FOLLOW akun WATTPAD ini terlebih dulu!
Start (12 Februari 2022)
Tamat (31 Mei 2023)
Kisah tentang Agav, seorang ketua basket SMA Airlangga dan mantan ketua geng motor yang punya musuh di mana-mana.
Awal pertemuannya dengan Vea, tanpa sadar membawa V...
Jangan lupa vote and spam komen di setiap paragraf nya ❤️
••••
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sayang, ini dimana?" tanya Agav.
Vea menggeleng cepat
"Ayo pulang, jangan takut," ucap Agav lembut.
"Gak mau, Vea takut sama dunia. Dunia gak biarin Vea bahagia," jawab gadis itu dengan senyum bahagia.
Agav memegang kedua sisi wajah Vea.
"Gue yang akan buat dunia lo bahagia," ujar Agav.
Vea menggeleng dengan senyuman. "Agav itu punya Caca, Vea gak berhak rebut!"
"Salah! Gue itu punya lo, dan Caca gak berhak rebut gue dari lo. Ayo pulang," ucap Agav mengecup bibir Vea sayang.
Vea menjauh dari tubuh Agav, ia tersenyum gembira. "Tapi Vea udah nyaman di sini," ucapnya dengan berlari-lari di tengah-tengah lebatnya bunga bermekaran. "Agav pulang aja."
Agav berdiri, ia ikut menyusul Vea. "Kenapa gue harus pulang kalau kehidupan gue ada di sini?"
"Karena keluarga Agav sayang Agav," ucap Vea polos.
"Keluarga lo juga sayang," sahut Agav.
"Papa, mama lo nangis, lo tau betapa hancurnya orang tua lo di sana. Mereka nunggu putrinya balik, tapi lo nya malah gak mau? Tega liat mereka nangis?" ucap Agav.
Vea tampak berpikir. "Vea akan jadi beban."
"Bukan beban! Lo berlian buat mereka," jelas Agav.
"Dadaaa Agav, tapi Vea mau pergi ke cahaya itu," ujar Vea sambil tersenyum, seolah-olah gadis itu tak mendengarkan ucapan Agav.
"Vea!" teriak Agav dari masa kritisnya.
Agav menatap sekelilingnya yang dominan dengan warna putih, memejamkan matanya dan menghembuskan nafas lega.
"Sial! Mimpi itu lagi," ujar Agav.
Agav membuka matanya cepat, menelisik setiap sudut ruangan dan menatap tubuhnya sendiri dengan perasaan gusar.
"Vea," gumam Agav.
Cowok itu menyingkapkan bajunya sedikit keatas, di pandangi perban yang menempel di perutnya.
Agav bergegas turun dari kasur, tangannya menggapai meja untuk berpegangan.
"Aghhhh," erang Agav saat kakinya tak kuat menahan berat tubuhnya.
Dengan susah payah Agav berusaha berdiri dan berjalan, melepas infusnya secara paksa dan mencari ruang rawat yang Vea tempati.
Senyum tipis tercetak di bibir Agav, menatap seorang gadis yang terbaring di kasur dengan dokter yang memeriksa keadaan nya.