manis lo, gue muak liat cowok-cowok di kelas meratukan lo, kenapa bisa, ya? Udah kasih apa sih lo ke mereka?" tanya Vania tersenyum miring.
Dara berusaha melepaskan tangan Vania yang terbilang cukup kuat mencekiknya hingga ia benar-benar kesusahan untuk bernapas.
"Dara, jangan terlalu senang dan merasa menang. Permainan gue belum di mulai," ujar Vania lagi. "Duh, jangan nangis dong, gue jadi ingat korban-korban gue."
Vania tertawa dan merasa menang, wajah Dara benar-benar menyedihkan sekarang. Vania sangat senang karena jam kosong dan toilet ini benar-benar sepi.
"Ups, kelamaan, ya? Sorry," ujar Vania melepas tangannya membuat Dara berusaha meraup udara sebanyak-banyaknya.
"Bye Dara, semoga lo mulai sadar kalau saingan lo adalah gue," ujar Vania tersenyum dan berbalik untuk pergi tapi ia terkejut saat rambutnya di tarik dan punggungnya membentur bilik toilet.
Dara tersenyum menatap Vania yang meringis, apa yang Vania lakukan tadi di balas oleh Dara tapi ia melakukannya lebih kuat hingga wajah Vania lebih merah karena tidak bernapas.
"Kita beda, Vania," bisik Dara. "Lo di keluarin dari sekolah karena lo kuat?" tanya Dara tertawa. "Lo salah, lo di keluarin dari sekolah karena lo itu kriminal. Sedangkan gue? Gue bisa ngeluarin orang dari sekolah bahkan buat dia masuk penjara karena gue kuat dan gue benar."
"Aaggrhh!" Vania merasa cengkraman Dara semakin kuat.
"Lo kira gue takut? Enggak. Jangan karena muka gue yang imut dan cantik ini, lo bisa ngira gue lemah," ujar Dara melebarkan senyumnya.
"Lo tanya kenapa teman-teman kelas bisa dekat sama gue? Itu karena mereka bisa lihat mana yang baik dan mana yang enggak." Dara melepas tangannya karena napas Vania makin pendek.
"Mulai sekarang lo bebas usaha untuk dekati Galadrik, gue gak larang," ujar Dara menatap tajam Vania. "Tapi gue pastiin lo pake cara aman dan sehat. Kalau sampai lo pake cara kotor, gue rasa akan ada Amelia kedua setelah ini. Paham?"
"Gue benci sama lo," ujar Vania menatap sinis Dara.
"Lo kira gue enggak?" tanya Dara. "Gue jauh lebih benci sama lo, Vania. Cuma gue masih waras untuk bersikap baik ke teman sekelas gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
GALADRIK [SELESAI]
Novela JuvenilBukan hanya kisah tentang remaja bernama Galadrik Wastu Khe Jiwanta, ini adalah kisah tentang manusia-manusia baik yang ada di sekitarnya, dari keluarga, The Rigels hingga manusia-manusia luar biasa yang menempati kelas IPS 7. Bukan hanya tentang p...