Aku Dibully

163 13 5
                                    

Hari demi hari telah aku lewati demi menjadi seorang istri dari manusia purba yang gak ngerti agama seperti bang Jaya. Itu semua bukanlah hal yang mudah, ges. Banyak tantangan yang harus dihadapi apalagi ada masalah-masalah yang datang terus menerus, misal dari mantannya yang lebay, centil itu, dari ibu ratu mertua yang mulia, dari ipar-ipar yang tingkahnya sangatlah tidak jelas, juga dari ayah mertua yang sampai sekarang belum aku liat batang idungnya. Masalah itu semua bukanlah dari golongan sepele melainkan dari golongan yang tidak masuk akal. Percayalah bahwa pernikahan yang tidak didasarkan oleh rasa saling cinta memang sangat sulit, sangat tidak sehat terutama apabila si pria yang tidak mau atau tidak tau akan caranya bertanggungjawab atas perbuatannya.

"Engh... Jam berapa?" Aku meraba laci lemari nakas yang ada disamping tempat tidur. Layar ponselku menyala dan menunjukkan pukul 8.00 pagi Senin. Astaga naga barongsai biawak, aku udah telatttttt banget. Apel bendera merah putih sang saka juga udah sampai dipuncak tiang tengah lapangan. Ini siapa coba yang berani-beraninya gak bangunin aku buat segera pergi ngajar?!

"Allahu Akbar."

Samar-samar aku dengar suara lirih yang menyebutkan kata takbir. Ku tolehkan wajahku kebelakang dan mengesot sambil mengapit selimut tebalnya bang Jaya agar tetap menempel di tubuhku yang b*gil.

"Astaghfirullah!" Kaget banget dong aku liat bang Jaya lagi sholat Dhuha, eh sholat Dhuha atau apa? Ngerti gak sih mana ada yang sholat jam segini. Hadeuhhh.

"Assalamualaikum warahmatullah. Assalamualaikum warahmatullah..."

"Sholat apa bang?" Tanyaku setelah ia selesai menolehkan kepalanya kekanan untuk mengakhiri sholatnya.

"Astaghfirullah, Ka." Ucapnya singkat sambil melipat sajadah yang kemaren aku cuci.

"Bang, seriusan, kamu sholat apa jam segini?"

"Subuh,"

"Apa! Bayi Dugong aja tau ini udah pagi menjelang siang, subuhnya tuh udah tadi-tadi."

"Huh.." bang Jaya cuma menghela nafasnya dengan lelah.

"Ka, aku sekarang sudah memutuskan untuk bertobat, kembali dekat dengan Allah SWT." Jelasnya dengan lemah lembut. Agak aneh sih dengan gaya bicaranya yang sekarang, jadi kangen sama bang Jaya yang dulu, astaghfirullah. Jangan-jangan aku ini masokis???!

"O-oh gitu, ya udah terserah kamu. Aku mau bersih-bersih dulu. Hus sana!" Kataku sambil mengusirnya agar aku lebih leluasa berkemas dikamar ini.

Bang Jaya bangkit kemudian mengambil baju kaos biasa dari lemari, melepaskan sarung dan kopiahnya, kemudian berganti baju di hadapanku dengan gak tau malunya.

"Ka?" Katanya sambil menggulung asal kain sarungnya.

"Y-ya bang, ada apa?" Aku gugup setengah mati setelah diperlihatkan roti sobek pagi-pagi, yah meskipun rotinya bang Jaya gak terlalu sexy sih.

"Kamu pikir setelah aku sholat dan ngomong lembut-lembut kekamu, kamu bisa seenaknya berkuasa disini?! Jangan harap, hah!" Ucapnya dengan keras sebelum menerjang tubuhku hingga kembali terbaring di atas kasur.

"Humph, bang. Bang, aku mau berangkat kerja..." Rengekku setelah disumpal bang Jaya dengan bibirnya yang entah kenapa terasa panas hot jeletot.

"Jangan harap masih bisa berangkat kerja setelah bangun jam 8 pagi, hah?!" Bang Jaya memaksa membuka selimut yang sengaja aku perkuat gulungannya ditubuhku.

"Apaansih bang!"

"Kamu lupa sama janji kamu kemaren, bangun lebih pagi, apalah-apalah bla-bla, disini cuma aku yang berusaha nepatin janji, kamu gak, Rika. Sama sekali."

Tiba-tiba kilasan memori terlintas diotakku, ..."Aku setuju buat layani bang Jaya setiap hari. Misalnya, tiap pagi bikinin bang Jaya bekal dan sarapan, mijitin bang Jaya kalau badannya pegal-pegal, tidur disamping bang Jaya, dan lain-lain."

..."Hm, bagus."

"Nah, tapi semua itu harus mendapat imbal balik dari bang Jaya. Setiap aku mau berangkat kerja, harus diantar Abang, kalau aku sakit bang Jaya yang harus ngerawat, kalau aku minta tolong sesuatu, bang Jaya harus segera nolongin aku, kalau aku-"

Dan terulang lagi,

"Aku setuju buat layani bang Jaya setiap hari. Misalnya, tiap pagi bikinin bang Jaya bekal dan sarapan, mijitin bang Jaya kalau bandannya pegal-pegal, tidur disamping bang Jaya, dan lain-lain.".... Bla bla dan masih banyak lagi, seakan-akan disini akulah penjahatnya. Yap benar, hanya aku sipembuat masalah disini, bukan bang Jaya.

Bang Jaya kembali menggerayangi tubuhku dengan brutal seperti semalam, setelah mendapat sinyal lampu hijau dariku.

"Hmh," desahku nikmat, entahlah, aku yang masokis atau tubuhku yang mulai terbiasa dimonopoli oleh bang Jaya. Lagipula bang Jaya itu suamiku, halal-halal saja.

Ya, halal saja, tapi gak brutal juga. Dasar manusia purba.

****

Setelah divonis sebagai tersangka atas kasus bangun siang dan sudah terlambat untuk pergi bekerja oleh bang Jaya yang paling berkuasa-dikamar. Akhirnya aku masih memberanikan diri untuk tetap berangkat ke sekolah meski jam sudah menunjukkan pukul 10.00 siang. Ini sih jam makannya para warga sekolah.

Tet teettt, (bunyi bel sekolah)

"Bu Rika mau makan siang pakai apa?" Tanya pak Adi.

"Oh seperti biasa aja pak, nasi kuning sama minum nya es teh." Ucapku sambil menahan malu. Mana baru aja dudukin kursi ini, udah ditanyain mau makan siang apa.

"Oke Bu."

Bel istirahat sudah berbunyi sekitar lima menit lalu pak Adi yang merupakan satpam sekaligus  pesuruh di sekolah ini sudah biasa malayani guru-guru yang ada disekolah ini.

Aku menyibukkan diri mengemasi meja kerjaku, kemudian menghampiri para guru yang sedang menikmati makan siangnya di ruang tamu kantor ini.

"Ehm, saya gabung dong."

"Iya silakan."

"Duduk-duduk aja Bu Rika."

"Duduk Bu."

"Makan Bu."

Jawab guru-guru bersahutan. Aku langsung mendudukkan bokongku diatas kursi kayu jati yang dipahat dengan motif bunga Bakung ini.

"Ayo Bu, makan."

"Ah iya, bapak ibu silahkan, saya nunggu pesanan nasi kuning saya dulu."

"Loh, emang Bu Rika gak bawa bekal sendiri?"

"Iya Bu, malahan kalau masak sendiri lebih terjamin kebersihan dan kesehatannya."

"Bukannya suuzdon atau bagaimana, tapi bisa jadi makanan yang dijual dikantin kurang higenis Bu Rika."

"Iya Bu, atau emang gak sempet masak pagi-pagi, kan masih pengantin baru."

"Ohok ohok." Pak Andi terbatuk-batuk. Gak tau juga sih, paling tenggorokan nya seret karena gak bawa minum.

"Itu sih masih mending, atau jangan-jangan Bu Rika nya yang gak tau masak, haha."

"Jangan gitu dong Bu Elga, haha."

Kata para guru yang sudah senior kepada aku sebagai junior pembawa bekal disini.

"Ehem." Dehemku yang bertujuan menghentikan acara gosip di depannya orangnya langsung ini.

Mereka semua terdiam, dan kembali melanjutkan makan siang yang tertunda dengan khidmat

Aku sudah tidak tahan menghadapi segerombolan manusia-manusia yang jago ghibah ini, aku putuskan menyusul pak Adi ke kantin sekolah. Dasar pak Adi disuruh beli nasi kuning kok lama banget

Di tengah perjalanan menuju kantin aku langsung berpapasan dengan pak
Adi yang sedang membawa sepiring nasi kuning bersama dengan segelas teh manis di tangannya.

Apes banget sih hari ini, udah di cabul* oleh suami sendiri, sekarang malah dibuli sekantor. Apes apesss.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fated To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang