"Dimana ini?." bibir pucat itu melihat sekeliling yang menurutnya asing. Pandangannya tetap dingin walau baru sadar dari tidur panjangnya. Dia melihat tubuhnya dari atas sampai bawah. Tubuhnya kenapa berbeda?.
Dia mengambil cermin yang ada dimeja dekat tempat tidur yang ia singahi saat ini. Merubah posisinya menjadi duduk kemudian dia melihat kecermin. Wajah lebam dengan make up yang terlihat menor. Jelas saja itu bukan penampilannya, dari segi manapun tetap saja berbeda.
Benar-benar sangat berbeda.
"Goblok." dia terkekeh untuk sesaat, matanya yang dingin kini tambah menjadi dingin. Dia mengeratkan pegangan cermin yang ada ditangannya.
Krek
Pyaarr.
Cermin yang ada ditangannya tiba tiba pecah hingga membuat suara nyaring diruangan yang ternyata adalah rumah sakit. Beberapa serpihan kaca menancap ditelapak tangan dan membuat darah segar mengalir membasahi selimut dan menembus baju yang ia kenakan.
"Gue benci transmigrasi."
"A-ASTAGA NONA!." teriakan terkejut itu terdengar diambang pintu. Wanita paruh baya yang terlihat asing dimata gadis itu menghampirinya dengan raut khawatir.
"Syu-syukurlah nona sudah sadar, sebentar biar bibi pangilkan dokter." bibi itu memencet tombol yang ada disamping brankar.
"Siapa?." tanya gadis itu dengan nada dingin membuat sang bibi yang ada disampingnya terkejut.
"No-nona i-ini saya bi bibi Esih. Bibi yang udah rawat non dari kecil." ucap Bi Esih dengan sedikit terbata-bata bahkan air matanya keluar tanpa permisi.
Gadis tersebut hanya diam memandang datar wanita paruh baya yang menyandang sebagai orang yang merawat tubuh ini sedari kecil.
Tak lama seorang pria tegap dengan teleskop melingkar dilehernya serta menggunakan baju putih itu tampak mendekat.
"D-dok non-nona saya kenapa dok, to-tolong periksa nona saya." ujarnya masih sesegukan.
"Baik, mari saya periksa."
Setelah memeriksa gadis itu sang dokter tampak menghela nafas panjang menatap gadis itu yang hanya diam.
"Maaf apakah nona merasakan gejala aneh seperti sakit kepala?." tanya dokter hati-hati.
"Ya, sedikit." jawab singkat sang gadis.
"Saya sarankan nona untuk minum Oskadon pancen oye!." ucap dokter sembari mengambil obat oskadon yang ada disaku almaternya.
Tingkah laku sang dokter tak luput dari penglihatan Bi Esih dan gadis itu. Bi Esih tampak menjatuhkan rahangnya dan melongo kecil sedangkan gadis itu hanya diam sambil mengambil obat oskadon pancen oye.
"Sok asik." gumam gadis itu yang masih didengar oleh dokter dan Bi Esih. Sang dokter memegang dada kirinya dengan raut dramatis.
"Ekhm, mari serius." ucap dokter membuat Bi Esih mengubah rautnya menjadi serius.
"Nona mungkin kehilangan ingatan atau yang biasa disebut amnesia karena benturan yang sedikit keras itu. Amnesia yang di derita nona adalah amnesia global, amnesia ini bersifat ringan dan bisa disembuhkan apabila nona dibawa ketempat yang sering ia kunjungi namun jangan dipaksakan itu bisa membuat nona bertambah parah." jelas sang dokter membuat Bi Esih menutup mulutnya tak percaya.
"Ya sudah, saya permisi masih banyak pasien yang butuh saya." ujarnya.
Namun belum lima langkah sang dokter tampak berbalik lagi.
"Sini, ini oskadon pancen oye punya saya." ucapnya sembari mengambil obat itu dan berlalu pergi.
"Gue siapa?." tanya gadis itu menatap wanita paruh baya yang masih melongo dengan tatapan sedikit lembut.
"Ah-hah? Oh nona adalah Cyella Aveerna Deavox Graldin yang biasa dipangil Avena oleh semua orang." ucap Bi Esih.
Gadis itu mengangguk paham.
"Mulai sekarang pangil Cyella aja bi."
"Eh ke-kenapa non?." Bi Esih mengernyit mendengarnya padahlakan nama itu yang diberikan khusus oleh abangnya dan selalu dibangga-banggakan.
Cyella tampak menggeleng dan berdecih dalam hati.
Bi Esih hanya menghela nafas menatap nonanya dengan tatapan iba. Bi Esih mengelus rambut nonanya pelan menahan isak tangis yang akan keluar.
"Cyiella mau pulang bi."
"Tapi non, non 'kan baru sadar."
"Oke gimana kalo kita pangil dokter. Kalo dokternya ngebolehin non pulang bibi bakal turutin." Cyella mengangguk saja.
Bi Esih memencet tombol itu lagi setelahnya ia mengenggam tangan nonanya menyalurkan rasa hangat itu.
"Yo kenapa lu pada manggil gue? Gue emang ganteng jadi cewek-cewek pada naksir, sampe ibu ibu aja pada berpaling dari suami, yo, yo gue emang paling ganteng." ujar dokter itu seperti nge-rapp.
"Dokter gadungan." lirih Cyella memandang dokter itu dengan dingin.
Tanpa banyak kata Cyella mengambil bantalnya kemudian membidik tepat pada wajah sang dokter dan.
Wush
Meleset dan mengenai pintu. Dokter itu tampak memeletkan lidahnya menatap mengejek kearah pasiennya.
Splak
Tepat sasaran! Sendal Bi Esih melayang dan tepat mengenai wajah sang dokter yang kini tengah mematung tak percaya.
"Mamam tuh sendal." gumam Cyella dengan menyeringai tipis.
Sedangkan, sang dokter terlihat menyingkirkan sendal itu dengan ekspresi jijiknya. Lalu tatapan matanya bergulir menatap Bi Esih yang sedang menahan tawanya hingga bahunya pun ikut bergetar hebat.
"Ekhm, kenapa kalian memanggil saya?." tanya sang dokter berusaha mengembalikan aura dan citranya itu.
"Begini dok, nona saya ingin pulang. Apakah diizinkan dok?." tanya Bi Esih.
"Sebentar saya periksa dulu."
"Nona sudah dalam keadaan baik-baik saja dan beliau boleh pulang." kata dokter.
"Kalau begitu saya permisi."
Keduanya mengangguk.
"Em non mau ganti baju dulu atau tidak?." tanya Bi Esih sembari menatap baju pasien yang dikenakan Cyella.
"Enggak usah bi lumayan dapet baju baru." kata Cyella terkekeh kecil.
"Dan sebagai kenang-kenangan kalau Cyella pernah masuk rumah sakit."
"Ada-ada aja non." geleng Bi Esih.
__________
Up saya barengi sama BTPW yang Up nya hanya malam minggu saja.
By:NVL.EL

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Psychopath
FantasiSiapa yang tidak tau psychopath? Apalagi ini adalah seorang perempuan yang ramah serta murah senyum kepada semua orang tapi nyatanya dia adalah psychopath kejam nan dingin yang sesungguhnya. Dia bahkan bertransmigrasi menjadi antagonist bodoh dan ta...