Chapter 22

57 4 0
                                    

Wala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wala

Suaranya yang lembut merayu setiap telinga untuk bersedia mendengar tidak peduli seberapa ramainya suasana saat itu. Kedua matanya sendu, terlihat lain dari biasanya saat dimana netra itu bisa terlihat sangat tajam dan ramah di saat yang bersamaan. Setiap nada, terucap dengan dinamik yang seolah menyatu dengan dirinya membuat semua yang mendengar, terhanyut oleh kesedihannya. Tidak, bukan hanya menyatu. Melainkan memang bersatu.

Lelaki itu, tengah berbicara dengan lagunya. Lagu yang dia nyanyikan untuk insan yang tak mampu ditangkap lagi dengan matanya. Untuk insan yang tak bisa lagi dia rengkuh tubuh kecilnya.

Aku memahami sedikitnya perasaan lelaki yang sudah lama tak kutemui itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku memahami sedikitnya perasaan lelaki yang sudah lama tak kutemui itu. Untuk siapa dan seperti apa, aku memahami tertuju pada siapa lagu itu sebenarnya. Aku yakin, bila semua orang yang melihatnya saat ini tahu untuk siapa lagu itu dinyanyikan, rasa pedih di hati dan tangisan penuh rasa sesak akan turut mereka rasakan.

Namun lelaki itu duduk dengan teguh. Ia menyanyi dengan tenang seolah tak ada lagi luka di dalam hatinya. Meski aku tak melihat senyumnya, aku bisa melihat ketulusan yang ia berikan untuk lagu yang tengah dinyanyikannya.

"Kamu kenal dia?"

Mungkin aku terlalu serius. Mungkin juga aku yang tak mengalihkan pandangan sama sekali seolah menaruh ketertarikan pada si penyanyi hingga membuat Aliza bertanya. Bahkan Witha ikut menoleh padaku saat pertanyaan itu Aliza lontarkan.

Jika biasanya, aku selalu menjawab bahwa aku tak mengenalnya. Seperti saat Deffian bertanya tentang seseorang diantara tim basket yang membuatku sampai terlihat sedih. Tapi kali ini, aku tak ingin menepisnya. Lelaki baik hati di atas panggung sana yang kini nampak bersinar, aku mengenalnya.

"Kenal." Kedua mataku tak lepas dari sosoknya kala itu. Aku tersenyum tipis untuknya meski dia nampaknya tak menyadari keberadaanku yang menatapnya dari kejauhan. "Namanya Caka."

"Caka Radhitya Irfandi."

Aku harap, dia tidak akan marah karena pengakuanku. Aku juga berharap setelah ini dia bisa kutemui dengan mudah. Terlebih matanya menangkap keberadaanku sebelum dia benar-benar turun dari panggung. Meski aku mengapresiasi penampilannya melalui senyum yang terbit di wajahku, aku ingin sekali mengatakannya secara langsung.

CAKRAWALA [Yoon Jeonghan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang