56|| Racun

39.7K 3K 367
                                    

Pagi-pagi sekali Gladis masuk ke dalam kamar Agav, mengendap-endap masuk ke dalam, membuka setiap laci kamar cowok itu.

Mata Gladis berbinar-binar saat ia menemukan sekumpulan kunci yang berjejer rapi, ia ambil satu kunci yang wanita itu perlukan.

"Bund," ucap Agav yang duduk di atas kasurnya, cowok itu baru saja bangun. Agav menyalakan lampu kamarnya.

Gladis berbalik, ia tersenyum sambil menyembunyikan kunci yang ia pegang.

"Udah bangun sayang, bunda bukain tirai kamarnya, biar cahaya matahari nya masuk," ujar Gladis lembut yang di angguki Agav.

Agav berdiri dari duduknya, mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi, membiarkan bundanya membuka tirai kamar tidur.

"Untung saja," gumam Gladis sambil menatap binar kuncinya. Wanita itu keluar dari kamar Agav, tersenyum gembira menatap Bryan yang sudah duduk di depan TV.

Gladis berdiri di depan Bryan menghalangi laki-laki itu menonton.

Kring kring kring.

Bryan menoleh, menatap gladis lalu menatap satu kunci imdi tangan Gladis.

"Gila lo," ucap Bryan meninggikan suaranya dan berdiri dari duduknya.

"Hustt, jangan berisik nanti Agav denger sayang," kata Gladis cengengesan, jari telunjuk kanannya itu menyentuh bibir Bryan agar tak berisik. "Kelamaan mengambil tindakan juga gak baik Bryan," lanjut Gladis sinis penuh penekanan.

"Ini terlalu cepat Gladis." Bryan mencekik leher Gladis membuat wanita itu terengah-engah.

"Bund, bisa tolong cariin sepatu Agav di bawah," ucap Agav yang baru keluar dari dalam kamarnya.

Bryan melepas cekikannya, kembali duduk dan menonton TV dengan tenang.

"Iy-iya Gav, bunda cariin," ujar Gladis sambil mengelus lehernya yang terasa pedih.

"Assalamualaikum," ucap seorang gadis yang baru saja mendorong pintu rumah.

Semuanya menoleh, Agav tersenyum menatap sosok gadis yang selalu ia tunggu-tunggu kedatangannya.

"Waallaikumsalam," jawab Agav. Cowok itu berdiri mendekati kekasihnya, mengacak-acak rambut panjang Vea hingga berantakan.

"Tidak malu, setiap hari datang kerumah laki-laki?" tanya Bryan membuat Agav menoleh menatap ayahnya.

"Enggak kok, lagian waktu kuliah di Bandung, Ve juga selalu ke kantor Agav tiap hari ngantar makanan," sahut Vea tersenyum manis.

Gladis datang, berdiri di hadapan Vea yang di sampingnya terdapat Agav. "Bawa makanan lagi? Kamu pikir saya tidak masak!"

Vea melirik Tote bag nya yang berisi makanan, gadis itu berjalan santai ke meja makan, menata makanannya di meja dan menggeser makanan yang Gladis buat.

"Dari mama, kata mama harus di habisin sama Agav, maaf kalau bunda keberatan kalau Vea bawa makanan terus kesini," ujar Vea menatap Agav.

Tok tok tok.....

Mereka kembali menoleh ke arah pintu. Kerusuhan terdengar di sana membuat mereka berpikir siapa lagi yang datang.

"Gav, buka pintu dong," teriak seorang cowok dari luar yang suaranya di kenali oleh Agav dan Vea.

Agav kembali berjalan ke depan pintu, membukakan pintu untuk Iko, ternyata cowok itu tidaklah sendiri, melainkan datang bersama yang lainnya.

"Boleh masuk gak nih?" tanya Iko melas.

"Hm."

"Gav numpang makan sekalian," celetuk Iko tanpa malu lagi.

"Assalamualaikum Tante, om," lanjut Iko saat melihat orang tua Agav.

AGAVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang