Rika Pengen Rumah

124 13 7
                                    

 
"Tadi... Mamah bang Jaya masuk ke kamar aku, ma." Aduku ke mama.

"Ngapain dia?" Tanya mama dengan kernyitan didahinya.

"Mamah bilang kalau pecah perawan itu ada darahnya di atas sprey."

"Astaghfirullah!!!! Kamu bisa-bisanya! Masalah begituan aja Sampai direcokin sama Bu Ahmad. Ya kamu harusnya diam-diam aja dong. Emang kamu gak tau malu apa Ka?! Benar-benar deh! Kesel Mama!"

"Ngapa sih ma? Kan Bu Ahmad mamahnya bang Jaya, jadi seperti mamanya aku juga, kan?"

"Tapi Rika... Bu Ahmad itu, ratunya biang gosippp. Nanti kamu lagi yang jadi bahan gosipannya. Coba kamu mikir!" Bentak mama sambil menunjuk-nunjuk pelipisnya.

"Ma, kok marah-marah sih?"

"Bener-bener deh. Nanti mama mau samperin tuh Bu Ahmad, mama omongin ke dia apa yang boleh dan tidak boleh direcoki oleh seorang mertua!"

"Ma, kok gitu? Jangan, nanti Bu Ahmad jadi gak suka sama Rika, lagi."

"Pokoknya, agar kejadian ini gak mama dengar lagi. Kamu harus ngomong tuh sama Sanjaya, bilang ke dia, kalau kamu mau keluar dari rumah pak Ahmad. Agar Bu Ahmad gak lagi tuh masuk-masuk ke urusan kalian."

"Keluar rumah, maksudnya ma?"

"Terserah mau dia ngontrak, ngekos, bikin gubuk sendiri atau mau pindah kesini. Yang pasti mama sama Bu Ahmad itu beda, mama tau mana batasan mama sebagai mertua. Inget itu!"

Setelah pembicaraan yang mencekam dan penuh emosi itu, aku pulang ke rumah sebelah, yaitu rumahnya pak Ahmad alias rumah mertuaku.

Aku bertemu dengan mamah disofa kesayangannya. Sembari menonton serial India kesukaannya. Mamah melihat kearahku yang sedang berjalan pelan menuju kamarku.

"Baru pulang, Ka?" Tanya Mamah.

Aku berbelok kearah mamah, aku mendudukkan bokongku kelantai. Udah kebiasaan sopan. Heheh.

"Aku mampir kerumah mama dulu, mah." Jawabku pelan.

"Oh. Mamah juga udah lama gak ngobrol dengan mama kamu."

"Hem, iya. Kan dekat banget rumah, mah. Keluar dikit aja udah bisa ngobrol sama mama."

"Hmh, mamah malas aja. Terkadang ngobrol sama mama kamu itu bikin sakit hati. Mama kamu itu sering banget nyindir mamah. Apalagi kalo mamah masih ada utang kasbon ke dia. Hmh!"

"Heheh, ehm. Kok beberapa hari ini Rika gak ada liat papah eh maksudnya pak Ahmad eh maksudnya papah eh..." Otakku nge blank saat ingin menyebut panggilan untuk pak Ahmad. Aku gak pernah sama sekali ngobrol sama beliau.

"Gak usah tanya-tanya. Kayak kamu gak tahu aja." Katanya sinis sambil memalingkan tatapannya ke arah televisi lagi.

"Tahu apa, mah?" Tanyaku polos. Beneran guys, aku gak tahu apa-apa.

"Hmh, tanya aja ke Suami kamu, mamah malas mau ngomongin soal papahnya sedikit pun. Udah sana tidur siang sampe besok baru bangun lagi sekalian aja pas lebaran haji baru kamu bangun lagi." Ucap mamah semakin sewot dan badmood.

"I-iya, mah." Aku bangkit dan bergegas masuk ke kamarku. Apa-apaan sih, punya mertua gini amat. Moodnya gampang banget berubahnya.

****

Jantungku berdegup kencang setelah bang Jaya kembali dari ladang. Mulai sekarang rasanya untuk memandang wajah bang Jaya saja aku gak sanggup. Rasanya wajah bang Jaya semakin berubah, semakin terlihat dewasa dan berurat, eh maksudnya terlihat sexy, iya sexy.

"B-bang, mau ku buatkan minum?" Tanyaku berusaha menyambut kedatangan nya dengan baik seperti istri pada umumnya.

"Ehm, buatkan kopi hitam." Katanya singkat.

"Iya." Jawabku cepat saking gugupnya.

Aku bergegas menuju dapur dan memasak air. Tiba-tiba saja bang Jaya berdiri sekitar satu meter didekatku. Dan itu terlalu dekat. Dah Dig dug. Astaghfirullah...

"B-bang?" Tanyaku tak mampu menyembunyikan rasa gugupku.

"Ka, badan kamu... Bau."

"Hah?" Tanyaku linglung.

"... "

Astaghfirullah, kok tega banget sih bilang ke aku kalau aku bau. Wajarlah, namanya juga aku baru pulang kerja, emang siapa yang lebih bau, aku atau bang Jaya? Dasar gak sadar diri!

Belum sempat air di dalam tekoku mendidih, aku langsung meninggalkan dapur dan masuk kedalam kamar. Sebel deh sama bang Jaya, jadi males aku mau buatin dia kopi. Bikin sendiri aja sono, ada tangan, kan?!

Beberapa menit kemudian terdengar dentingan sendok yang beradu dengan gelas kaca. Pinterrr, gitu kek dari tadi. Aku kembali membaringkankan tubuhku melanjutkan tidur siang ku.

Hari mulai gelap saat aku terbangun, muncul sedikit rasa bersalahku karena jam segini baru bangun. Tapi setelah diingat-ingat tadi siang kan mamah nyuruh aku bangunnya kalau udah lebaran haji, jadi aku kembali baring lagi di ranjang yang empuk dan hangat ini...

"Masih mau?"

"Astaghfirullah!" Aku segera bangkit dari tempat tidur. Ada bang Jaya yang sedang bersandar di kepala ranjang. Seperti nya dia lagi main mobel lejen dihapenya.

"Kamu sakit?" Tanyanya sambil menyentuh keningku. "Gak panas, apanya yang sakit. Ku antar ke Bu Bidan sekarang."

Wajahnya terlihat datar-datar aja, tapi nada bicaranya kelihatan banget kalau dia khawatir sama aku. Aku segera menggeleng.

"Gak bang. Rika gak sakit apa-apa."

"Beneran?" Tanyanya tidak yakin.

"Iya, beneran."

"... "

"... "

"Ya udah, sana!! Bantuin mamah tuh masak, nyuci piring, nyuci baju. Kerjaan kok cuma tidur, makan, berak?! Tau diri dong, Ka!" Katanya dengan lantang dan kasar.

Jantungku rasanya disayat-sayat setelah mendengar kata-kata dari bang Jaya. Aku langsung teringat dengan mama. Wajah mama, nasehat mama dan keluar dari rumah pak Ahmad. Ya, keluar dari rumah.

"Bang...?"

"Apa!"

Tiba-tiba hatiku yang pilu ini mengundang tangisan. Air mata tak terasa merembes membasahi pipiku.

"Hah, cengeng!"

"B-bang, Rika pengen rumah, hiks."

🌚
Hay Hay....
MBM (Maaf Baru Muncul)
Kemarin baru sembuh dari virus kemalasan yg haqiqi.

Mulai ini
Update tiap hari Minggu ya...


Fated To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang